Hakim Yamanie Akan Jalani Sidang Etik Pekan Depan

Mungkin Setelah KY Selesai Seleksi Calon Hakim Agung

Selasa, 04 Desember 2012, 09:20 WIB
Hakim Yamanie Akan Jalani Sidang Etik Pekan Depan
Hakim Agung Achmad Yamanie

rmol news logo Komisi Yudisial menyerahkan pengusutan masalah hukum perkara dugaan pemalsuan putusan oleh Hakim Agung Achmad Yamanie ke kepolisian. Kini, mereka tengah menyiapkan rencana sidang Majelis Kehormatan Hakim yang mungkin digelar pada pekan depan.

Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fadjar me­nya­takan, KY sudah menyiapkan ma­teri sidang Majelis Ke­hor­matan Hakim (MKH) kasus Ya­manie. Akan tetapi, dia belum bisa memastikan tanggalnya. “KY sudah koordinasi dengan MA mengenai sidang MKH,” katanya.

Menurut dia, sejauh ini KY masih berkutat menuntaskan se­leksi calon hakim agung. Urusan ter­sebut, kata Asep, baru tuntas akhir pekan ini. “Rabu dan Kamis depan kami pleno. Kemung­kin­an, Jumat kami baru menyetor nama-nama calon hakim agung ke DPR untuk menjalani uji ke­patutan dan kelayakan,” ucapnya.

Setelah pekerjaan itu tuntas, lanjut Asep, barulah KY mem­prio­ritaskan sidang MKH untuk Ya­manie. Jadi, tandas dia, sidang du­gaan pelanggaran kode etik itu, baru akan dilakukan pada pekan depan. “Tanggal persisnya belum ada kesepakatan. Nanti akan dib­i­ca­rakan dengan MA,” kata­nya.

Intinya, menurut Asep, begitu se­leksi calon hakim agung se­lesai, KY akan mem­prioritaskan pekerjaan pada sidang etik ter­ha­dap Yamanie. Dia menuturkan, KY telah menyusun empat ang­go­ta majelis hakim sidang MKH ini, yakni Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Suparman Marzuki, Komisioner KY Taufiqqurahman Syahuri dan Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus.

Sementara itu, Juru Bicara MA Djoko Sarwoko menginfor­ma­sikan, tim hakim sidang MKH dari MA terdiri dari tiga Ketua Mu­da MA. Yakni, Ketua Muda Per­adilan Tata Usaha Negara MA Paulus Effendy Lotulong, Ketua Muda Pidana Artidjo Alkotsar, dan Ketua Muda Perdata Khusus M Saleh.

Sesuai Undang Undang Ko­misi Yudisial, MKH digawangi tujuh hakim, yang terdiri dari em­pat unsur KY dan tiga unsur MA. Tapi, Ketua MKH bisa dari pihak KY, bisa pula dari pihak MA.

Jubir KY Asep Rahmat Fadjar meng­ingatkan, apapun putusan sidang MKH, hanya berkisar pa­da masalah kode etik dan disiplin hakim. Maksudnya, MKH hanya memberikan sanksi dari sisi itu. Dari sanksi ringan hingga berat. Dari sanksi teguran hingga pe­me­catan. Itu pun jika terbukti ada pelanggaran. Jadi, MKH tidak bisa memberikan sanksi pidana.

Dengan kata lain, proses pida­na dugaan pemalsuan surat pu­tusan ini, diserahkan KY kepada penegak hukum. Asep mengaku, koor­dinasi KY dengan kepolisian ter­kait dugaan tindak pidana pe­malsuan ini sudah dilaksanakan. “KY sudah mengirim surat ke Ma­bes Polri. Tapi saya lupa tang­galnya,” katanya.

Surat itu berisi permintaan pe­nye­lidikan dugaan tindak pidana. Jadi, lanjut Asep, dugaan pelang­garan tindak pidana pemalsuan putusan, sepenuhnya menjadi ke­wenangan kepolisian. “Itu ranah­nya kepolisian. Kami hanya bisa berkoordinasi, meminta agar ada penyelidikan mengenai dugaan tindak pidana tersebut,” tan­dasnya.

Mabes Polri pun mengapresiasi surat KY tersebut. Untuk menin­dak­lanjuti itu, kepolisian masih perlu koordinasi dengan KY dan MA. Menurut Kepala Biro Pene­rangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar, pada prinsipnya kepolisian siap menindaklanjuti setiap laporan yang masuk.

Sebagai latar, semula MA me­nyatakan bahwa hakim agung Achmad Yamanie ingin mengun­durkan diri karena sakit. Bela­kang­an, Yamanie disebut lalai dalam menuliskan vonis bagi gem­bong narkoba Hengky Gu­nawan. “Ditemukan adanya tu­lisan tangan dari hakim agung Ah­mad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 ta­hun. Dan, kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun, melainkan 15 tahun,” kata Kepala Biro Humas MA Ridwan Man­syur saat keterangan pers, Sabtu (17/11).

Hengky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya yang telah divonis di Pengadilan Negeri Su­rabaya dengan hukuman 17 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Hengky mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, namun hu­kum­annya malah ditambah men­jadi 18 tahun penjara.

Produsen narkoba itu kemu­dian mengajukan kasasi ke MA, namun vonisnya malahan hu­kum­an mati. Hengky lalu meng­ajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK). Oleh majelis hakim PK yang terdiri atas hakim agung Imron An­wari, Nyak Pha dan Yamanie, hu­kumannya dipangkas menjadi 15 tahun penjara.

REKA ULANG

KY Dan MA Setuju Bentuk MKH Untuk Sidang Yamanie

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung telah berkoordinasi me­nge­nai langkah-langkah untuk mem­proses dugaan pemalsuan putusan oleh hakim Agung Ach­mad Yamanie. Koordinasi itu dilakukan pada Senin malam, 26 November lalu.

Koordinasi tersebut disam­pai­kan Ketua Bidang Pengawasan Ha­kim dan Investigasi KY Su­par­man Marzuki. “Malam ini kami berkoordinasi dengan MA,” ujarnya ketika dihubungi pada sore hari, sebelum rapat koor­dinasi itu digelar.

KY, lanjut Suparman, juga su­dah mengirim surat kepada Pre­siden Susilo Bambang Yu­dho­yono agar tidak mengambil lang­kah terlebih dahulu terhadap Ya­manie, kendati Yamani telah mengajukan pengunduran diri se­bagai hakim agung. “Kami ber­ha­rap agar yang bersangkutan diperiksa dulu, melalui proses di KY dan MA,” ucapnya.

Pada malam harinya, Juru Bi­cara Komisi Yudisial Asep Rah­mat Fajar menyampaikan, setelah rapat koordinasi, KY dan MA me­mutuskan segera membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk menyidang etik Ya­ma­nie. “Setelah rapat koordinasi tadi sore, MA dan KY sepakat untuk membentuk MKH sece­pat­nya atas dugaan pelanggaran kode etik Pak Yamanie, dengan dasar hasil pemeriksaan dari MA yang telah menyatakan ada un­profesional conduct,” katanya.

Kemudian, menurut Asep, MA dan KY juga sepakat untuk me­la­kukan pemeriksaan bersama atau sendiri atas kemungkinan ada­nya pelanggaran kode etik ha­kim lain, dalam majelis hakim kasus narkoba itu. “MKH itu akan diputuskan dan dilak­sa­na­kan dalam waktu dekat ini,” tandasnya.

Sebelumnya, Hakim Agung Achmad Yamanie menyatakan mun­dur dari jabatannya. Pengun­duran diri Yamanie ini dibe­nar­kan Mahkamah Agung.

Kepala Biro Hukum dan Hu­mas MA Ridwan Mansyur menga­takan, Ketua MA Hatta Ali sudah menerima surat pengun­dur­an diri Yamanie pada 12 No­vem­ber 2012. Surat itu dibahas dalam rapat pimpinan MA dan diteruskan ke Presiden SBY.

Menurut Hakim Agung Gayus Lum­buun, pengunduran diri Ya­manie bertentangan dengan Undang Undang MA. “Hakim agung sebagai pejabat tinggi ne­gara, tidak bisa dengan mudah me­ngundurkan diri seperti de­ngan alasan sakit,” ujarnya. “Me­ngun­durkan diri untuk hakim agung diatur dengan jelas pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung,” tandasnya.

Gayus menjelaskan, pada Pasal 11 UU Mahkamah Agung dise­butkan bahwa seorang hakim bisa mundur jika sakit jasmani atau rohani terus menerus selama tiga bulan. “Atau sebagaimana diatur dalam Pasal 11 A yang mengatur hakim agung diberhentikan apa­bila bersalah melakukan tindak pidana atau perbuatan tercela atau melanggar sumpah janji jabatan,” je­lasnya.

Sangat Berharap KY Dan MA Sepenuh Hati

M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menilai, tin­dak­lanjut pengusutan perkara ini menjadi pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan. Lantaran itu, dia sangat ber­ha­rap, pengusutan dugaan pe­ma­l­suan putusan ini dilakukan Ko­misi Yudisial dan Mahkamah Agung sepenuh hati.

“Jangan sampai penindakan kasus ini hanya menyentuh per­mukaan. Perlu didalami dan dikaitkan dengan perkara lain­nya. Hal itu menjadi penting agar mafia peradilan yang su­dah mengakar bisa dimi­ni­ma­lisir,” tandasnya.

Dia menyebutkan, tindakan hukum yang tegas dari penegak hukum juga bisa memberikan efek jera bagi para pelaku lain­nya. Setidaknya, kata dia, pela­ku kejahatan dengan pola seje­nis menjadi berpikir panjang untuk melaksanakan kejahatan.

Taslim menambahkan, pola pengusutan hukum yang siste­matis ini, menjadi acuan dalam menindak kasus-kasus sejenis lain­nya di masa mendatang. Ia ber­harap, koleganya di DPR mau bersama-sama ambil ba­gian dalam memantau penun­tas­an kasus ini.

Dengan pengawasan terse­but, maka tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak ber­sikap profesional dalam me­nangani persoalan ini. Ia me­nilai, sebagai mitra penegak hukum, Komisi III DPR akan memberikan dukungan secara mak­simal.

“Selama bertujuan untuk menegakkan hukum se­cara proporsional dan pro­fe­sional, kita akan mendukung upaya penegak hukum,” kata­nya.

Kekurangan maupun kendala yang dihadapi penegak hukum, lanjut Taslim, bisa diatasi sedini mungkin. Dengan begitu, pe­nanganan kasus hakim agung ini pun bisa dilaksanakan secara tegas. “Tidak semata menindak hakimnya saja. Tapi pihak lain yang terkait juga harus bisa diungkap,” tandas anggota DPR dari PAN ini.

Dukung KY Dan MA Sampaikan Laporan Ke Kepolisian

Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia

Koordinator LSM Ge­rak­an Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mah­jud­din mendukung Komisi Yu­di­sial dan Mahkamah Agung me­laporkan dugaan tindak pidana pemalsuan surat putusan ini ke ke­polisian. Hal itu agar ada ke­pastian hukum dalam kasus ini.

“Jadi, bukan hanya proses administratif saja yang di­se­le­saikan. Pelanggaran hu­kumnya tidak kalah penting. Karena itu, pelanggaran pidana dalam ka­sus dugaan pemalsuan surat pu­tusan ini memang harus dila­por­kan oleh lembaga yang kom­pe­ten ke kepolisian,” katanya, ke­marin.

KY sebagai lembaga penga­was hakim maupun MA sebagai wadah hakim, kata Akhiruddin, idealnya memang melaporkan dugaan pidana ini ke pihak ber­wajib. Lantaran itu, dia menilai, langkah KY yang sudah ber­koordinasi dengan kepolisian cu­kup elegan. Hal itu menun­juk­kan adanya komitmen KY da­lam menertibkan hakim-hakim nakal.

“Langkah ini pun hendaknya ditindaklanjuti kepolisian de­ngan penyelidilkan yang kom­pre­hensif. Bukan dijadikan se­bagai laporan yang tidak ber­makna atau dimasukkan ke peti es. Apalagi, persoalan ini me­nyangkut kredibilitas hakim,” tegasnya.

Mau tidak mau, Akhiruddin menambahkan, perkara ini juga bisa mempengaruhi kredibilitas lembaga tinggi negara lainnya, seperti Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung. Jadi, harap­nya, selain sidang MKH, perlu ada penindakan hukum secara kon­kret. Ketegasan dalam mela­kukan penindakan hukum ini, ka­tanya, perlu agar kepo­lisian di­pandang tidak pilih bulu. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA