Setelah tertunda Jumat lalu akibat banjir yang melanda sejumlah lokasi di Jakarta, Pengadilan Tipikor melanjutkan sidang perkara korupsi pengadaan barang dan jasa laboratorium Universitas Negeri Jakarta, kemarin.
Sidang kali ini menghadirkan terÂdakwa Ketua Panitia PengÂadaÂan yang juga dosen Fakultas TekÂnik UNJ, Tri Mulyono. Tri didakÂwa terlibat korupsi pengadaan paÂda kurun waktu 5 Januari sampai 15 Desember 2010 ini, sehingga meÂrugikan keuangan negara Rp 5,175 miliar. Jaksa penuntut umum memakai Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi untuk mendakwa Tri, deÂngan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
JPU Fitri Zulfahmi dkk menÂdakÂwa, Tri melakukan aksinya itu berÂsama Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen yang juga Pembantu Rektor III UNJ Fakhruddin pada kurun FebÂruari 2010-15 Desember 2010.
Begini ceritanya, UNJ meÂngÂadakan peralatan laboratorium dan peralatan penunjang laboÂraÂtorium pendidikan dengan pagu angÂgaran dari Ditjen Dikti KeÂmenÂterian Pendidikan dan KeÂbuÂdayaan. Nilai pengadaan ini, totalÂnya Rp 17 miliar, yang diamÂbil dari DIPA tahun 2010.
Pada Desember 2009, Permai Raya Group ikut proyek pemÂbaÂngunan Gedung Pusat Studi dan SerÂtifikat Guru UNJ melalui joint operation antara PT Mega Niaga deÂngan Pembangunan Perumahan.
Saksi Direktur Marketing PerÂmai Grup Mindo Rosalina MaÂnuÂlang melalui saksi Junior Direktur MarÂketing Permai Group GerÂhana Sianipar, memerintahkan saksi staf marketing PT Anugrah Nusantara Melia Rike untuk meÂnyiapkan pengadaan peralatan dan peralatan penunjang laboÂraÂtorium pendidikan ini. Seperti diÂketahui, Anugrah Nusantara tergabung dalam Permai Group.
Untuk melaksanakan perintah Rosa, pada Februari-Maret 2010, Melia mencari vendor atau agen perÂalatan laboratorium. Dalam menÂcari vendor, Rosa meneÂtapÂkan diskon 40 persen ditambah 3 persen untuk setiap item barang yang akan diadakan.
Untuk kesesuaian spesifikasi barang dan harga, Melia bertemu pihak UNJ, yakni Tri Mulyono, Dedi Purwana dan Suryadi. SeÂtelah harga barang didapatkan darÂi para vendor, Permai Group meÂminta para vendor mengirim peÂnawaran kepada UNJ tanpa disÂkon. Sedangkan yang dikirim kepada Permai Group adalah harÂga diskon serta pernyataan duÂkungan kepada Permai Group.
Pada Maret-April 2010, Tri meÂnerima daftar barang dan harÂgaÂnya yang kemudian diguÂnaÂkannya sebagai bahan untuk meÂnyusun spesifikasi barang dan harga perkiraan sendiri (HPS). Tapi, menurut JPU, penyusunan HPS tersebut tanpa diskon. “PeÂnyusunan HPS itu tanpa mengÂguÂnakan data dasar, tidak memÂperÂtimbangkan analisis harga satuan peÂkerjaan, dan tidak mengÂguÂnakan data yang dapat diperÂtangÂgungjawabkan, sehingga meÂnyimpang dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003,†kata JPU Zulfahmi.
Untuk memuluskan proyek ini, PT Anugrah Nusantara melalui Melia, memberikan uang Rp 10 juta juga kepada Fredy Mangatas dari CV Sinar Sakti. “Sedangkan terÂdakwa Tri Mulyono menerima uang secara bertahap yang totalÂnya Rp 837 juta,†urai Zufahmi.
Berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, terdapat keruÂgian keuangan negara Rp 5,175 miliar dalam proyek ini. “TerÂdakÂwa Tri dan terdakwa Fakhruddin memÂperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi, yakni PT Marell Mandiri atau PT Anugrah Nusantara yang terÂgaÂbung dalam konsorsium Permai Grup,†urai Zulfahmi.
Dalam menangani kasus ini, penyidik Kejaksaan Agung telah meÂmeriksa Mindo Rosalina seÂbagai saksi pada 13 Februari 2012 di Gedung KPK, Jalan RaÂsuna Said, Kuningan, Jakarta SeÂlatan. Penyidik juga telah meÂngoÂrek keterangan Rektor UNJ Bejo Suyanto sebagai saksi. Namun, hingga Tri dan Fahrudin menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Nazaruddin belum diÂperiksa sebagai saksi. Padahal, NaÂzar kerap disebut sebagai bos PerÂmai Group.
Reka Ulang
Dari Pemeriksaan Rektor Hingga Rosa
Pembantu Rektor III UniÂverÂsitas Negeri Jakarta Fakhruddin sudah duluan menjalani sidang perdana kasus korupsi pengadaan alat laboratorium UNJ di PengÂadilÂan Tipikor Jakarta.
Cukup lama Fakhruddin meÂnyanÂdang status tersangka, mengÂingat surat perintah penyiÂdikÂannya tertanggal 1 November 2011. Sedangkan berkasnya diÂnyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung pada 18 September 2012.
Berkas Fakhruddin diserahkan penyidik Kejagung kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada Rabu, 24 Oktober tahun lalu. SedangÂkan sidang perdananya digelar paÂda Selasa malam lalu, 15 JaÂnuari lalu. Artinya, Fakhrudin baru disidang setelah menyanÂdang status tersangka selama satu tahun dua bulan.
JPU mendakwa Fahrudin meÂlanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang TenÂtang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman makÂsimalnya 20 tahun penjara.
JPU Rahmat dkk mendakwa Fahrudin melakukan korupsi berÂsama-sama Ketua Panitia PengÂadaÂan Tri Mulyono hingga meruÂgikan negara Rp 5,175 miliar. Angka itu didapat kejaksaan berÂdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisÂman, penyidik sudah mengorek keÂterangan lebih dari 42 saksi. Dari para saksi yang sudah dipeÂriksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan keteÂrangÂan yang memperkuat penunÂtasan kasus ini. “Termasuk Rektor UNJ sudah dimintai keteÂrangan,†katanya.
Rektor UNJ Bejo Suyatno diÂmintai keterangan sebagai saksi kaÂrena posisinya sebagai Kuasa PengÂguna Anggaran. Hal itu pun terÂlihat dari dakwaan JPU terÂhaÂdap Fakhruddin. JPU menguÂraiÂkan, pada 2010, UNJ belanja perÂalatan laboratorium dan peralatan penunjang laboratorium dengan pagu anggaran Rp 17 miliar. Atas rencana itu, pada 5 Januari 2010, Bejo menunjuk panitia pengaÂdaÂan barang dan jasa untuk beÂbeÂrapa kegiatan.
Tri Mulyono ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan dan IfaÂtuÂrohiya Yusuf sebagai SekreÂtaÂris. Tim ini beranggotakan SuÂwanÂdi, Andi Rawang Sulistyo dan M Abud Robiudin. Tugas meÂreka membangun gedung dan faÂsilitasnya seperti mebel, perÂalatan laboratorium dan peralatan peÂnunjang operasional perkanÂtoran.
Tugas lainnya merehabilitasi Gedung Daksinapati tahap III dan Gedung Pasca Sarjana, pengerÂjaan Civil World New Building, peÂngadaan pengembangan staf akademik dan studi lanjut S3 di luar negeri dan pengadaan konÂsultan implementasi pengemÂbangÂan kurikulum.
Grup Permai yang merupakan perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet, ikut dalam proyek tersebut. “Sebelum revisi DIPA keempat, Grup Permai ikut serta dalam proyek Gedung Pusat StuÂdi dan Sertifikasi Guru di UNJ,†kata JPU Rahmat Purwanto saat memÂbacakan dakwaan.
Kasus ini menyeret nama bekas anak buah Nazaruddin, yaitu Mindo Rosalina Manulang. PeÂnyidik Kejagung memeriksa wanita berpanggilan Rosa ini seÂbagai saksi pada 13 Februari 2012 di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Perkara korupsi di UNJ ini, menambah panjang daftar kasus yang menyeret nama Rosa. SeÂkaÂdar mengingatkan, Majelis HaÂkim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Rosa terbukti terÂlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. MaÂjelis hakim menjatuhkan huÂkumÂan 2,5 tahun penjara untuk Rosa.
Perkara UNJ Tidak Sebatas Panitia Pengadaan
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR AchÂmad Basarah menyatakan, semua pihak yang patut diduga terlibat kasus korupsi pengaÂdaÂan barang dan jasa di UniÂverÂsitas Negeri Jakarta (UNJ) harus segera diproses.
“Jangan sampai ada diskriÂmiÂnasi, apalagi upaya meÂnyeÂlaÂmatÂÂkan pihak-pihak tertentu. Dalam krimonologi korupsi, kaÂsus UNJ ini tidak mungkin diÂlakukan Pejabat Pembuat KoÂmitmen dan Ketua Panitia Pengadaan saja,†kata Basarah.
Menurut Basarah, Kejaksaan Agung seharusnya melakukan peÂnyelidikan dan penyidikan yang lebih komprehensif. Tidak hanya menelisik peran panitia peÂngadaan dan pemenang tenÂder, teÂÂtapi juga para pembuat anggaran.
“Melihat tipologi kasus koÂrupsi sebagai kejahatan yang dilakukan banyak pihak, pelaku kaÂsus ini patut diduga juga meÂlibatkan pihak swasta. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, diÂmulai dari proses penentuan anggaran,†ujarnya.
Makanya, dia pun menyaÂranÂkan Kejaksaan Agung agar meÂneÂÂlisik kasus ini sejak proses awal anggaran tersebut diseÂtujui. Bukan cuma pada tahap peÂÂÂlakÂsanaannya di UNJ. “PengaÂdaan terjadi setelah ada persetujuan anggaran. Maka, Kejagung bisa mengusut sampai pada proses peÂnetapan anggarannya,†tandas dia.
Jika Kejagung hanya meÂnaÂngani kasus ini sampai pada duÂgaan keterlibatan dua terdakwa dari pihak UNJ, maka masyaÂraÂkat bisa curiga. Publik bisa meÂnilai penanganan kasus ini disÂkriminatif. Apalagi, dugaan keterlibatan pihak lainnya, suÂdah tampak dalam surat dakÂwaan terhadap dua terdakwa dari UNJ itu. “Jangan ada disÂkriminasi,†ujarnya.
Sejauh ini, menurutnya, peÂnguÂsutan kasus tersebut di KeÂjakÂsaan Agung bisa dinilai belum komprehensif. Soalnya, peÂnanganan kasus tersebut baru menghasilkan dua terdakwa, apalagi terdakwa itu dari pihak UNJ saja. “Semua yang patut diduga terlibat, harus diusut,†tanÂdasnya.
Penelusuran Mesti Sampai Pemenang Tender
Agustinus Pohan, Dosen Unpar
Dosen Hukum Pidana UniÂverÂsitas Parahyangan Agustinus PoÂhan menilai, pengusutan perÂkara korupsi pengadaan alat laÂboÂratorium ini, terkesan berÂjalan lambat. “Entah apa kenÂdaÂlanya,†kata dia, kemarin.
Akan tetapi, Agustinus tidak menyatakan, apakah ada ketiÂdakÂÂwajaran dalam pengusutan kasus yang berjalan lambat ini. “Apapun bisa terjadi, tapi kita tiÂdak hendak menuduh,†ujarnya.
Dia kemudian meminta KeÂjakÂsaan Agung mengusut seÂmua pihak yang diduga terlibat kasus korupsi pengadaan di UniverÂsitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, terÂmasuk pihak swasÂta atau peÂngusahanya. “LamÂbannya pengusutan mungkin saja karena ada kendala. Tapi, biar baÂgaiÂmana pun, mutlak harus diteÂlusuri ke pemenang tender dan mungkin saja hingga ke pemÂbuat anggaran,†tandasnya.
Agustinus menegaskan, KeÂjakÂsaan Agung tidak boleh mengÂhentikan proses peÂnyiÂdikan walaupun dua terdakwa seÂdang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor) Jakarta. “SeÂhaÂrusnya, pengusutan terus berÂlangsung dan tidak perlu meÂnungÂgu hasil persidangan,†ujarnya.
Menurutnya, hasil persiÂdangÂan perlu juga untuk pengusutan terhadap pelaku lainnya. Akan tetapi, pengusutan tidak harus menunggu hasil persidangan.
Berdasarkan sidang perdana dua terdakwa, ada dugaan keÂterlibatan pihak swasta. Dugaan ini, menurut dia, semestinya bisa dikembangkan Kejaksaan Agung. Hal lainnya yang patut ditelusuri adalah pembahasan angÂgarannya. Sebab, dengan meÂnelisik pembahasan anggÂarÂannya, perkara dugaan korupsi ini bisa ditangani secara meÂnyeluruh. “Pembahasan angÂgarannya juga perlu ditelusuri,†kata dia. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: