Fahd Disinyalir Ikut Intervensi Agar Dapat Proyek Kitab Suci

Isi Dakwaan Jaksa

Senin, 04 Februari 2013, 09:02 WIB
Fahd Disinyalir Ikut Intervensi Agar Dapat Proyek Kitab Suci
Fahd A Rafiq
rmol news logo Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq sering disebut dalam dakwaan KPK terhadap anggota DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya. Bukan hanya mengancam pejabat Kementerian Agama untuk menggolkan proyek pengadaan komputer, Fahd juga diduga berperan dalam perkara korupsi pengadaan kitab suci.

Jaksa Dzakiyul Fikri, Wirak­sa­ja­ya dan Rusdi Amin menye­but­kan, kasus ini dilatari pertemuan antara Dendy, Syamsurachman, Vasko Ruseimy dengan Abdul Kadir Alaydrus dan Alie Djufrie, rekanan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I).

Pertemuan pada Agustus 2011 itu, berisi pembicaraan menge­nai paket proyek pengadaan kitab suci di Ditjen Bimas Islam Ke­menag 2011. Fahd mengata­kan, dia dan rekan-rekannya bisa me­ngatur agar proyek dime­nang­kan PT A3I.

Asalkan, PT A3I mau me­nyetor 15 persen dari nilai pagu anggaran kepada Fahd dan Zul­karnaen yang mem­per­juang­kan alokasi anggaran tersebut.

Alaydrus dan Ali Djufrie setu­ju. Pada 14 Agustus, Dendy, Fahd, Vasko dan Syamsurahman me­nyat­roni Sekretaris Ditjen Bi­mas Is­lam Kemenag Abdul Ka­rim. Da­lam pertemuan, Fahd me­ngon­tak Zulkarnaen via telepon seluler.

Lantas Fahd menyerahkan te­le­pon kepada Abdul Karim. Zul­karnaen bilang, “Pak Karim, Zul nih, itu yang APBN-P Alquran on top dengan baik hati dari DPR di­berikan kepada Bimas Islam untuk dilaksanakan,” katanya.

Seusai mendengar arahan Zul­karn­aen, Abdul Karim memang­gil Ketua Unit Layanan Penga­da­an (ULP) Ditjen Bimas Islam 2011. Dia minta  membahas tek­nis lelang de­ngan Fahd Cs.

Zulkarnaen juga meng­in­ter­vensi Dirjen Bimas Islam. Dia me­minta memberi ke­se­m­patan PT A3I meme­nangkan tender. Saat itu, Zulkarnaen me­minta PT A3I digeser ke posisi nomor 2.

Kemudian, Zulkarnaen meng­intervensi Abdul Karim. Atas hal tersebut, Abdul Karim bertemu Fahd, Dendy, Mashuri, Saris­man, Ali Djufrie dan Mur­di­ningsih, per­wakilan PT Macanan Jaya Ce­merlang (MJC). Di situ Fahd men­desak agar PT A3I di­tetapkan sebagai pemenang ten­der proyek.

Pada 12 Oktober 2011, A Jau­hari dan Ali Djufrie pun me­nan­datangani kontrak proyek pe­ng­gan­daan kitab suci 2011 senilai Rp 20,569 miliar. Namun pada pe­laksanaannya, 200 ribu ek­semplar dari 653 eksemplar Al quran digarap MJC dengan no­minal Rp 5,08 miliar.

Intervensi serupa terjadi dalam pro­yek yang sama pada 2012. Kali ini, Fahd Cs yang di-back up Zulkarnaen mendesak pejabat Kemenag memenangkan PT Sinergi Pustaka Utama (SPI) da­lam proyek senilai Rp 50 miliar.

“Ap­a­kah santri-santri penga­jian su­dah beres?” tanya Zul­kar­naen pada pejabat di Kemenag, 20 November 2011. Dan di ja­wab, “Su­dah beres.”

Proses pun berlangsung cepat. Pada 12 Desember, PT SPI dite­tapkan sebagai pemenang lelang. Hal ini ditindaklanjuti dengan pen­an­da­ta­nganan kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ke­me­nag A Jauhari dan Abdul Kadir Alaydrus. Ironisnya, jaksa me­nyebutkan, lokasi PT SPI sama dengan lokasi PT A3I yang jadi pe­menang lelang tahun 2011.

Atas pekerjaan tersebut, pada 19 Desember, Alaydrus mengirim dana berbentuk cek Rp 9,250 mi­liar ke Syamsurachman. Se­lan­jut­nya, atas perintah Dendy, cek itu dicairkan Rizky Mulyoputro di BRI Cabang Jakarta Tendean. Ke­mudian, uang Rp 5,250 miliar ditransfer Syamsurachman ke rekening PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI). Pada saat itu, vasko juga diminta mentransfer uang sisa senilai Rp 4 miliar ke rekening KSAI.

Selanjutnya pada 30 Desember 2011, Alaydrus kembali me­ngi­rim uang Rp 400 juta ke rekening PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Jaksa menilai, total uang yang diterima Zulkarnaen dan Dendy pada proyek kitab suci 2012, Rp 9,650 miliar.

Begitulah isi surat dakwaan jaksa terhadap Zulkarnaen dan Dendy yang terkait kasus pe­nga­daan Alquran di Pengadilan Ti­pikor Jakarta.

Reka Ulang

Zulkarnaen Djabar Upayakan Anggaran Jadi Rp 130 Miliar

Pengandaan kitab suci ta­hun 2011 dilaksanakan ber­da­sar­kan surat edaran Kementerian Ke­­uangan Nomor SE 442/MK.02/2011 tanggal 8 Agustus 2011 tentang perubahan Ang­ga­ran Belanja Kementerian Negara atau Lembaga dalam APBN, dan surat Sekjen Kemenag Nomor SJ/B.I/2.3.4/KU.00.2/3445/2011 tanggal 25 Agustus 2011.

Dua surat itu memuat keten­tuan tentang perolehan dana op­ti­malisasi Kementerian Agama ta­hun 2011 sebesar Rp 125 miliar. Dalam rancangan anggaran ini, terdapat komponen pengadaan kitab suci dengan nominal Rp 22, 855 miliar.

Lalu, pekerjaan penggandaan kitab suci tahun 2012, dilak­sa­na­kan berdasarkan daftar rencana kegiatan prioritas (RKP) tahun 2012 Kemenag. Dalam daftar rencana kegiatan, dianggarkan pekerjaan penggandaan kitab suci Rp 59,375 miliar.

Total anggaran tersebut diawali usulan Kementerian Agama yang menganggarkan penggandaan kitab suci 2012 sebesar Rp 9 miliar. Tapi dalam pem­ba­ha­san di Badan Anggaran DPR, Zul­karnaen Djabar selaku ang­gota Banggar mengupayakan agar total anggaran Kemenag 2012 naik menjadi Rp 130 miliar. Dari jumlah tersebut, dana Rp 50 miliar dialokasikan untuk peng­gan­daan kitab suci tahun 2012.

Me­lalui terdakwa Dendy dan konco-konconya seperti Fahd A Rafiq, dia mengintervensi se­deret pe­ja­bat Ke­menag.

Dendy dan Fahd Cs, me­nyat­roni Dir­jen Bimas Is­lam Ke­me­nag hing­ga pejabat pem­buat ko­mit­men le­lang pro­yek ki­tab suci. Me­reka me­min­ta dan me­nga­­rah­kan agar pejabat Ke­­menag me­nga­tur pelak­sa­na­an tender, serta menentukan pe­­me­nang proyek.

Zulkarnaen mengintervensi pe­jabat Kemenag dilatari usahanya memperoleh setoran sebesar 15 persen dari perusahaan pemenang tender proyek tersebut.

Akibat tindakannya, Zul­kar­naen dan anaknya, Dendy Pra­set­ya pun diancam pidana se­ba­gai­mana diatur Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pi­dana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat I KUHP, juncto Pasal 65 ayat I KUHP.

Jangan Sampai Ada Pelaku Yang Seenaknya Lolos

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menyatakan, per­kara dugaan korupsi di Ke­menterian Agama sudah dita­nga­ni KPK (Komisi Pemberan­tasan Korupsi) secara pro­fe­sio­nal. DPR, katanya, sama sekali ti­dak me­miliki niat meng­in­ter­vensi KPK yang menangani per­kara tersebut.

“Justru DPR memberi du­ku­ngan dan dorongan kepada KPK da­lam menuntaskan kasus hu­kum yang ada. Pada prin­sip­nya, DPR memberi apresiasi positif ke­pada KPK yang telah me­ngam­bil sejumlah langkah penin­dakan,” kata politisi Partai Gerindra ini.

Hal itu, menurut Desmon, ter­lihat manakala para politisi DPR dipanggil dan diperiksa KPK. Menurut dia, sejauh ini me­reka mau datang dan mem­beri keterangan kepada pen­yi­dik yang menangani kasus ini. Lagi-lagi, katanya, hal tersebut me­nun­jukkan bahwa kesadaran hu­kum anggota DPR sudah baik.

Kalaupun belakangan masih ada anggota DPR terlibat kasus hukum, hal itu juga harus di­pandang bahwa hukum tidak pandang bulu atau sejenisnya.

“Anggota DPR juga memiliki kewajiban hukum yang sama dengan masyarakat. Tidak ada yang kebal hukum,” tegasnya.

Dia menggarisbawahi, kasus hukum yang menimpa sederet anggota DPR, termasuk Zul­kar­naen Djabar ini sangat me­ngun­dang keprihatinan. Oleh sebab itu, dia berharap hal serupa ti­dak terjadi lagi pada masa yang mendatang.

Yang paling pokok, imbuh­nya, penanganan kasus ini mesti dilaksanakan sesuai koridor hu­kum yang ada. Jangan sampai, pelaku lain yang semestinya ter­libat, justru lolos. Atau se­ba­lik­nya, orang yang tidak terlibat perkara dijadikan tumbal alias tersangka demi kepentingan-ke­pentingan tertentu.

Nama Lain Hendaknya Dituntaskan KPK

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indo­ne­sia (MAKI) Boyamin Saiman mengingatkan, perkara dugaan korupsi proyek di Kementerian Agama sangat kompleks.

Makanya, menurut Boyamin, kasus ini tidak hanya me­li­bat­kan anggota DPR Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Pra­­setya. Namun, diduga juga me­­libatkan sederet nama lain. “Hal inilah yang hendaknya men­jadi fokus untuk ditun­tas­kan KPK (Komisi Pembe­ran­ta­san Korupsi),” katanya.

Penetapan tersangka baru ter­hadap Pejabat Pembuat Ko­mit­men (PPK) Kementerian Aga­ma A Jauhari, menurut Bo­ya­min, belum cukup. Soalnya, da­lam dakwaan jaksa terhadap Zul­karnaen dan Dendy sudah tampak siapa lagi yang diduga terlibat. Di situ digambarkan fak­ta-fakta mengenai keter­li­ba­tan kolega terdakwa.

Oleh se­bab itu, KPK tidak bo­leh mengabaikan hal terse­but. Apalagi, berlarut-larut da­lam menentukan status hukum pada pihak lainnya. “Fakta hu­kum tersebut hendaknya bisa di­kembangkan dengan langkah cepat,” tandasnya.

Boyamin menilai, dakwaan jaksa pada terdakwa yang men­cantumkan Pasal 55 KUHP me­miliki makna luas. Artinya, sam­bung dia, jaksa meng­in­di­ka­sikan terdakwa diduga me­lakukan tindak pidana secara bersama-sama. “Jadi, unsur ber­sama-sama ini harus konkret dan jelas. Tidak boleh m­e­ngambang atau berhenti sampai di sini saja.”

Kendati begitu, dia meyakini, pe­nyidik kasus ini juga me­mi­liki alasan kenapa tak segera me­netapkan status tersangka pada pihak yang namanya dise­but-sebut dalam dakwaan Zul­kar­naen dan Dendy. Mungkin,  pe­nyi­dik masih kekurangan alat bukti.

Pada prinsipnya, ingat Bo­yamin, rangkaian pengusutan kasus ini hendaknya dilakukan proporsional. Jangan sam­pai memicu polemik baru yang ber­efek negatif pada pe­nun­tasan perkara. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA