Setelah kakaknya, Andi Mallarangeng jadi tersangka dan adiknya Choel Mallarangeng dicekal dalam kasus Hambalang, Rizal Mallarangeng makin intens melototin dugaan korupsi bernilai triliunan rupiah ini.
Tak sekadar melakukan pembeÂlaan saudara-saudaÂranya, Rizal yang kini aktif di Golkar dan ‘memoles’ Aburizal BaÂkrie sebaÂgai capres, mulai meÂnyeret-nyeret petinggi KemenÂterian Keuangan. Rizal menyebut tak mungkin ada kasus HambaÂlang kalau KemenÂterian KeuÂangan tidak mencairkan anggaÂrannya.
Padahal, kakaknya, Andi MallaÂrangeng selaku Menpora berÂÂÂsama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto tak perÂnah menandatangani penÂcarian proyek tersebut.
Rizal menyebut Menteri KeuÂangan Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati, Wakil Menteri Keuangan yang saat itu menjabat Dirjen Anggaran harus ikut berÂtanggung jawab.
“Agus dan Anny buka saja deh siapa di belakang layar yang menÂdesak turunnya dana HamÂbalang. Dengan demikian akan seÂlesai kasus Hambalang itu†kaÂta Rizal saat ditemui Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Sebelumnya, Menteri KeuÂangan Agus Martowardojo meraÂsa seÂdang jadi sasaran tembak kasus Hambalang. Dia merasa, arah perÂkara itu didorong ke keÂmenterian yang dia pimpin. SuÂpaya semuanya jelas, dia meÂnyatakan siap kerja sama dengan KPK.
Sementara Rizal yakin, kunci kasus Hambalang berada di pundak Agus dan Anny. Kenapa demikian? Berikut kutipan seÂlengkapnya:
Ada tiga cara meneliti kasus sebesar dan sekompleks HamÂbalang dengan dana yang begitu besar. Pertama, dengan cara deÂtektif penyidik KPK, cara peÂnyiÂdik itu khas cara detektif, seÂperti penyadapan, interogasi keÂsakÂsian, nyari sana dan sini.
Kedua, cara wartawan, yakni mencari informasi dari penyidik, rekonstruksi fakta data dan lainÂnya. Terakhir, cara ilmuan. Saya kan memakai cara sesuai dengan latar belakang akademisi. Ilmuan caranya berbeda, yakni mencari data, dokumen, tetapi membuat rekonstruksi konseptual.
Dokumen apa yang Anda teliti?
Misalnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengharuskan dua menteri teken sebelum penÂcairan anggaran. Tapi dua menÂteri belum teken, uang (HamÂbaÂlang) itu sudah turun. Itu pasti ada apa-apanya.
Coba bandingkan, pada pengaÂdaÂan Alat Utama Sistim PersenÂjaÂtaan (alutsista) sebesar Rp 650 miliar. Menteri Purnomo (MenÂhan) sudah teken, Komisi I DPR sudah setuju untuk minta uang Rp 650 miliar kepada Kementerian KeuÂangan, tetapi diprit, distop, karÂena ada surat dari Dipo Alam (Sekab). Bayangkan menteri teÂken, DPR ok, uang malah nggak turun atau diblokir.
Kaitannya dengan HamÂbalang?
Perbedaannya dengan kasus Hambalang, dananya dua kali liÂpat besarnya, menteri dua-duaÂnya belum teken, bukannya diÂsemÂÂprit dan diblokir, malah daÂnaÂnya diÂtuÂrunkan juga.
Anda curiga ada yang tidak beres?
Secara konseptual, ah nggak mungkin kalau tidak ada orang yang kuat, tokoh yang kuat atau jaÂringan yang kuat yang meÂmakÂsakan Menteri Agus dan Anny jebolin tanggul keuangan Negara itu. Karena uang yang seÂdikit saja, Rp 650 miliar disemÂprit, ini yang banyak kok cair. Kita hanya bisa tahu, kalau itu ditanya ke Menteri Agus.
Mungkinkah Menteri Agus bilang telah melanggar?
Dia tentunya tidak bilang saya melanggar aturan kan, beliau tenÂtu bilang yang salah adalah pengÂguna anggaran atau main kata-kata. Misalnya disposisi saya buÂkan mengizinkan, tetapi seleÂsaiÂkan. Kalau mau bilang blokir, tenÂtu akan selesai masalah, dan tidak ada kasus ini.
Harusnya bagaimana?
Kalau mau, mestinya periksa surat yang ada. Kalau lihat surat DirÂjen Anny, di situ ada pembaÂgian multiyears. Kalau pak Agus dan Anny membuka orang di balik kasus ini, tentu kita sudah tahu siapa orang yang dari awal mengatur duit Hambalang.
Anda tahu siapa orangnya?
Saya tidak tahu juga, siapa yang bisa melakukan itu. Yang pasti bukan orang seperti Dedy KusniÂdar (staf Kemenpora). Pasti bukan orang seperti pak Wafid Muharam (bekas Sesmenpora). Tanya KPK saja, kan itu tugas detektif, bukan ilmuan seperti saya.
Prediksi Anda, kasus ini merembet kemana saja?
Saya kira sudah muncul tanda-tanda ada tersangka baru nanti. Saya kira ada hubungannya deÂngan salah satu BUMN tuh. KonsÂÂtruksi teori saya mengaÂtaÂkan, pasti ada hubungannya ke baÂÂwah, kenapa Kementerian Keuangan cepat-cepat keluarkan duit. Kan tidak ujug-ujug mau keÂluarkan sebelum ada teken dua menteri.
Melihat korelasi antara time line, coba lihat jadwal uang turun di tingkat Dirjen Anggaran, baÂgaiÂmana flow dan time linenya, liÂhat juga apa yang terjadi pada tingÂkat tendernya, sama nggak time linenya, ada hubungannya nggak. HubunganÂnya pasti diseÂbut jalur uang, jalur uang begitu diÂÂsetujui kas Negara masuk BUMN, kan nggak masuk ke MenÂÂpora, tapi ke BUMN itu.
Terus Kementerian Keuangan teken turunnya uang, dan di situ diÂÂrampok rame-rame, jangan-jangan ada hubungannya antara melanggar hukum dengan peÂrampokan rame-rame, yang jelas-jelas Menpora tidak teken.
Tahu dari mana? Dia hanya diÂlaÂporin setelah uang itu dituÂrunÂkan. Sekarang bukan cuma Andi, kalau dia (Andi) teken pun masih harus ada satu menteri yang tekan kan, yakni Menteri PU (Djoko Kirmanto).
Hambalang kan proyek fisik dan di peraturan PMK dua menÂteri harus teken, satu menteri peÂmohon duit dan satu menteri yang terkait dengan rekomendasi tekÂnisnya. Kan di Hambalang mau bangun gedung Negara, maka haÂrus teken dua menteri itu. Kalau Andi teken tapi PU tidak teken, nggak boleh juga uang itu keluar.
Kayak sekarang Menteri PertaÂhanan mohon duit dana optimaÂlisasi Alutsista, komisi I bilang ya, ada satu menteri bilang no maÂka disemprit, kok Hambalang berÂbeda, dua-duanya tidak teken tapi cair. Pak Agus menyemÂbunyikan apa? Kok bilangnya yang tangÂgung jawab orang lain?
Kenapa Andi tidak tahu?
Dia tidak tahu pelanggarannya waktu itu. Kakak saya waktu itu mau kongres (Demokrat) di BanÂdung, Mei 2010. Sejak Januari, konsentrasi ke arah sana, selain macam-macam termasuk persiaÂpan SEA Games.
Apa yang sekarang anda cermati?
Satu hal yang penting kapan suÂrat keputusannya ditanda taÂngani (multiyears-nya) dan kapan tender keluar. Akan kita tanya juga bedanya berapa lama? KonÂtraknya diteken kapan? PeneÂtapannya kapan? Ada mark up nggak di situ? Itu lah teka-teki HamÂbalang.
Kenapa Andi tidak mengiyaÂkan atau bilang tidak?
Kakak saya tidak peka terÂhadap perencanaan buruk orang lain. Ini kan ada sistematika peÂrenÂcanaan yang sengaja mengÂambil uang Negara secara besar-besaran, terpaksa atau tidak terÂpaksa. Wong yang lengkap saja susah apalagi nggak lengkap, what happen’s.
Apa diam atau tidak menÂjawab artinya mengiyakan?
Itu tidak jadi soal, mau iya atau tidak kalau tidak diteken, maka harusnya tidak keluar duit itu, yang sudah diteken saja seÂperti Kemenhan nggak bisa keÂluar. Jadi, Andi Mallarangeng teken atau tidak, mestinya uang tidak boleh keluar kalau tidak ada tanda tangan pak Djoko KirÂmanto. Jadi tidak relevan lapor nggak lapor.
Menteri Agus menunjuk yang bertanggung jawab adaÂlah pengguna anggaran (KeÂmenpora)?
Pak Agus jangan bilang tangÂgung jawab penggunga anggaran dong. Justru dipertanyakan kenaÂpa turunkan duit itu dari awal, kalau tidak diturunin tentu tidak ada perampokan uang HamÂbaÂlang. Bila perlu, panggil untuk raÂpat kabinet dulu.
Choel Mallarangeng dikaÂbarkan akan diperiksa JanuaÂri, apa persiapannya?
Jangankan Januari, kita sudah siap-siap sejak awal. Dia kan suÂdah bilang pasti mematuhi semua prosedur hukum, kooperatif dan tidak neko-neko.
Kakak saya juga mundur seÂcaÂra baik-baik begitu diputuskan menÂjadi tersangka, mana ada orang kayak kakak saya, itu bukti bahwa dia mau kooperatif. Kalau diÂpanggil jadi saksi, ditanya tentu akan dijawab yang diketahui. MesÂtinya menteri keuangan juga begitu kalau dipanggil.
Siapa yang diuntungkan dari dibongkarnya kasus HamÂbalang?
Kasus ini menguntungkan rakÂyat. Kita kan senang kalau keuÂangan Negara dikelola dengan baik.
Oya, bagaimana dengan gugatan Anda terhadap majaÂlah Tempo?
Masih Natal dan tahun baru maÂsak berÂtengkar terus, habis tahun baru kita lihat apa yang terjadi nanti.
Dari Parepare Ke Ohio, Kini Bernaung Di Beringin
Andi Rizal Mallarangeng lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 29 Oktober 1964. Rizal merupakan adik Andi Mallarangeng (bekas Menpora) dan kakak Choel MalÂlarangeng.
Rizal Mallarangeng menemÂpuh pendidikan ilmu komunikasi di Universitas Gadjah Mada. Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikan S2 dan S3-nya dalam bidang ilmu politik di Ohio State University, Amerika Serikat tahun 1999.
Selama di Amerika, Rizal bahÂkan sempat menjadi asisten dosen dan kemudian menjadi dosen (2000-2001) di almamaÂternya. Setelah pulang dari Amerika, Rizal bergabung ke Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) menjadi staf peneliti.
Pada 2001, ia juga mendirikan Freedom Institute, sekaligus menÂÂjadi direktur eksekutifnya. Selain mengetuai Freedom InsÂtiÂtute, Rizal juga pernah menjabat seÂÂbagai staf khusus Menteri Koordinator Bidang KesejahÂteraan Rakyat Republik IndoÂnesia.
Bukan itu saja, suami Dewi Tjakrawati ini pun pada bulan Juli 2008 pernah menyatakan dirinya ikut dalam pencalonan pemilihan presiden Republik Indonesia 2009.
Kini Rizal menjadi Ketua BiÂdang Pemikiran dan Kajian KeÂbiÂjakan di Partai Golkar. Rizal juÂga aktif memasarkan Aburizal BaÂkrie sebagai capres. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: