Dosen UNJ Jadi Terdakwa Kasus Korupsi Laboratorium

Permai Grup Disebut Dalam Surat Dakwaan

Selasa, 22 Januari 2013, 09:13 WIB
Dosen UNJ Jadi Terdakwa Kasus Korupsi Laboratorium
Universitas Negeri Jakarta
rmol news logo Setelah tertunda Jumat lalu akibat banjir yang melanda sejumlah lokasi di Jakarta, Pengadilan Tipikor melanjutkan sidang perkara korupsi pengadaan barang dan jasa laboratorium Universitas Negeri Jakarta, kemarin.

Sidang kali ini menghadirkan ter­dakwa Ketua Panitia Peng­ada­an yang juga dosen Fakultas Tek­nik UNJ, Tri Mulyono. Tri didak­wa terlibat korupsi pengadaan pa­da kurun waktu 5 Januari sampai 15 Desember 2010 ini, sehingga me­rugikan keuangan negara Rp 5,175 miliar. Jaksa penuntut umum memakai Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi untuk mendakwa Tri, de­ngan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

JPU Fitri Zulfahmi dkk men­dak­wa, Tri melakukan aksinya itu ber­sama Pejabat Pembuat Ko­mit­men yang juga Pembantu Rektor III UNJ Fakhruddin pada kurun Feb­ruari 2010-15 Desember 2010.

Begini ceritanya, UNJ me­ng­adakan peralatan laboratorium dan peralatan penunjang labo­ra­torium pendidikan dengan pagu ang­garan dari Ditjen Dikti Ke­men­terian Pendidikan dan Ke­bu­dayaan. Nilai pengadaan ini, total­nya Rp 17 miliar, yang diam­bil dari DIPA tahun 2010.

Pada Desember 2009, Permai Raya Group ikut proyek pem­ba­ngunan Gedung Pusat Studi dan Ser­tifikat Guru UNJ melalui joint operation antara PT Mega Niaga de­ngan Pembangunan Perumahan.

Saksi Direktur Marketing Per­mai Grup Mindo Rosalina Ma­nu­lang melalui saksi Junior Direktur Mar­keting Permai Group Ger­hana Sianipar, memerintahkan saksi staf marketing PT Anugrah Nusantara Melia Rike untuk me­nyiapkan pengadaan peralatan dan peralatan penunjang labo­ra­torium pendidikan ini. Seperti di­ketahui, Anugrah Nusantara tergabung dalam Permai Group.

Untuk melaksanakan perintah Rosa, pada Februari-Maret 2010, Melia mencari vendor atau agen per­alatan laboratorium. Dalam men­cari vendor, Rosa mene­tap­kan diskon 40 persen ditambah 3 persen untuk setiap item barang yang akan diadakan.

Untuk kesesuaian spesifikasi barang dan harga, Melia bertemu pihak UNJ, yakni Tri Mulyono, Dedi Purwana dan Suryadi. Se­telah harga barang didapatkan dar­i para vendor, Permai Group me­minta para vendor mengirim pe­nawaran kepada UNJ tanpa dis­kon. Sedangkan yang dikirim kepada Permai Group adalah har­ga diskon serta pernyataan du­kungan kepada Permai Group.

Pada Maret-April 2010, Tri me­nerima daftar barang dan har­ga­nya yang kemudian digu­na­kannya sebagai bahan untuk me­nyusun spesifikasi barang dan harga perkiraan sendiri (HPS). Tapi, menurut JPU, penyusunan HPS tersebut tanpa diskon. “Pe­nyusunan HPS itu tanpa meng­gu­nakan data dasar, tidak mem­per­timbangkan analisis harga satuan pe­kerjaan, dan tidak meng­gu­nakan data yang dapat diper­tang­gungjawabkan, sehingga me­nyimpang dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003,” kata JPU Zulfahmi.

Untuk memuluskan proyek ini, PT Anugrah Nusantara melalui Melia, memberikan uang Rp 10 juta juga kepada Fredy Mangatas dari CV Sinar Sakti. “Sedangkan ter­dakwa Tri Mulyono menerima uang secara bertahap yang total­nya Rp 837 juta,” urai Zufahmi.

Berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, terdapat keru­gian keuangan negara Rp 5,175 miliar dalam proyek ini. “Ter­dak­wa Tri dan terdakwa Fakhruddin mem­perkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi, yakni PT Marell Mandiri atau PT Anugrah Nusantara yang ter­ga­bung dalam konsorsium Permai Grup,” urai Zulfahmi.

Dalam menangani kasus ini, penyidik Kejaksaan Agung telah me­meriksa Mindo Rosalina se­bagai saksi pada 13 Februari 2012 di Gedung KPK, Jalan Ra­suna Said, Kuningan, Jakarta Se­latan. Penyidik juga telah me­ngo­rek keterangan Rektor UNJ Bejo Suyanto sebagai saksi. Namun, hingga Tri dan Fahrudin menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Nazaruddin belum di­periksa sebagai saksi. Padahal, Na­zar kerap disebut sebagai bos Per­mai Group.

Reka Ulang

Dari Pemeriksaan Rektor Hingga Rosa

Pembantu Rektor III Uni­ver­sitas Negeri Jakarta Fakhruddin sudah duluan menjalani sidang perdana kasus korupsi pengadaan alat laboratorium UNJ di Peng­adil­an Tipikor Jakarta.

Cukup lama Fakhruddin me­nyan­dang status tersangka, meng­ingat surat perintah penyi­dik­annya tertanggal 1 November 2011. Sedangkan berkasnya di­nyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung pada 18 September 2012.

Berkas Fakhruddin diserahkan penyidik Kejagung kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada Rabu, 24 Oktober tahun lalu. Sedang­kan sidang perdananya digelar pa­da Selasa malam lalu, 15 Ja­nuari lalu. Artinya, Fakhrudin baru disidang setelah menyan­dang status tersangka selama satu tahun dua bulan.

JPU mendakwa Fahrudin me­langgar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang Ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman mak­simalnya 20 tahun penjara.

JPU Rahmat dkk mendakwa Fahrudin melakukan korupsi ber­sama-sama Ketua Panitia Peng­ada­an Tri Mulyono hingga meru­gikan negara Rp 5,175 miliar. Angka itu didapat kejaksaan ber­dasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­ris­man, penyidik sudah mengorek ke­terangan lebih dari 42 saksi. Dari para saksi yang sudah dipe­riksa itu, lanjut Adi, sebagian besar sudah memberikan kete­rang­an yang memperkuat penun­tasan kasus ini. “Termasuk Rektor UNJ sudah dimintai kete­rangan,” katanya.

Rektor UNJ Bejo Suyatno di­mintai keterangan sebagai saksi ka­rena posisinya sebagai Kuasa Peng­guna Anggaran. Hal itu pun ter­lihat dari dakwaan JPU ter­ha­dap Fakhruddin. JPU mengu­rai­kan, pada 2010, UNJ belanja per­alatan laboratorium dan peralatan penunjang laboratorium dengan pagu anggaran Rp 17 miliar. Atas rencana itu, pada 5 Januari 2010, Bejo menunjuk panitia penga­da­an barang dan jasa untuk be­be­rapa kegiatan.

Tri Mulyono ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pengadaan dan Ifa­tu­rohiya Yusuf sebagai Sekre­ta­ris. Tim ini beranggotakan Su­wan­di, Andi Rawang Sulistyo dan M Abud Robiudin. Tugas me­reka membangun gedung dan fa­silitasnya seperti mebel, per­alatan laboratorium dan peralatan pe­nunjang operasional perkan­toran.

Tugas lainnya merehabilitasi Gedung Daksinapati tahap III dan Gedung Pasca Sarjana, penger­jaan Civil World New Building, pe­ngadaan pengembangan staf akademik dan studi lanjut S3 di luar negeri dan pengadaan kon­sultan implementasi pengem­bang­an kurikulum.

Grup Permai yang merupakan perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus suap Wisma Atlet, ikut dalam proyek tersebut. “Sebelum revisi DIPA keempat, Grup Permai ikut serta dalam proyek Gedung Pusat Stu­di dan Sertifikasi Guru di UNJ,” kata JPU Rahmat Purwanto saat mem­bacakan dakwaan.

Kasus ini menyeret nama bekas anak buah Nazaruddin, yaitu Mindo Rosalina Manulang. Pe­nyidik Kejagung memeriksa wanita berpanggilan Rosa ini se­bagai saksi pada 13 Februari 2012 di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Perkara korupsi di UNJ ini, menambah panjang daftar kasus yang menyeret nama Rosa. Se­ka­dar mengingatkan, Majelis Ha­kim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Rosa terbukti ter­libat kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Ma­jelis hakim menjatuhkan hu­kum­an 2,5 tahun penjara untuk Rosa.

Perkara UNJ Tidak Sebatas Panitia Pengadaan

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ach­mad Basarah menyatakan, semua pihak yang patut diduga terlibat kasus korupsi penga­da­an barang dan jasa di Uni­ver­sitas Negeri Jakarta (UNJ) harus segera diproses.

“Jangan sampai ada diskri­mi­nasi, apalagi upaya me­nye­la­mat­­kan pihak-pihak tertentu. Dalam krimonologi korupsi, ka­sus UNJ ini tidak mungkin di­lakukan Pejabat Pembuat Ko­mitmen dan Ketua Panitia Pengadaan saja,” kata Basarah.

Menurut Basarah, Kejaksaan Agung seharusnya melakukan pe­nyelidikan dan penyidikan yang lebih komprehensif. Tidak hanya menelisik peran panitia pe­ngadaan dan pemenang ten­der, te­­tapi juga para pembuat anggaran.

“Melihat tipologi kasus ko­rupsi sebagai kejahatan yang dilakukan banyak pihak, pelaku ka­sus ini patut diduga juga me­libatkan pihak swasta. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, di­mulai dari proses penentuan anggaran,” ujarnya.

Makanya, dia pun menya­ran­kan Kejaksaan Agung agar me­ne­­lisik kasus ini sejak proses awal anggaran tersebut dise­tujui. Bukan cuma pada tahap pe­­­lak­sanaannya di UNJ. “Penga­daan terjadi setelah ada persetujuan anggaran. Maka, Kejagung bisa mengusut sampai pada proses pe­netapan anggarannya,” tandas dia.

Jika Kejagung hanya me­na­ngani kasus ini sampai pada du­gaan keterlibatan dua terdakwa dari pihak UNJ, maka masya­ra­kat bisa curiga. Publik bisa me­nilai penanganan kasus ini dis­kriminatif. Apalagi, dugaan keterlibatan pihak lainnya, su­dah tampak dalam surat dak­waan terhadap dua terdakwa dari UNJ itu.  “Jangan ada dis­kriminasi,” ujarnya.

Sejauh ini, menurutnya, pe­ngu­sutan kasus tersebut di Ke­jak­saan Agung bisa dinilai belum komprehensif. Soalnya, pe­nanganan kasus tersebut baru menghasilkan dua terdakwa, apalagi terdakwa itu dari pihak UNJ saja. “Semua yang patut diduga terlibat, harus diusut,” tan­dasnya.

Penelusuran Mesti Sampai Pemenang Tender

Agustinus Pohan, Dosen Unpar

Dosen Hukum Pidana Uni­ver­sitas Parahyangan Agustinus Po­han menilai, pengusutan per­kara korupsi pengadaan alat la­bo­ratorium ini, terkesan ber­jalan lambat. “Entah apa ken­da­lanya,” kata dia, kemarin.

Akan tetapi, Agustinus tidak menyatakan, apakah ada keti­dak­­wajaran dalam pengusutan kasus yang berjalan lambat ini. “Apapun bisa terjadi, tapi kita ti­dak hendak menuduh,” ujarnya.

Dia kemudian meminta Ke­jak­saan Agung mengusut se­mua pihak yang diduga terlibat kasus korupsi pengadaan di Univer­sitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, ter­masuk pihak swas­ta atau pe­ngusahanya. “Lam­bannya pengusutan mungkin saja karena ada kendala. Tapi, biar ba­gai­mana pun, mutlak harus dite­lusuri ke pemenang tender dan mungkin saja hingga ke pem­buat anggaran,” tandasnya.

Agustinus menegaskan, Ke­jak­saan Agung tidak boleh meng­hentikan proses pe­nyi­dikan walaupun dua terdakwa se­dang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) Jakarta. “Se­ha­rusnya, pengusutan terus ber­langsung dan tidak perlu me­nung­gu hasil persidangan,” ujarnya.

Menurutnya, hasil persi­dang­an perlu juga untuk pengusutan terhadap pelaku lainnya. Akan tetapi, pengusutan tidak harus menunggu hasil persidangan.

Berdasarkan sidang perdana dua terdakwa, ada dugaan ke­terlibatan pihak swasta. Dugaan ini, menurut dia, semestinya bisa dikembangkan Kejaksaan Agung. Hal lainnya yang patut ditelusuri adalah pembahasan ang­garannya. Sebab, dengan me­nelisik pembahasan angg­ar­annya, perkara dugaan korupsi ini bisa ditangani secara me­nyeluruh. “Pembahasan ang­garannya juga perlu ditelusuri,” kata dia. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA