WAWANCARA

Haryono Umar: Anggaran Rp 300 Triliun Mestinya Dinikmati Rakyat

Sabtu, 29 Desember 2012, 09:21 WIB
Haryono Umar: Anggaran Rp 300 Triliun Mestinya Dinikmati Rakyat
Haryono Umar

rmol news logo Untuk mencegah terjadinya korupsi hingga ke tingkat paling bawah atau daerah, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan(Kemendikbud) Haryono Umar, selalu berkoordinasi dengan KPK.

“Yang jelas, kalau untuk pence­gahan kami selalu melakukannya dengan KPK. Kami terus bekerja sama dengan KPK,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Kemendikbud, lanjut dia, su­dah membangun zona integritas dan unit gratifikasi. Pihaknya akan selalu melaporkan ke KPK ter­kait laporan harta kekayaan dan upaya pencegahan lainnya.

“Jika hasil audit kami mene­mu­kan hal-hal yang perlu ditin­daklanjuti maka kami sampaikan ke KPK. Selain itu, KPK juga se­ring minta hasil audit ke kami kan. Dan kami siap membantu KPK,” katanya.

Urusan kelola anggaran, Har­yono mengaku sudah menerap­kan pola baru di Kemendikbud. Mi­­salnya, di Perguruan Tinggi dan Kopertis dibentuk inspektur yang secara khusus mengawasi anggaran secara detail.

Berikut kutipan selengkapnya:

Pola kerja audit sebelumnya se­perti apa, sehingga Anda ha­rus mengubahnya?

Dulu, pola kerjanya per wila­yah. Misalnya Sumatera, Jawa, atau Indonesia bagian timur. Jadi tidak fokus ketika melakukan audit.

Dengan pola pengawasan baru maka pengawasan anggaran dan pengelolaannya bisa akuntabel. Pengadaannya tidak seperti tahun sebelumnya yang disinyalir ada per­mainan-permainan. Karena ta­hun lalu itu tidak ada yang fo­kus me­na­ngani semacam itu, dan peme­rik­saannya pun hanya kulit-kulitnya.

   

Pengawasan hanya dari Kemendikbud dan KPK?

Tidak dong. Pengawasan se­ma­cam ini tidak bisa sendiri, se­hingga kami berkolaborasi de­ngan berbagai pihak. Yaitu, BPKP, KPK, BPK, LSM, dan media.


Kemendikbud tidak mampu melakukan pengawasan sen­diri?

Bukan seperti itu. Tetapi karena terlalu banyaknya persoalan. Selain itu, yang kami layani ini masya­rakat luas terutama yang tidak mam­pu sekolah. Kadang-kadang program dari kementerian ini tidak sampai ke tingkat bawah.

   

Bukankah sudah ada dirjen yang khusus mengurusi perma­salahan seperti itu?

Betul. Ini memang bukan tugas saya sebagai Irjen di Kemen­dik­bud. Tetapi kami ini membuka sia­pa pun yang menyampaikan ke­luhan, ya kami tindaklanjuti.


Contohnya?

Waktu itu ada laporan dari me­dia yang menyatakan ada anak lulusan SMP tidak mampu mene­ruskan ke tingkat SMA atau sede­rajatnya karena miskin. Nah, staf Irjen langsung mendatangi anak itu dan ternyata benar. Kemudian saya bawa ke Dirjen Pendidikan Me­nengah dan akhirnya bisa me­neruskan sekolahnya.

Keadaan seperti itu memang bukan tugas Irjen, tetapi karena banyak pihak yang merasa lebih mudah berkomunikasi dengan Irjen, akhirnya kami tindak­lan­juti, karena sebagian dari pela­yanan juga.

   

Anggaran untuk pendidikan sering tidak sampai ke masya­ra­kat bawah ya?

Kami selalu mengingatkan ke­pada seluruh jajaran kementerian dari pusat hingga daerah bahwa anggaran itu bukan uang kita. Itu uang rakyat yang harus dikem­bali­kan lagi ke rakyat dalam ben­tuk bantuan, misalnya sekolah gratis dan lainnya.

   

Kenapa anggaran pendidi­kan ini sering tidak sampai ke daerah?

Anggaran untuk pendidikan itu kan seluruhnya mencapai Rp 300 triliun lebih, sekitar Rp 220 triliun masuk APBD.

Tetapi, setelah ka­mi pelajari, ter­nyata kurang dia­wasi, ini ber­bahaya. Anggaran yang banyak itu semestinya di­nik­mati ma­sya­rakat.


Memang larinya kemana anggaran itu?

Anggaran besar itu untuk ma­syarakat, tetapi banyak masya­rakat yang tidak menikmati. Mi­sal­nya untuk tunjangan guru yang tidak sampai atau penyaluran BOS yang tidak tepat sasaran. Con­tohnya lagi untuk pem­ba­ngunan sekolah tetapi dikorupsi.

Karena itulah, kami harus mem­bangun sistemnya. Kami sudah membawa masalah ini ke KPK un­tuk mem­bangun bentuk penga­wasannya yang melibatkan banyak pihak, termasuk kerja sa­ma dengan Mendagri.


Bentuk pengawasannya se­per­ti apa?

Bentuknya bagaimana, saat ini belum final karena sedang di­go­dok. Secepatnya akan terben­tuk. Ka­rena anggaran di Kemen­dik­bud tahun 2013 itu sebanyak Rp 73 triliun dan hampir Rp 40 tri­liun untuk Perguruan Tinggi.

   

Pengawasan yang ada saat ini tidak efektif?

Ya. Jangan sampai terjadi lagi ka­sus di Universitas Bengkulu, ben­­daharanya membawa kabur uang sekitar Rp 5 miliar. Karena itu­lah, kami sudah buat edaran agar atasan seluruh Perguruan Tinggi memeriksa keuangan mi­nimal tiga bulan sekali.

Pengawasan itu harus ada di setiap lini. Kami sudah memper­kuat sistem atau satuan penga­wasan intern atau satker, baik di Perguruan Tinggi maupun Koper­tis dan lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA