Bekas Direktur Utama IM2 Dilimpahkan Ke Kejari Jaksel

Perkara Dugaan Korupsi Penggunaan Jaringan 3G

Selasa, 01 Januari 2013, 09:11 WIB
Bekas Direktur Utama IM2 Dilimpahkan Ke Kejari Jaksel
Indar Atmanto
rmol news logo Setelah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G generasi ketiga oleh PT Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) awal Januari 2012, bekas Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto akan menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Penyidik Kejaksaan Agung yang mengusut kasus ini telah menyatakan berkas perkara ini lengkap atau P21, dan sudah dilakukan penyerahan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk selanjutnya dibawa ke Pengadilan Tipikor.

“Per tanggal 27 Desember 2012 sudah dilakukan penyerahan tahap dua atas tersangka Indar Atmanto,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi.

Menurut Untung, proses penyerahan tahap dua berupa orang, berkas dan bukti-bukti itu disaksikan penasehat hukum Indar, yaitu Luhut MP Pangaribuan. Untuk persiapan menghadapi persidangan, Indar ditahan penyidik.

“Sifatnya penahanan kota, terhitung sejak 19 Desember 2012 sampai 7 Januari 2013,” jelasnya. Pelimpahan berkas perkara Indar ke Pengadilan Tipikor dilakukan berdasarkan Surat Nomor:b- 1961/APB/Sel/Ft/12/2012 tanggal 27 Desember 2012. Adapun kerugian negara dalam kasus ini, menurut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 1,3 triliun.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi membenarkan bahwa tersangka itu dalam proses menuju pengadilan. Menurutnya, kejaksaan telah menunjuk 11 jaksa untuk menghadapi persidangan di Pengadilan Tipikor itu. “Ketua timnya Fadil Zumhana,” ujarnya.

Terkait kasus ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring telah melayangkan surat ke Kejagung yang menegaskan, kerja sama internet 3G di IM2 sesuai aturan. Surat tersebut ditembuskan juga kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri.

Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto, surat Menkominfo itu bisa menjadi pertimbangan kuat bagi Kejagung dalam menangani kasus ini.

Dalam surat tersebut dijelaskan, kerjasama Indosat dan IM2 itu sudah sesuai aturan perundangundangan. “Kerja sama seperti ini bukan hanya di Indosat, tapi seluruh perusahaan operator melakukan hal yang sama,” kata Gatot.

Dia menambahkan, penyelenggaraan 3G perlu didukung sebagai kemajuan teknologi di Indonesia. “Kami bukan mau mengintervensi masalah, tapi hanya menyampaikan, apa yang dilakukan sudah sesuai aturan dan bisa dipertanggungjawabkan. Diharapkan, masalah ini tidak mengganggu bisnis telekomunikasi,” ujar Gatot.

Kendati begitu, kasus ini terus bergulir di kejaksaan. Bahkan, Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka baru kasus ini, yakni bekas Direktur PT Indosat Johny Swandi Sjam. Sedangkan tersangka Indar Atmanto, statusnya akan meningkat menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor.

Menurut Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi, Indar akan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Serta dakwaan subsidair dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Indar ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor:print-04/ F.2/Fd.1/01/2012 tanggal 18 Januari 2012.

Reka Ulang

Bermula Dari Tanda Tangan Kerja Sama

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, kerja sama Indosat dengan anak perusahaannya, Indosat Mega Media (IM2) dalam hal penggunaan jaringan bergerak seluler pita frekuensi radio 2,1 Ghz/3G, tidak ada yang salah.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas layanan. “Kalau memang terjadi penyelewengan, kami di Kementerian pasti sudah teriak duluan. Jangankan triliunan, Rp 5 juta saja saya kejar. Jangan sampai hal yang tidak logis, malah merugikan bisnis telekomunikasi,” katanya.

Menkominfo khawatir, jika kasus ini diteruskan akan membuka peluang terjadinya aksi pemerasan terhadap operator, yang pernah terjadi sebelumnya.

“Polemik ini bisa membuat investor takut dan hengkang dari Indonesia. Apalagi, Qatar Telecom telah menyurati Presiden SBY terkait polemik layanan 3G ini. Jangan sampai masalah ini mengganggu bisnis telekomunikasi jadi tidak kondusif,” wantiwantinya.

Mengenai suratnya ke Kejagung, Tifatul menyatakan, itu untuk menjelaskan masalah yang terjadi. Layanan 3G Indosat, menurut dia, sudah sesuai aturan.

Menkominfo juga meminta Kejagung bijak menalar kasus ini dan mempertimbangkan masukan berbagai pihak.

“Kami siap dipanggil Kejagung maupun DPR untuk memberikan keterangan. Ini sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kemajuan industri telekomunikasi,” ucapnya.

Kasus ini berawal pada 24 November 2006, dimana Indosat dan anak perusahaannya, IM2 diduga menyalahgunakan jaringan bergerak seluler pita frekuensi radio 2,1 Ghz/3G. Caranya, dengan menjual internet broadband jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 Ghz/3G milik Indosat, tapi diklaim sebagai produk IM2, sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama dan tertulis pada kemasan internet IM2 3G broadband.

Kemudian, data pelanggan penggunaan jaringan 3G dipisahkan dari data pelanggan Indosat. Penandatanganan perjanjian antara Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dengan Wakil Direktur Utama Indosat Kaizad Bonnie Heerjee terjadi pada 2006. Perjanjian itu untuk melakukan penyelenggaraan jaringan internet 3G secara bersama dengan IM2.

Maka, sejak 2006 hingga 2011, IM2 menggunakan jaringan 3G yang dimiliki Indosat.

Kejagung menyangka, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku.

Soalnya, yang mengantongi izin jaringan itu dari negara adalah Indosat, bukan IM2. Sehingga, menurut Kejagung, kasus ini menimbulkan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Angka itu didapat Kejagung dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut Kejagung, penyelenggara jasa penggunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 Ghz/3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat.

Jaringan telekomunikasi yang dapat disewakan kepada pihak lain, hanyalah jaringan tetap tertutup, sesuai Pasal 9 Undang Undang Telekomunikasi.

Guna mendalami kasus ini, tim penyidik Kejagung melakukan pemeriksaan penggunaan frekuensi di Bandung dan Jakarta dan penggeledahan di Kantor PT IM2 pada 25 Januari 2012. Kemudian, ditindaklanjuti penyitaan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor:Print-04/F.2/Fd.1/01/2012 tanggal 19 Januari 2012.

Janggal Bila Terdakwanya Hanya Satu

AHMAD BASARAH, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah menilai, Kejaksaan Agung dapat dinilai tidak maksimal jika hanya membawa satu tersangka kasus Indosat/

IM2 ke pengadilan. Bahkan, katanya, publik bisa curiga. “Kecurigaan itu, pertama, tersangkanya hanya satu orang dalam waktu yang cukup lama. Setelah hampir satu tahun, tersangkanya baru bertambah satu.

Kedua, tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka. Ini tentu menjadi pertanyaan, ada apa dengan penanganan perkara ini,” kata politisi PDIP ini. Basarah pun mengingatkan Kejaksaan Agung agar tidak berhenti pada pelengkapan berkas satu tersangka saja. “Tentu penyidik tidak boleh berpuas diri dan menganggap kasus ini selesai setelah menjerat satu tersangka. Semestinya penyidik menelusuri keterlibatan pihakpihak lain yang patut diduga terlibat,” ucapnya.

Bagi anggota Komisi Hukum DPR ini, janggal bila dalam sebuah kasus korupsi seperti ini, hanya satu orang yang disidang sebagai terdakwa. “Ini berkenaan dengan kerugian keuangan negara yang begitu besar, seperti sangkaan Kejagung selama ini. Persoalannya, apakah mungkin melakukan itu seorang diri? Ini harus dijelaskan Kejaksaan Agung, mengapa bisa seperti itu,” katanya.

Basarah meminta Kejaksaan Agung bersikap transparan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi, termasuk perkara Indosat/IM2 ini. Dia mengingatkan, jangan sampai penanganan perkara korupsi seperti ini, malah menjadi bahan tertawaan masyarakat karena sejumlah kejanggalan yang begitu terasa.

“Harus diusut tuntas semua, karena hal itu bisa menjatuhkan kredibilitas Kejaksaan Agung di mata publik,” tandasnya.

Ada Pendapat Bahwa Ini Bukan Kasus Korupsi

AGUSTINUS POHAN, Pengajar Ilmu Hukum

Pengajar ilmu hukum Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menjelaskan, tindak pidana korupsi sangat jarang dilakukan satu orang saja. “Pada umumnya korupsi melibatkan lebih dari satu orang, sekalipun hal tersebut tidak bersifat mutlak,” ujarnya.

Walau begitu, lanjut Agustinus, bukan berarti tidak ada kasus korupsi yang pelakunya satu orang saja. “Kalau bicara kemungkinan, maka kemungkinan itu ada saja, sekalipun tidak lazim. Soalnya, pada umumnya ada pihak lain yang membantu atau turut serta,” kata dia.

Berdasarkan syarat dikatakan terjadinya tindak pidana korupsi, menurutnya, yakni ada kekuasaan yang disalahgunakan.

Maka, pihak yang dianggap sebagai pelaku hanyalah orang yang mempunyai kekuasaan.

“Pihak lain yang tidak mempunyai kesadaran adanya penyalahgunaan wewenang, tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka, karena tidak memenuhi persyaratan dalam penyertaan,” urainya.

Mengenai kinerja penyidik Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini, Agustinus menyampaikan ada kemungkinankemungkinan yang membuat pengusutan menjadi lamban.

“Saya tidak mempunyai informasi tentang apa yang menyebabkan lambannya penanganan.

Sangat mungkin berkaitan dengan aspek hukum, dimana ada pendapat bahwa

persoalan itu bukan merupakan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Di sisi lain, katanya, Kejagung menyangka langkah Indosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku.

Soalnya, yang mengantongi izin jaringan 3G itu dari pemerintah adalah Indosat, bukan IM2. Sehingga, menurut Kejagung, kasus ini menimbulkan kerugian keuangan negara.

Soalnya, penyelenggara jasa penggunaan jaringan seluler 3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA