Kementerian Pendidikan dan Budaya berencana mengubah kurikulum di tahun 2013. Kebijakan ini masih jadi pro-kontra di masyarakat.
Bekas Menteri Pendidikan NaÂsioÂnal, Bambang Sudibyo meÂngatakan upaya mengubah kuriÂkulum perlu dilakukan dengan cermat dan hati-hati.
“Kita harus hati-hati sekali daÂlam mengubah kurikulum, karena muatan kurikulum itu disebutkan dengan jelas di Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang SisÂtim Pendidikan Nasional,†kata Bambang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebelumnya, Wakil Menteri PenÂdidikan dan Kebudayaan ReÂpuÂblik Indonesia, Musliar Kasim meÂnyatakan, para pakar yang terÂgabung dalam tim penyusun meÂngÂÂusulkan penyederhanaan mata peÂlajaran di SD hanya menjadi enam mata pelajaran. Musliar meÂnyebutkan, enam pelajaran itu iaÂlah Agama, Pendidikan KeÂwarÂÂgaÂnegaraan, Matematika, BaÂhasa Indonesia, Seni dan Budaya, serta Pendidikan Jasmani dan KeÂseÂhatan (Penjaskes).
Selain itu, rencananya mata pelajaran IPA-IPS akan dilebur menjadi Ilmu Pengetahuan, dua mata pelajaran itu akan tetap ada, namun tidak menjadi satu mata pelaÂjaran, akan tetapi diintegrasiÂkan dalam enam mata pelajaran yang menjadi mata pelajaran waÂjib tersebut.
Berikut wawancara selengkapÂnya dengan Bambang Seodibyo:
Apa tanggapan Anda mengeÂnai mata pelajaran IPA akan di lebur?
Di dalam Undang- undang SisÂdikÂnas, mutu dan muatan IPA dan IPS itu dinyatakan secara eksÂpliÂsit. Nah, kalau betul itu nanti diÂmaÂsÂukkan dalam pelajaran bahaÂsa atau yang lainnya, tentunya akan menimbulkan permasaÂlahan.
Karena tujuan dari pendidikan bahasa berbeda dengan tujuan penÂdidikan IPA dan IPS.
Memang bagaimana aturanÂnya?
UU Sisdiknas itu mengatur standar pendidikan nasional. Jadi yang relevan dengan kurikulum adalah standar isi, pelajaran, stanÂdar proses pembelajaran dan stanÂdar kompetensi pembelajaran. SeÂmuanya itu sudah ada, waktu itu sudah saya tandatangani.
Bagaimana seharusnya memÂbuat kurikulum pendidiÂkan nasional agar efektif?
Menurut saya kalau memang dibutuhkan perubahan kurikuÂlum, tentu tanpa harus mengubah Undang-undangnya. Cukup yang dilakukan adalah dengan meÂnyesuaikan dan menyempurÂnaÂkan standar isi dan standar komÂpetensinya saja.
Lagi pula kalau mau diubah kok rasanya terlalu dini, mestinya diberikan kesempatan dulu untuk kurikulum yang ada berjalan, kaÂrena perubahan bukan pangkal besarnya untuk lakukan perubaÂhan, cukup dari bagian kurikulum itu, yakni standar isi dan komÂpeÂtensi. Dan, itu tugasnya badan stanÂdar nasional pendidilkan di Kemendikbud.
Jadi tidak perlu diubah semuanya?
Ya. Kan standar proses pemÂbeÂlajaran saya rasa cukup dan tidak perlu diubah.
Dampaknya kalau IPA dan IPS dijadikan sub pelajaran Bahasa atau lainnya?
Dampaknya tentu berimbas pada kompetensi IPA dan IPS peÂserta didik yang akan mengalami penurunan. Dengan demikian, kaÂlau dari SD sudah seperti itu, maÂka harus ada penyesuaian di SMP, SMU, bahkan sampai pada kurikulum perguruan tinggi juga harus disesuaikan. Kan ini repot sekali. Jadi hal ini bukan barang gampang.
Kerugian lainnya?
Selain penurunan standar komÂpetensinya pada IPA dan IPS, stanÂdar kompetensi kedua pelajaran itu juga akan menjadi rancu.
Memangnya kenapa?
Kalau bahasa itu kan yang akan diukur kompetensinya adalah tata bahasa, kekayaan perbendahaÂraan kata dan kemampuan sastra dari peserta didik. Begitu juga kaÂrakteristik pelajaran lainnya.
Tujuannya juga berbeda sekali. Kalau IPA itu tujuannya agar peÂserta didik sejak dini mengetahui dan akrab terhadap karakter lingÂkungan alami, pengetahuan terÂhadap gejala alam dan lainnya. SeÂdangkan IPS tentunya mengeÂnai bagaimana peserta didik akrab dan mengenal lingkungan soÂsial mereka. Jadi harus hati-hati mencermatinya, apalagi saya deÂngar dari lingkungan KemendikÂbud muatan lokal juga akan dihilangkan. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: