Jaksa penuntut umum dan terdakwa sama-sama ngotot. Mereka memilih banding dalam menanggapi vonis lima tahun penjara bagi Direktur Utama PT Graha Nusa Utama (GNU) Toto Kuncoro.
Budi Santoso, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KeÂjakÂsaan Negeri Jakarta Pusat keÂcewa. Soalnya, tuntutan penjara 10 tahun kepada terdakwa Toto Kuncoro dalam kasus pencucian uang Bank Century, tidak dikaÂbulkan majelis hakim.
Padahal, menurutnya, tuntutan itu didasarkan pertimbangan bahÂwa tindakan terdakwa mengÂakiÂbatkan kerugian pada Bank CenÂtury. Bahkan, mempengaruhi terjadinya kerugian terhadap keuangan negara.
Apalagi, merujuk pada tuntutÂan jaksa, tindakan terdakwa dilakukan secara bersama-sama atau kolektif.
Artinya, tindakan terdakwa dilakÂukan secara struktural dan sisÂtematis. “Kami memutuskan untuk banding. Putusan majelis hakim masih jauh dari harapan,†tegasnya.
Sidang pembacaan putusan maÂjelis hakim di Pengadilan NeÂgeri Jakarta Pusat tersebut, diÂgelar pada Kamis lalu, 20 DeÂsemÂber.
Akan tetapi, Budi tidak mau buru-buru merinci teknis banding yang akan dilakukan JPU. MeÂnurutnya, JPU akan berkoorÂdiÂnasi lebih dulu guna mempelajari salinan putusan. Yang jelas, meÂnyusul putusan yang jauh dari harapan jaksa, dia mengatakan, memori banding akan secepatnya diajukan ke pengadilan yang lebih tinggi.
Menanggapi argumen jaksa, kuÂbu Toto tidak mau kalah. SeÂkaliÂpun vonis yang dijatuhkan haÂnya separuh dari tuntutan jaksa, kuasa hukum Toto, Mirsjad keuÂkeuh melayani niat banding jakÂsa. “Kita juga banding karena putusan hakim dan tuntutan jaksa tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada,†tegasnya.
Dia memaparkan, persiapan banÂding tengah digodok tim kuaÂsa hukum. Substansi banding terÂsebut meliputi tiga hal. Pertama, menyangkut dakwaan jaksa yang menyebutkan, ada dua pasal yang dilanggar terdakwa. Pasal terseÂbut menyangkut penerimaan uang dan mentransfer dana dari RoÂbert Tantular.
Kedua, mengenai usaha terdakÂwa membelanjakan uang untuk memÂbeli aset milik Yayasan FatÂmawati senilai Rp 20 miliar. “KaÂlau dia didakwa menerima, ya sudah sampai di situ. Kenapa perÂsoalan membelanjakan uang juga dipersoalkan?†lontarnya. Dia menekankan, semestinya jaksa berpatokan pada perkara pidana pokok. “Pidana pokoknya apa? BeÂlum jelas terdakwa melakukan pencucian uang. Kalaupun penÂcuÂcian uang, pencucian uang yang mana?†tandasnya.
Dia mengakui, Toto selaku DiÂrut PT GNU menerima dana dari Bank Century lewat Robert TanÂtular pada 2003. Nilainya, Rp 20 miliar. Tapi saat itu, Robert tidak mempunyai masalah hukum. Dengan kata lain, saat itu, Robert dan Bank Century-nya dikateÂgoÂrikan sebagai bankir dan bank yang tidak bermasalah.
Lantaran itu, Mirsjad meneÂgasÂkan, kenapa persoalan ini diÂkaitkan dengan reputasi Robert Tantular pada 2008. “Tahun 2008 Robert dituduh melakukan peniÂpuan, penggelapan dan pencucian uang Bank Century. Kenapa perÂkara klien kami yang 2003 dikait-kaitkan. Apakah dana yang diÂperoleh klien saya pada 2003 bisa dikategorikan berasal dari tindak pidana pencucian uang?†tanÂdasnya.
Substansi banding yang ketiga, lanjut Mirsjad, menggambarkan bahwa Toto justru menjadi pelaÂpor dalam kasus ini. Dengan dalil ini, dia menegaskan, Toto tidak bisa dijerat melakukan tindak pidana.
Menanggapi vonis hakim bagi Toto Kuncoro, Karopenmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar meÂnyaÂtakan, vonis itu menjadi catatan kepolisian dalam menuntaskan perÂkara Century. Dia berharap, persidangan tersangka Stefanus Farok dan Umar Muchsin yang diduga berhubungan dengan perÂkara Toto Kuncoro, juga bisa seÂgera digelar. Hal ini penting, lanÂtaran fakta persidangan kasus itu dapat memberi masukan bagi peÂnyidik untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain.
Reka Ulang
Disangka Samarkan Hasil Bobol Century
Robert Tantular dan kroninya disangka kepolisian membobol dana Bank Century secara sisteÂmaÂtis, kemudian mencucinya unÂtuk meÂnyamarkan pembobolan tersebut.
Robert misalnya bekerjasama dengan Hendro Wijanto menÂdiÂrikan PT Antaboga Delta SeÂcuÂritas (ADS) untuk melarikan aset milik banknya sendiri. Di perÂusahaan securitas tersebut, HenÂdro menÂjabat sebagai Direktur Utama.
Dana nasabah kelolaan ADS yang mencapai kisaran Rp 1,4 triÂliun, singkat cerita, justru dialirÂkan ke rekening tersangka Robert Tantular, tersangka Hartawan AluÂwi dan tersangka Anton TantuÂlar.
Penyidik mengklasifikasi aliran dana ke rekening tiga terÂsangka dikirim melalui cek dan biro gilyet (BG). Robert Tantular diÂduga menÂdapat aliran dana Rp 334.276Â.Â416.638. Hartawan AluÂwi meÂneÂrima Rp 335.928.Â596.Â000, dan AnÂton Tantular Rp 288.Â618.710.845.
Untuk menghilangkan jejak alirÂan dana tersebut, Robert kemÂbali mengalirkan dana ke sejumÂlah perusahaan yang diduga maÂsih miliknya. Penyidik menyeÂbutkan, dana tersebut dibagi-bagi ke PT Sinar Central Rejeki, PT CenÂtury Mega Investindo, PT Inti Putra Fikasa, PT Central Bumi Indah, PT Pancadhosa Perdana, PT Artha Persada, dan Erni selaku sekretaris Robert Tantular.
Dari Perusahaan tersebut, Robert mengalirkan atau memuÂtar dana Antaboga ke rekening PT Graha Nusa Utama (GNU) di Bank Century. Di PT GNU, Totok KunÂtjoro merupakan Direktur Utama.
Jumlah dana yang dialirkan ke GNU, nominalnya Rp 176 miliar. Rincian dana yang masuk reÂkening GNU tersebut masing-maÂsing berasal dari Robert TanÂtular Rp 113 miliar, Indahtati Rp 33 miliar, PT TNS Rp 14 miliar dan Totok Kunjoro Rp 6 miliar.
Perputaran uang nasabah AnÂtaboga ini tidak berhenti samÂpai di situ saja. Dari PT GNU, terÂsangÂka Robert dan tersangka ToÂtok kembali mengirim dana terÂsebut ke sejumlah nama. PeÂngiÂriman dana dilakukan dalam benÂtuk giro bilyet kepada tersangka Sarwono, tersangka Septanus Farok, tersangka Umar Muchsin, tersangka Robert Tantular, Febby dan Yayasan Fatmawati.
Tersangka Sarwono diduga menerima Rp 40.326.163.000. TerÂsangka Septanus Rp 3.523.Â837.000, tersangka Umar Rp 8.250.Â000.000, Robert Tantular Rp 83 miliar dan Feby Rp 7.289.Â800.000.
Aliran dana dari rekening PT GNU juga sempat masuk ke reÂkening Yayasan Fatmawati seÂbesar Rp 20 miliar. Namun, pihak Yayasan melaporkan dugaan penÂcucian uang ini ke Bareskrim Polri. Alhasil, dana di rekening YaÂyasan pada Bank CIMB Niaga itu, disita kepolisian.
Ada Yang Buron Dan Belum Disidang
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono mengÂingatÂkan Polri dan KPK agar tidak tumÂpang tindih dalam meÂnaÂngani kasus Bank Century. PeÂnaÂnganan tindak pidana penÂcuÂcian uang, penipuan dan pengÂgeÂlapan aset Bank Century ditaÂngaÂni Polri. Sedangkan skandal korupsinya ditangani KPK.
“Dari sini kita berharap ada koorÂdinasi yang bagus antar lemÂbaga penegak hukum, anÂtara kepolisian, KPK dan keÂjakÂsaan yang melakukan peÂnunÂtutan. Sinergi tersebut akan mamÂpu menjawab berbagai perÂsoalan dalam kasus Bank CenÂtury,†kata anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Jangan sampai, pesan RinÂdhoÂko, kepolisian yang meÂnaÂngani masalah pencucian uang dan KPK yang menangani kaÂsus korupsi pada Bank CenÂtury, justru menjadi rival. “Inilah momentum untuk sama-sama saÂling memberi dukungan daÂlam penyelesaian perkara. ApaÂlagi ini kasus besar,†ucapnya.
Terlebih, kata dia, perkara Bank Century yang ditangani keÂpolisian maupun KPK, sama-sama mendapatkan sorotan publik begitu besar. Oleh sebab itu, kata Rindhoko, skala peÂnaÂnganannya harus terukur alias tidak boleh menyimpang dari pokok perkara.
Vonis yang sudah dijatuhkan majelis hakim terhadap Toto Kuncoro, lanjut Rindhoko, henÂdakÂnya menjadi masukan dalam meÂnentukan hukuman bagi peÂlaku lainnya. “Selain itu, masih ada tersangka lain yang belum disidang. Masih ada juga yang buron,†tuturnya.
Dia mewanti-mewanti, peneÂtapÂan vonis, mau tidak mau berÂdamÂpak pada citra penegak huÂkum. Dari vonis yang diteÂtapÂkan hakim, terlihat bagaimana kuaÂlitas penegak hukum menÂjaÂlankan tugas mereka mengaÂwal dan menjaga kredibilitas huÂkum itu sendiri.
Vonis Majelis Hakim Tentu Ada Dasarnya
Togar M Sianipar, Wakil Ketua Umum PP Polri
Bekas Kalakhar BNN KomÂjen (purn) Togar Manatar SiaÂniÂpar menyatakan, perkara peÂnipuan, penggelapan dan penÂcuÂcian uang Century sangat komÂpleks. Karena itu, diperÂlukan ketelitian tingkat tinggi daÂlam menangani perkara terÂsebut.
“Kasus pencucian uang ini sangat kompleks, sangat rumit. Selain itu, pelakunya juga kelompok yang sangat sangat profesional. Dari situ, banyak ragam dan modus yang dijalanÂkan pelaku,†kata Wakil Ketua Umum Persatuan PurnawiraÂwan (PP) Polri ini.
Karena itu pula, lanjut Togar, usaha menyingkap perkara terÂsebut tidaklah mudah. Para peÂnyidik kepolisian perlu ekstra hati-hati dalam menentukan jenis pelanggaran pidana beriÂkut tersangkanya.
Kendati begitu, dia mengÂgaÂrisÂbawahi, vonis hakim terÂhaÂdap Direktur Utama PT Graha Nusa Utama (GNU) Toto KunÂcoÂro memberi gambaran bahwa ada pelanggaran tindak pidana. “Tidak mungkin hakim mengeÂtuk palu tanpa memÂpertimÂbangkan dasar-dasar hukum yang melatari perkara tersebut,†ucapnya.
Lebih lanjut, bekas Kapolda Sumatera Utara ini juga meÂminÂta, upaya banding dari kubu jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa dapat diselesaikan seÂsuai prosedur yang berlaku. JaÂngan sampai, langkah banding dua kubu tersebut, justru menÂjadi preseden buruk dalam upaya mencari keadilan.
Pada prinsipnya, kata Togar, apapun langkah hukum yang diÂambil kepolisian, kejaksaan, terÂdakwa, maupun hakim harus dihormati. Semua upaya hukum yang ditempuh, merupakan baÂgian dari proses penegakan hukum. Selama dilakukan deÂngan cara-cara yang sesuai norÂma dan kaidah hukum, hal terÂsebut patut dipertimbangkan dan dihargai. “Supaya ada keÂpasÂtian hukum yang tetap dan memberikan rasa keadilan bagi seÂmua pihak,†imbuhnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: