WAWANCARA

Rizal Mallarangeng: Menteri Agus & Anny Harus Buka Tokoh Kuat Di Balik Hambalang

Jumat, 28 Desember 2012, 08:51 WIB
Rizal Mallarangeng: Menteri Agus & Anny Harus Buka Tokoh Kuat Di Balik Hambalang
Rizal Mallarangeng

rmol news logo Setelah kakaknya, Andi Mallarangeng jadi tersangka dan adiknya Choel Mallarangeng dicekal dalam kasus Hambalang, Rizal Mallarangeng makin intens melototin dugaan korupsi bernilai triliunan rupiah ini.

Tak sekadar melakukan pembe­laan saudara-sauda­ranya, Rizal yang kini aktif di Golkar dan ‘memoles’ Aburizal Ba­krie seba­gai capres, mulai me­nyeret-nyeret petinggi Kemen­terian Keuangan. Rizal menyebut tak mungkin ada kasus Hamba­lang kalau Kemen­terian Keu­angan tidak mencairkan angga­rannya.

Padahal, kakaknya, Andi Malla­rangeng selaku Menpora ber­­­sama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto tak per­nah menandatangani pen­carian proyek tersebut.

Rizal menyebut Menteri Keu­angan Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati, Wakil Menteri Keuangan yang saat itu menjabat Dirjen Anggaran harus ikut ber­tanggung jawab.

“Agus dan Anny buka saja deh siapa di belakang layar yang men­desak turunnya dana Ham­balang. Dengan demikian akan se­lesai kasus Hambalang itu” ka­ta Rizal saat ditemui Rakyat Mer­deka, kemarin.

Sebelumnya, Menteri Keu­angan Agus Martowardojo mera­sa se­dang jadi sasaran tembak kasus Hambalang. Dia merasa, arah per­kara itu didorong ke ke­menterian yang dia pimpin. Su­paya semuanya jelas, dia me­nyatakan siap kerja sama dengan KPK.

Sementara Rizal yakin, kunci kasus Hambalang berada di pundak Agus dan Anny. Kenapa demikian? Berikut kutipan se­lengkapnya:

Apa yang mendukung alasan Anda, Agus dan Anny kunci kasus Hambalang?

Ada tiga cara meneliti kasus sebesar dan sekompleks Ham­balang dengan dana yang begitu besar. Pertama, dengan cara de­tektif penyidik KPK, cara pe­nyi­dik itu khas cara detektif, se­perti penyadapan, interogasi ke­sak­sian, nyari sana dan sini.

Kedua, cara wartawan, yakni mencari informasi dari penyidik, rekonstruksi fakta data dan lain­nya. Terakhir, cara ilmuan. Saya kan memakai cara sesuai dengan latar belakang akademisi. Ilmuan caranya berbeda, yakni mencari data, dokumen, tetapi membuat rekonstruksi konseptual.


Dokumen apa yang Anda teliti?

Misalnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengharuskan dua menteri teken sebelum pen­cairan anggaran. Tapi dua men­teri belum teken, uang (Ham­ba­lang) itu sudah turun. Itu pasti ada apa-apanya.

Coba bandingkan, pada penga­da­an Alat Utama Sistim Persen­ja­taan (alutsista) sebesar Rp 650 miliar. Menteri Purnomo (Men­han) sudah teken, Komisi I DPR sudah setuju untuk minta uang Rp 650 miliar kepada Kementerian Keu­angan, tetapi diprit, distop, kar­ena ada surat dari Dipo Alam (Sekab). Bayangkan menteri te­ken, DPR ok, uang malah nggak turun atau diblokir.


Kaitannya dengan Ham­balang?

Perbedaannya dengan kasus Hambalang, dananya  dua kali li­pat besarnya, menteri dua-dua­nya belum teken, bukannya di­sem­­prit dan diblokir, malah da­na­nya di­tu­runkan juga.

 

Anda curiga ada yang tidak beres?

Secara konseptual, ah nggak mungkin kalau tidak ada orang yang kuat, tokoh yang kuat atau ja­ringan yang kuat yang me­mak­sakan Menteri Agus dan Anny jebolin tanggul keuangan Negara itu. Karena uang yang se­dikit saja, Rp 650 miliar disem­prit, ini yang banyak kok cair. Kita hanya bisa tahu, kalau itu ditanya ke Menteri Agus.


Mungkinkah Menteri Agus bilang telah melanggar?

Dia tentunya tidak bilang saya melanggar aturan kan, beliau ten­tu bilang yang salah adalah peng­guna anggaran atau main kata-kata. Misalnya disposisi saya bu­kan mengizinkan, tetapi sele­sai­kan. Kalau mau bilang blokir, ten­tu akan selesai masalah, dan tidak ada kasus ini.


Harusnya bagaimana?

Kalau mau, mestinya periksa surat yang ada. Kalau lihat surat Dir­jen Anny, di situ ada pemba­gian multiyears. Kalau pak Agus dan Anny membuka orang di balik kasus ini, tentu kita sudah tahu siapa orang yang dari awal mengatur duit Hambalang. 


Anda tahu siapa orangnya?

Saya tidak tahu juga, siapa yang bisa melakukan itu. Yang pasti bukan orang seperti Dedy Kusni­dar (staf Kemenpora). Pasti bukan orang seperti pak Wafid Muharam (bekas Sesmenpora). Tanya KPK saja, kan itu tugas detektif, bukan ilmuan seperti saya.


Prediksi Anda, kasus ini merembet kemana saja?

Saya kira sudah muncul tanda-tanda ada tersangka baru nanti. Saya kira ada hubungannya de­ngan salah satu BUMN tuh. Kons­­truksi teori saya menga­ta­kan, pasti ada hubungannya ke ba­­wah, kenapa Kementerian Keuangan cepat-cepat keluarkan duit. Kan tidak ujug-ujug mau ke­luarkan sebelum ada teken dua menteri.

Melihat korelasi antara time line, coba lihat jadwal uang turun di tingkat Dirjen Anggaran, ba­gai­mana flow dan time linenya, li­hat juga apa yang terjadi pada ting­kat tendernya, sama nggak time linenya, ada hubungannya nggak. Hubungan­nya pasti dise­but jalur uang, jalur uang begitu di­­setujui kas Negara masuk BUMN, kan nggak masuk ke Men­­pora, tapi ke BUMN itu.

Terus Kementerian Keuangan teken turunnya uang, dan di situ di­­rampok rame-rame, jangan-jangan ada hubungannya antara melanggar hukum dengan pe­rampokan rame-rame, yang jelas-jelas Menpora tidak teken.


Kakak Anda, Andi Malla­rangeng tahu masalah pelang­garan itu?

Tahu dari mana? Dia hanya di­la­porin setelah uang itu ditu­run­kan. Sekarang bukan cuma Andi, kalau dia (Andi) teken pun masih harus ada satu menteri yang tekan kan, yakni Menteri PU (Djoko Kirmanto).

Hambalang kan proyek fisik dan di peraturan PMK dua men­teri harus teken, satu menteri pe­mohon duit dan satu menteri yang terkait dengan rekomendasi tek­nisnya. Kan di Hambalang mau bangun gedung Negara, maka ha­rus teken dua menteri itu. Kalau Andi teken tapi PU tidak teken, nggak boleh juga uang itu keluar.

Kayak sekarang Menteri Perta­hanan mohon duit dana optima­lisasi Alutsista, komisi I bilang ya, ada satu menteri bilang no ma­ka disemprit, kok Hambalang ber­beda, dua-duanya tidak teken tapi cair. Pak Agus menyem­bunyikan apa? Kok bilangnya yang tang­gung jawab orang lain?


Kenapa Andi tidak tahu?

Dia tidak tahu pelanggarannya waktu itu. Kakak saya waktu itu mau kongres (Demokrat) di Ban­dung, Mei 2010. Sejak Januari, konsentrasi ke arah sana, selain macam-macam  termasuk persia­pan SEA Games.


Apa yang sekarang anda cermati?

Satu hal yang penting kapan su­rat keputusannya ditanda ta­ngani (multiyears-nya) dan kapan tender keluar. Akan kita tanya juga bedanya berapa lama? Kon­traknya diteken kapan? Pene­tapannya kapan? Ada mark up nggak di situ? Itu lah teka-teki Ham­balang.


Kenapa Andi tidak mengiya­kan atau bilang tidak?

Kakak saya tidak peka ter­hadap perencanaan buruk orang lain. Ini kan ada sistematika pe­ren­canaan yang sengaja meng­ambil uang Negara secara besar-besaran, terpaksa atau tidak ter­paksa. Wong yang lengkap saja susah apalagi nggak lengkap, what happen’s.


Apa diam atau tidak men­jawab artinya mengiyakan?

Itu tidak jadi soal, mau iya atau tidak kalau tidak diteken, maka harusnya tidak keluar duit itu, yang sudah diteken saja se­perti Kemenhan nggak bisa ke­luar. Jadi, Andi Mallarangeng teken atau tidak, mestinya uang tidak boleh keluar kalau tidak ada tanda tangan pak Djoko Kir­manto. Jadi tidak relevan lapor nggak lapor.


Menteri Agus menunjuk yang bertanggung jawab ada­lah pengguna anggaran (Ke­menpora)?

Pak Agus jangan bilang tang­gung jawab penggunga anggaran dong. Justru dipertanyakan kena­pa turunkan duit itu dari awal, kalau tidak diturunin tentu tidak ada perampokan uang Ham­ba­lang. Bila perlu, panggil untuk ra­pat kabinet dulu.


Choel Mallarangeng dika­barkan akan diperiksa Janua­ri, apa persiapannya?

Jangankan Januari, kita sudah siap-siap sejak awal. Dia kan su­dah bilang pasti mematuhi semua prosedur hukum, kooperatif dan tidak neko-neko.

Kakak saya juga mundur se­ca­ra baik-baik begitu diputuskan men­jadi tersangka, mana ada orang kayak kakak saya, itu bukti bahwa dia mau kooperatif. Kalau di­panggil jadi saksi, ditanya tentu akan dijawab yang diketahui. Mes­tinya menteri keuangan juga begitu kalau dipanggil.


Siapa yang diuntungkan dari dibongkarnya kasus Ham­balang?

Kasus ini menguntungkan rak­yat. Kita kan senang kalau keu­angan Negara dikelola dengan baik.


Oya, bagaimana dengan gugatan Anda terhadap maja­lah Tempo?

Masih Natal dan tahun baru ma­sak ber­tengkar terus, habis tahun baru kita lihat apa yang terjadi nanti.

Dari Parepare Ke Ohio, Kini Bernaung Di Beringin

Andi Rizal Mallarangeng lahir di  Parepare, Sulawesi Selatan, 29 Oktober 1964. Rizal merupakan adik Andi Mallarangeng (bekas Menpora) dan kakak Choel Mal­larangeng.

Rizal Mallarangeng menem­puh pendidikan ilmu komunikasi di Universitas Gadjah Mada. Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikan S2 dan S3-nya dalam bidang ilmu politik di Ohio State University, Amerika Serikat tahun 1999.

Selama di Amerika, Rizal bah­kan sempat menjadi asisten dosen dan kemudian menjadi dosen (2000-2001) di almama­ternya. Setelah pulang dari Amerika, Rizal bergabung ke Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) menjadi staf peneliti.

Pada 2001, ia juga mendirikan Freedom Institute, sekaligus men­­jadi direktur eksekutifnya. Selain mengetuai Freedom Ins­ti­tute, Rizal juga pernah menjabat se­­bagai staf khusus Menteri Koordinator Bidang Kesejah­teraan Rakyat Republik Indo­nesia.

Bukan itu saja, suami Dewi Tjakrawati ini pun pada bulan Juli 2008 pernah menyatakan dirinya ikut dalam pencalonan pemilihan presiden Republik Indonesia 2009.

Kini Rizal menjadi Ketua Bi­dang Pemikiran dan Kajian Ke­bi­jakan di Partai Golkar. Rizal ju­ga aktif memasarkan Aburizal Ba­krie sebagai capres.  [Harian Rakyat Merdeka] 


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA