Untuk keempat kalinya, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara tersangka kasus pengadaan alat kesehatan, Siti Fadilah Supari kepada penyidik Mabes Polri.
Soalnya, petunjuk jaksa peÂnuntut umum (JPU) agar berkas itu lengkap (P21), tak kunjung bisa dipenuhi penyidik. “Untuk yang keempat kalinya, berkas perÂkara dikembalikan ke penyiÂdik karena masih ada petunjuk yang belum dipenuhi, baik peÂtunÂjuk formil maupun materil,†kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman.
Berkas pemeriksaan Siti, perÂtama kali dikirim penyidik BaÂreskrim Mabes Polri kepada JPU Kejaksaan Agung pada 8 Mei 2012. Namun, berkas tersebut diÂkÂembalikan ke penyidik. SoalÂnya, menurut jaksa peneliti, berÂkas itu belum memenuhi syarat untuk dinyatakan lengkap. “WakÂtu itu pun sudah langsung dibeÂriÂkan petunjuk kepada penyidik unÂtuk dilengkapi,†ujar Adi.
Pengembalian berkas untuk yang kedua kali, terjadi pada tanggal 10 Juli 2012. “Saat itu, seÂmua unsur materil dan forÂmilÂnya juga belum dipenuhi,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi KeÂpulauan Riau ini.
Pada 9 Agustus 2012, JPU lagi-lagi mengembalikan berkas bekas Menteri Kesehatan itu kepada peÂnyidik kepolisian. “Tidak ada unsur kesengajaan, tapi semata-mata kaÂrena tidak dipenuhinya petunjuk yang kami berikan,†ucap Adi.
Untuk keempat kalinya, pada 29 Oktober lalu, JPU mengemÂbalikan lagi berkas tersebut kepada penyidik. “Begitu berkas dikasih penyidik kepada kami, langsung kami teliti dan periksa kelengkapannya. Rupanya samÂpai keempat kali, petunjuk kami belum juga dipenuhi,†katanya.
Makanya, lanjut Adi, jaksa peÂnuntut umum Kejagung meÂngemÂbalikan lagi berkas tersebut kepada penyidik Bareskrim. “UnÂtuk segera dilengkapi petunjuk-petunjuk dari JPU, sebagaimana teÂlah kami berikan,†ucap jaksa asal Madura ini.
Kendati begitu, Adi tidak mau meÂrinci apa saja yang menjadi petunjuk JPU kepada penyidik. “Yang pasti, pada pengembalian pertama, JPU memberikan 13 petunjuk formil dan 14 petunjuk materil yang harus dilengkapi penyidik,†katanya.
Pada pengembalian kedua, lanÂjut Adi, sudah ada sedikit pemÂbenahan. “Ada tujuh petunjuk forÂmil dan 11 petunjuk materil yang masih belum dipenuhi pada peÂngembalian kedua,†katanya.
Sampai pada pengembalian yang ketiga, menurutnya, tidak ada perubahan lagi. “Sampai keÂemÂpat kalinya ini pun, belum ada perubahan lagi dari petunjuk yang diberikan JPU,†lanjut Adi.
Walau begitu, pihaknya tetap menunggu penyidik untuk segera mungkin memenuhi petunjuk JPU, agar perkara tersebut tidak menggantung. “Kami akan tungÂgu sampai lengkap semua. Itu kan peÂrintah dan dasar yang diÂteÂtapÂkan dalam undang undang,†ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Siti diÂtetapkan Bareskrim sebagai terÂÂsangka kasus korupsi pengaÂdaÂan alat kesehatan untuk keadaÂan luar biasa (KLB). Pengadaan ini mengÂgunakan metode peÂnunÂjuÂÂkan langÂsung yang dÂiÂlaÂkÂsanakan Kepala Pusat PeÂnangÂgulangan MaÂsalah KeÂsehatan antara OkÂtober 2005-NoÂvember 2005, seÂbeÂsar Rp 15.548.280.000 atau seÂkitar Rp 15,5 miliar. AkiÂbat peÂnunÂjukan langsung terÂseÂbut, neÂgara diduga mengalami keÂrugian Rp 6.148.638.000 atau seÂkitar Rp 6,1 miliar.
Sebelumnya, Kabareskrim PolÂri Komjen Sutarman menyatakan tiÂdak akan mengeluarkan Surat PeÂrintah Penghentian Penyidikan (SP3) bagi Siti, kendati anak buahÂnya belum bisa melengkapi petunjuk kejaksaan. “Tidak ada renÂcana mengeluarkan SP3,†ucap bekas Kapolda Metro Jaya ini.
Menurut Sutarman, pihaknya tidak bermaksud mengulur-ulur waktu penanganan kasus ini. Tapi, semata-mata karena butuh waktu untuk memenuhi petunjuk jaksa. “Petunjuk jaksa itu banyak, seÂhingga butuh waktu untuk meÂmenuhinya,†kata dia.
Sebaliknya, huasa hukum Siti, Yusril Ihza Mahendra meminta Bareskrim segera mengeluarkan SP3 untuk kliennya. “Ini sudah berkali-kali bolak-balik. Apa yang diminta kejaksaan tidak bisa dipenuhi kepolisian. Landasan hukum kasus ini tak kuat dan alat buktinya tak cukup. Karena itu, SP3 saja,†katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka.
Melihat proses penyidikan yang meÂnurutnya menggantung ini, YusÂril ingin melakukan judiÂcial reÂview ke Mahkamah KonÂsÂtitusi. “Sampai kapan Ibu Siti diÂgantung-gantung? Kelemahan KUHAP kita memang tak meÂngatur sampai kapan. Masak seÂumur hidup terÂsangka terus? KaÂlau begini, akan saya ajukan ke MK,†katanya.
Judicial review atas KUHAP itu, akan dilakukan setelah YusÂril berÂkonsultasi dengan Siti. “Saya akan konsultasikan renÂcaÂna ini dengan Ibu Siti. Jika sudah oke, akan kami lakukan,†ucapÂnya.
REKA ULANG
KPK Minta Siti Balikin Uang Negara
Ada sejumlah perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) saat Siti Fadilah Supari menjabat Menteri Kesehatan. Kasus-kasus itu ada yang diÂtaÂngani KPK, ada pula yang diÂtaÂngani Bareskrim Mabes Polri.
Dalam kasus alkes yang dÂiÂtangani Mabes Polri, belum kenÂtara betul bagaimana peran Siti, kendati dia telah ditetapkan seÂbagai tersangka. Sedangkan daÂlam kasus alkes yang ditangani KPK, dugaan keterlibatan Siti lebih jelas, meski dia masih berÂstatus saksi.
Dalam kasus alkes dengan terÂdakwa bekas Kepala Pusat PeÂnangÂgulan Krisis Kementerian KeÂsehatan Rustam Syarifuddin Pakaya yang ditangani KPK dan teÂlah bergulir ke Pengadilan TipiÂkor Jakarta, jaksa penuntut umum (JPU) KPK meminta orang-orang yang terkait perkara ini untuk meÂngembalikan dana yang pernah mereka terima.
Bahkan, JPU meÂngancam akan mengeksekusi pakÂsa aset itu jika orang-orang terÂsebut tak mau mengemÂbaÂliÂkanÂnya ke negara. Hal itu disamÂpaikan JPU dalam sidang pembaÂcaan tuntutan terÂhadap Rustam.
Jaksa Iskandar Marwanto meÂnyaÂtakan, nama-nama yang meÂnerima aliran dana korupsi ini, terÂcantum dalam surat dakwaan RusÂtam. Dalam dakwaan, jaksa meÂnyinggung adanya aliran dana ke bekas Menteri Kesehatan Siti FaÂdilah Supari Rp 1,275 miliar, ELS MaÂngundap Rp 850 juta, Amir Syamsuddin Ishak Rp 100 juta, MeÂdiana Hutomo dan GuÂnaÂdi SoeÂkemi Rp 100 juta, Tan SuÂhartono Rp 150 juta, Tengku LuckÂÂman Sinar Rp 25 juta, PT InÂdoÂfarma Global Medika Rp 1,763 miliar dan PT Graha Ismaya Rp 15,226 miliar. Rustam pun diÂdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,47 miliar.
Nama-nama tersebut, samÂbungÂnya, diminta segera meÂngemÂbalÂiÂkan dana yang terkait perÂkara RusÂtam. “Meminta meÂmÂeÂrintahÂkan peÂrampasan terhaÂdap kekayaan atau uang yang diÂperoleh dari hasil kejahatan tinÂdak pidana korupsi untuk diÂkemÂbaÂliÂkan ke kas neÂgara,†ujar Iskandar.
Jaksa memasang target peÂngemÂbalian uang tersebut satu buÂlan setelah putusan terhadap RusÂtam berkekuatan hukum tetap. Jika tidak mematuhi hal ini, jaksa tidak segan menyita harta benda mereka.
Jaksa Kiki Yani menambahkan, keputusan penyitaan tersebut, berÂdasarkan keyakinan bahwa aset itu diperoleh terkait perkara Rustam. Apalagi pada tuntuÂtanÂnya, jaksa menyatakan bahwa tinÂdakan terdakwa dilakukan secara sengaja untuk memperkaya diri senÂdiri dan orang lain.
Usaha memperoleh dana itu, menurut JPU, diperoleh Rustam dengan cara tidak sah, yakni mengatur proses pengadaan alat penangÂguÂlangan krisis dengan cara meÂngarahkan pada merk tertentu.
Sebelumnya, kuasa hukum Siti, Yusril Ihza Mahendra meÂnyatakan, karena telah menyebut sejumlah orang menerima uang daÂlam kasus korupsi alat keÂseÂhaÂtan, maka JPU harus memÂbukÂtikannya.“Buktikan saja, benar atau tiÂdak. Kalau tidak bisa diÂbuktikan, mÂeÂÂreÂka bisa dituntut balik,†kataÂnya keÂpada Rakyat MerÂdeka.
Ajak KPK Saksikan Gelar Perkara
Agustinus Pohan, Dosen Unpar
Mengenai bolak-baliknya berkas tersangka Siti Fadilah, peÂngajar hukum pidana UniÂversitas Parahyangan (Unpar) Agustinus Pohan menyarankan kepolisian dan kejaksaan melaÂkuÂkan gelar perkara bersama.
Gelar perkara ini harus dilaÂkuÂkan secara obyektif, sehingga bisa disimpulkan langkah selanÂjutnya, agar status tersangka Siti Fadilah Supari menjadi jelas. “SÂebaiknya dilakukan gelar perÂkara yang melibatkan KPK, pegiat anti korupsi, untuk secara obyektif ikut menilai apa yang sesungguhnya menjadi persoaÂlan,†sarannya.
Agustinus menyatakan tidak punya informasi mengenai keÂnaÂpa kasus Siti yang ditangani Mabes Polri dan Kejaksaan Agung tak kunjung dinyatakan lengÂkap (P21) berkasnya, seÂhingÂÂga belum naik ke persiÂdaÂngan. Namun, dia memÂbanÂdingÂÂkan, dalam kasus pengaÂdaÂan alat kesehatan yang diÂtaÂngaÂni KPK, dugaan keterlibatan Siti sudah tampak, kendati beÂkas Menteri Kesehatan itu membantah.
Dugaan itu berdasarkan pada BAP adik Siti, Rosida Endang yang terungkap dalam sidang terÂdakwa bekas Kepala Pusat Penanggulan Krisis KemenÂteÂrian Kesehatan Rustam SyaÂriÂfudÂdin Pakaya di Pengadilan TiÂpikor Jakarta. “Tampaknya ada bukti yang cukup tentang aliran dana kepada Ibu Siti,†katanya.
Tapi, kasus alkes yang diÂtangani KPK, tidak bisa begitu saja digunakan sebagai patokan kasus alkes yang ditangani BaÂreskrim Mabes Polri dan KeÂjaksaan Agung. Sehingga, MaÂbes Polri dan Kejaksaan Agung mesti punya sikap tegas sendiri.
“Penyidik harus mengambil keputusan, atau bisa juga JPU yang memutuskan, mengingat perkara ini termasuk high proÂfiÂle crime,†ujar Agustinus.
Agustinus menambahkan, tidÂak ada batasan waktu bagi peÂnyidik dan penuntut untuk meÂnyatakan berkas seorang terÂsÂangka lengkap atau P21 jika meÂmang belum rampung. NaÂmun, katanya, jika JPU sudah memberikan petunjuk, henÂdakÂlah penyidik memenuhinya seÂseÂgera mungkin.
“Secara huÂkum memang tiÂdak ada batasan tentang pra penuntutan. Namun, penyidik bisa memutuskan untuk mengÂhentikan penyidikan bila tidak mampu memenuhi petunjuk JPU,†ujar Agustinus.
Memang, kata dia, terkadang sulit menjelaskan ke publik, meÂngapa berkas tersangka lama dinyatakan lengkap (P21), seÂbab pihak penyidik dan JPU tiÂdak menjelaskan secara rinci proÂses yang sudah dilalui.
Penyidik Dan Penuntut Mesti Berkoordinasi
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap meÂnyaÂranÂkan penyidik Bareskrim MaÂbes Polri dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menangani kasus Siti FaÂdilah Supari, agar berÂkoorÂdinasi dengan tujuan benar-benar meÂnegakkan hukum. “BerÂkoorÂdiÂnaÂsilah, transparanlah,†katanya.
Yahdil juga meminta pimÂpiÂnan Polri dan Kejaksaan Agung mengawasi penanganan kasus korupsi pengadaan alat keÂseÂhaÂtan (alkes) ini secara langsung. “Karena sudah empat kali berÂkas itu bolak-balik Mabes Polri-Kejagung, mestinya segera ada upaÂya pengawasan langsung dari pimpinan kepolisian sebÂaÂgai penyidik dan pimpinan keÂjakÂsaan sebagai penuntut.â€
Bentuk pengawasan langÂsung seperti itu, harap Yahdil, bisa menghasilkan titik temu anÂtara kepolisian dan kÂejakÂsaÂan, sehingga memperjelas poÂsiÂsi kasus ini sebenarnya.
“Mereka perlu berkoordinasi. Kalau memang sudah ada bukti dan semua petunjuk telah diÂpenuhi, silakan sampaikan ke JPU. Sebaliknya, JPU harus terbuka menjelaskan apa saja yang masih kurang. Jangan dibiarkan bolak-balik begitu saja,†ucapnya.
Yahdil menambahkan, peÂnanganan perkara pidana seÂhaÂrusÂnya lebih mudah. “Sebab, jeÂlas apa perbuatannya, apa bukti-buktinya, siapa pelakunya. TiÂdak seperti kasus perdata yang kadang multi tafsir,†tandasnya.
Kejelasan sikap dan proses, lanjut dia, akan membuat posisi sebuah perkara menjadi terang benderang. “Karena itulah, perÂlu pengawasan pimpinan langÂsung. Sinkronkan apa yang kuÂrang sinkron. Berkoordinasi yang baik, supaya tidak muncul kecurigaan masyarakat, kenapa hanya bolak-balik Polri-KeÂjaÂgung,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: