.Macet dan banjir terus menghantui Ibukota Negara,Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki Tahaja Purnama atau Ahok yang diharapkan bisa mengatasi dua persoalan itu, belum menunjukkan langkah brilian. Padahal, blue print penanganan macet dan banjir sudah dirancang sejak lama.
Bekas Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mengakui, blue print penanganan banjir dan macet sudah dirancang sejak dirinya meÂmimpin Jakarta.
“Masalah krusial di DKI JaÂkarta memang banjir dan keÂmacetan. Sebenarnya dua-duanya sudah ada blueprintnya di zaman saya, tinggal diteruskan saja,†kaÂta Sutiyoso kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Pria yang akrab disapa Bang Yos ini juga yakin, jika poin-poin yang ada dalam blue print terÂsebut dijalankan dengan baik oleh JokoÂwi-Ahok, mereka akan dikeÂnang oleh masayarakat sepanjang masa.
“Kalau Jokowi-Ahok bisa seleÂsaikan masalah-masalah DKI JaÂkarta, mereka akan menjadi kepala daerah Ibukota legendaÂris,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa saja sih sisi blue print itu?
Di dalamnya ada penanganan banÂjir di Jakarta seperti bagaimaÂna menangani 13 sungai, bagaiÂmana penanggulangan 40 persen air di permukaan laut dan bagaiÂmana mengurangi rob, itu semua sudah ada. Artinya tinggal mengÂeksekusi saja.
Apa sempat dijalankan di zaman anda?
Ya. Dulu ada rencana pembuaÂtan deep panel dan sudah saya tawarkan ke Menteri PU dan peÂmeÂrintah waktu itu. Hanya saja saya tidak sempat meninjau ke Malaysia.
Kenapa?
Karena saat mau dijalankan, saya keburu turun jabatan. Kabar terbaru saya dengar Jokowi akan teÂruskan itu. Cuma yang saya maÂsih belum terpikirkan adalah jika terowongan dipakai untuk aliri air dan dibuka lagi untuk jalur kenÂdaraan, tentunya akan banyak koÂtoÂran bekas banjir. Lalu bagaiÂmana membersihkannya? Berapa lama perawatannya?
Apa yang anda sarankan?
Kalau mau dilanjutkan, saya sarankan sebelum membuat teroÂwongan untuk atasi banjir, JokoÂwi harus buat tim kecil untuk tinÂjau ke Malaysia masalah deep paÂnel itu. Termasuk sistem buka tuÂtup untuk kendaraannya juga.
Kalau masalah macet bagaiÂmana?
Nah, kalau macet juga ada blueprintnya. Di zaman saya diÂseÂbut Pola Transportasi Makro (PTM), di dalamnya ada busway, monorel, MRT, water way yang teÂrintegrasi, termasuk dalam mengÂakses kepada kota tetangga Jakarta.
Sudah jalan semua saat itu?
Semuanya sudah berjalan dan diÂmulai, bus way sudah jalan 10 koÂridor dan ditambah di zaman pak Fauzi Bowo menjadi 11 koriÂdor, tinggal empat koridor lagi yang belum.
Untuk monorel sudah memaÂsuki tahap pencanangan dan kaji, tinggal diteruskan. MRT juga meÂmang harus dibangun tahun deÂpan tepatnya bulan maret 2013.
Masalah ganjil-genap yang rencananya diterapkan tahun depan bagaimana?
Wacana genap ganjil itu sebeÂnarnya saya yang utarakan di taÂhun 2003, yakni sepulang kunÂjuÂngan saya ke Amerika Latin, teÂpatÂnya dari Bogota dan Mexico CiÂty. Karena di sana ada peratuÂran ganÂjil-genap. Tetapi setelah sampai di Jakarta, saya undang pakar-pakar transportasi, lalu saÂya cari apa perbedaannya dengan kita.
Apa yang anda dapatkan?
Jawabannya, mereka (Bogota dan Mexico City) sudah memiliki jaÂringan transportasi yang bagus dan jumlah yang cukup, semenÂtara kita belum.
Oleh karena itu, aturan genap ganjil di sana bisa jalan dan maÂsyaÂrakat pindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Sedangkan 2003 sampai saat ini menurut saya, transpotasi umum DKI Jakarta masih sangat kuÂrang dan buruk. Sehingga kaÂlau ganjil-genap diterapkan akan sangat sulit dan berat, bukan itu saja masyarakat pindah ke transÂportasi umum bisa dilakukan, tapi saya yakin itu tidak akan signifiÂkan hasilnya. Akhirnya orang akan mengakali aturan saja.
Maksudnya mengakali itu seperti apa?
Misalnya ada masyarakat yang akan membeli dua nomor dan lainnya. Kalau kita cermati, sekaÂrang yang punya mobil ada tiga kelompok. Yakni kelompok atas seperti orang yang tinggal di PonÂdok Indah, Kapuk Indah dan daerah mewah lainnya. Mobilnya bukan dua, tapi bisa ada enam bahÂkan lebih, dan peraturan ini tidak berpengaruh bagi mereka, karena dia tinggal tukar-tukar mobil saja.
Kelompok menengah saat ini juga paling tidak memiliki dua moÂbil, mobil tidak harus baru. KaÂlau memiliki nomor genap seÂmua tentu akan tukar dengan yang nomornya ganjil.
Nah kalau yang kelas bawah atau memiliki satu mobil pasti ngaÂkalin, karena dia belum bisa pindah ke transportasi umum dan setahu saya saat ini dua persen Jakarta dipadati mobil umum dan 98 persennya mobil pribadi. Jadi, masih belum saatnya diterapkan ganjil-genap ini.
Jadi harusnya bagaimana?
Mau tidak mau Jokowi harus fokus melanjutkan blueprint. YakÂni dengan menambah bus way sehingga genap menjadi 14 koridor, monorel dilanjutkan, MRT mulai dibangun juga, baru peraturan apapun seperti system Electronic Road Pricing (ERP), ganjil-genap, three in one dan tarif parkir dimahalkan tidak maÂsalah, karena itu akan mudah.
Saat ini 750.000 kendaraan seÂkitar Bodetabek masuk Jakarta paÂgi hari dan keluar Jakarta sore ini terjadi setiap hari. Itu bukan salah mereka karena transportasi beÂlum baik. Kalau aksesnya baik tentu tidak begini. Sekarang ini transporÂtasi makro yang sudah dirancang saya waktu itu tembus ke mereka di Tangerang, Bekasi bisa diakses deÂngan Monorel dan bus way, untuk Depok dan Bogor dengan MRT.
Apakah kini saatnya juga konsep Megapolitan dihidupÂkan?
Dulu memang ada konsep MeÂgapolitan untuk mengatasi banjir, kemacetan, sampah, lintas penÂduduk, karena itu yang krusial. Saya berpikiran kalau ada lembaÂganya yang atur itu akan enteng mengurus Jakarta. Lalu daerah penyangga yang ada sekarang tentu akan dapat ‘madu’nya nanti.
Kenapa?
Karena kawasan tata ruang itu bisa dibuka lebar. Jadi pemaÂhaÂmanÂnya bukan Megapolitan adaÂlah penggabungan daerah adÂministrasi, maksudnya bukan maÂsuk semua ke Jakarta. Kita hanya mau gabungkan tata ruangnya.
Memang rencananya tata ruang itu digabungkan sampai mana?
Sampai Cianjur. Rencananya kita akan tata bersama-sama seÂcara sinergi, dengan begitu JakarÂta bisa moratorium pembangunan gedung karena sudah penuh. MaÂka para developer nantinya akan lari ke tetangga Jakarta, artinya ekoÂnomi daerah penyangga akan tumÂbuh dengan baik karena maÂsalah transportasi sudah terinteÂgraÂsi, tidak ada masalah mau tingÂgal di Sentul, Depok dan lainnya.
Waktu itu saya pernah ekspose ini di depan wali kota gubernur dan bupati daerah sekitar, mereka sudah setuju. Hanya saja oleh pemerintah tidak dibangun dan dibentuk Megapolitan itu. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: