Kejagung Siap Hadapi Gugatan 4 Tersangka Kasus Chevron

Tahan 6 Tersangka Yang Diduga Rugikan Negara Rp 200 M

Sabtu, 03 November 2012, 09:15 WIB
Kejagung Siap Hadapi Gugatan 4 Tersangka Kasus Chevron
PT Chevron Pacific Indonesia
rmol news logo .Kejaksaan Agung siap melakukan penuntutan terhadap para tersangka perkara rehabilitasi fiktif lahan bekas tambang minyak PT Chevron Pacific Indonesia yang diduga merugikan negara Rp 200 miliar.

Kendati empat tersangka kasus ini mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Ja­kar­ta Selatan, hal itu tidak men­jadi masalah bagi Kejagung.

“Kami siap menghadapinya. Bahkan, kami sedang menyiap­kan proses penuntutan,” kata Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Adi Toega­ris­man pada Kamis (1/11).

Menurutnya, gugatan pra­pe­radilan yang diajukan pihak Chev­ron, merupakan hak setiap ter­sangka, sesuai aturan per­un­dang-undangan. “Gugatan itu ti­dak masalah buat kami, silakan saja,” ujar bekas Kepala Ke­jak­saan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Adi menegaskan, jika yang di­persoalkan para tersangka dalam gugatan praperadilan adalah perihal penahanan, maka hal itu pun siap dihadapi Kejagung. Se­bab, menurutnya, semua tahapan penahanan dilakukan sesuai pro­sedur dan perundang-undangan, serta kebutuhan penyidik.

“Penahanan terhadap para ter­sangka itu sudah sesuai peraturan perundang-undangan, seba­gai­mana Pasal 21 KUHAP. Me­nga­pa mereka ditahan, karena be­r­da­sar­kan bukti yang cukup, kami menduga kuat mereka melakukan tindak pidana,” tandas bekas Asis­ten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Atas dasar pertimbangan pe­nyi­dik dan mekanisme yang di­atur KUHAP itulah, lanjut Adi, maka para tersangka ditahan guna menghindari persoalan dalam proses penuntasan kasus ini. “Ka­rena itu, akan kami hadapi gu­ga­tan mereka di pengadilan,” ucap jaksa asal Madura ini.

Penangguhan penahanan yang diajukan para tersangka dari pi­hak Chevron pun, lanjut Adi, bu­kan merupakan hal penting bagi Kejaksaan Agung. “Sampai saat ini, pengajuan penangguhan pe­nahanan itu, tidak kami ka­bul­kan,” tandasnya.

Adi mengingatkan, soal pena­ha­nan, sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik. Ke­mu­di­an, bukti-bukti yang dimiliki pe­nyi­dik atas para tersangka, tidak perlu menjadi tanya jawab di luar persidangan. “Soal pembuktian, kita lihat saja prosesnya nanti di pengadilan,” ujarnya.

Sekadar mengingatkan, Kejak­sa­an Agung menetapkan tujuh ter­sangka kasus ini. Lima dian­­ta­ranya berasal dari Chevron, yak­ni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Alexiat. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland se­laku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia. Tapi, Alexiat belum ditahan karena berada di Ameriksa Serikat dengan alasan menemani suaminya yang sakit.

Nah, empat tersangka dari pihak Chevron yang ditahan sejak 26 September lalu itulah yang mengajukan gugatan pra­pe­ra­di­lan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Empat tersangka itu, menggunakan hak memper­ta­nya­kan landasan hukum penahanan mereka oleh Kejaksaan Agung.

Menurut kuasa hukum ter­sang­ka dari pihak Chevron, Todung Mulya Lubis, keinginan me­nge­tahui alasan penahanan, me­ru­pa­kan hak tersangka yang paling mendasar. “Gugatan praperadilan ini didasarkan pada kenyataan, ada jaminan yang telah disam­paikan tersangka dan PT Chev­ron,” katanya pada Rabu (31/10) di Jakarta.

Todung menegaskan, empat tersangka itu tidak akan kabur, mengingat hubungan baik peru­sa­haan yang sudah hadir di Indo­nesia sejak 88 tahun lalu itu, de­ngan berbagai komunitas ma­sya­rakat di sini. “Kami telah me­min­ta Kejaksaan Agung m­e­nyam­pai­kan bukti-bukti yang mendukung tuduhan mereka, meminta kasus ini diselesaikan segera dan mem­pertimbangkan hak-hak ter­sang­ka,” ujarnya.

Kasus proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari per­janjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT Chev­ron. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya pe­mu­lihan lingkungan (cost re­covery) bekas lahan eskpolrasi mi­nyak Chevron dengan cara bioremediasi.

Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Chevron telah menunjuk dua perusahaan untuk melakukan bioremediasi itu pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, me­nurut Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman, bioremediasi yang seharusnya dilakukan sela­ma perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron itu.

Padahal, kata Kapuspenkum, anggaran sebesar 23,361 juta Do­lar Amerika Serikat telah dicair­kan BP Migas untuk bioremediasi itu. Namun, proyek bioremediasi itu diduga fiktif, sehingga negara dirugikan sebesar 23,361 juta Dolar AS. “Akibat proyek fiktif ini, negara dirugikan Rp 200 mi­liar,” tegasnya.

Vice President Policy Govern­ment and Public Affair PT Chev­ron Pacific Indonesia Yanto Sia­nipar mengaku tak mengerti, ke­napa Kejagung menaksir ke­ru­gian negara dalam kasus ini se­be­sar Rp 200 miliar. “Saya tidak tahu menahu angka yang dike­luar­kan Kejagung. Yang pasti, kami memiliki sel­uruh data pro­yek bioremediasi, dan akan kami jelaskan selama berjalannya pe­me­riksaan,” katanya.

Reka Ulang

Ditahan Setelah 10 Jam Diperiksa

Enam tersangka kasus Chevron ditahan Kejaksaan Agung pada Rabu malam, 26 September lalu, setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam. Namun, satu ter­sangka lainnya belum ditahan.

Enam tersangka yang ditahan itu, terdiri dari empat orang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan dua orang kelompok kerja sama operasi. Yang berasal dari Chevron, yaitu Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh dan Bachtiar Ab­dul Fatah. Dua tersangka lainnya yang ditahan adalah Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Su­migita Jaya, Herlan.

Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman menjelaskan, ter­sang­ka Herlan ditahan dengan Su­rat Perintah Penahanan No Print-29/F.2/Fd.1/09/2012, Bah­tiar Abdul Fatah dengan Surat Pe­rintah Penahanan No Print-30/F.2/Fd.1/09/2012, Widodo de­ngan Surat Perintah Penahanan No Print-31/F.2/Fd.1/09/2012, Endah Rubianti dengan Surat Perintah Penahanan No Print-32/F.2/Fd.1/09/2012, Kukuh Kerta Safari dengan Surat Perintah Penahanan No Print-33/F.2/Fd.1/09/2012, Riksy Prematuri dengan Surat Perintah Penahanan No Print-34/F.2/Fd.1/09/2012.

Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Sela­tan dan Rutan Pondok Bambu, Ja­karta Timur. “Lima tersangka yang laki-laki, semua ditahan di Rutan Sa­lemba Cabang Ke­ja­gung. Se­dang­kan yang perem­puan, ditahan di Rutan Pondok Bambu,” kata Adi.

Sedangkan satu tersangka lain­nya yang berasal dari pihak Chev­­ron, yakni Alexiat Tirta­wi­ja­ya belum diperiksa dan belum ditahan karena masih berada di Am­erika Serikat, dengan dalih menjaga suaminya yang sakit di negeri Paman Sam itu.

“Nanti akan dilakukan pe­mang­gilan ulang. Dia memang me­ngi­rim­kan surat tidak bisa hadir karena menjaga suaminya yang sedang sakit di Amerika,” kata Adi.

Anggota kuasa hukum para ter­sangka dari pihak Chevron, Maq­dir Ismail menyayangkan pe­na­hanan tersebut. “Padahal, mereka kooperatif, sudah dicegah ke luar ne­geri dan tidak akan menghi­langkan barang bukti. Jadi, pena­ha­nan ini tidak ada urgensinya. Karena itu, kami akan me­nga­jukan upaya penangguhan pe­na­hanan,” katanya.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, jaja­ran­nya telah mengantongi bukti-bukti kuat mengenai tindak pi­da­na korupsi yang dilakukan para tersangka. “Semua unsur ter­pe­nuhi,” ujarnya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, seusai me­man­tau para penyidik membawa enam tersangka tersebut ke rumah taha­nan pada Rabu malam itu.

Akan Masuk Angin Jika Prosesnya Terlalu Lama

Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya menyampaikan, para tersangka kasus Chevron se­mestinya segera naik ke pe­nun­tutan. Sebab, akan me­nimbulkan efek negatif seperti “masuk angin” jika prosesnya terlalu lama.

“Kejaksaan kan sudah me­miliki bukti-bukti yang kuat, buat apa lagi berlama-lama. Se­gera saja bawa para tersangka kasus ini naik ke penuntutan, dan buktikan di persidangan,” saran Alex.

Menurut dia, semakin lama perkara ini berkutat pada tahap penyidikan, maka akan mem­buat penyidik kewalahan. “Se­bab, perkara yang masuk akan kian menumpuk. Hendaknya se­gera para tersangka kasus Chevron ini disidangkan,” ujar pria yang bekerja sebagai jaksa selama 40 tahun ini.

Alex mengingatkan, perkara dugaan bioremediasi fiktif ini sudah menjadi sorotan publik. Kasus ini pun menjadi salah satu poin penting bagi Ke­jak­sa­an Agung untuk menun­juk­kan kinerjanya kepada ma­sya­rakat luas.

“Kerugian negara yang di­duga ditimbulkan dalam kasus ini pun sangat besar. Harus di­se­lamatkan, supaya bisa digu­na­kan untuk kepentingan pub­lik yang lebih mendasar, seperti membangun sekolah di daerah-daerah terpencil dan seba­gai­nya,” kata dia.

Dia pun menyatakan, proses pembuktian di persidangan pun harus dipantau masyarakat. Sebab, menurutnya, kasus se­perti ini rentan dipermainkan. “Jangan sampai lengah. Saya pun berkeyakinan, masih ba­nyak kasus serupa,” ucapnya.

Sekali lagi, Alex me­nya­ran­kan kejaksaan segera menyeret para tersangka ke kursi ter­dakwa di Pengadilan Tipikor. “Itu akan menjadi proses untuk kepastian hukum, dan juga me­lihat ba­gai­mana keuangan ne­ga­ra dis­e­la­mat­kan,” ujarnya.

Tarik Menarik Kepentingan Sejumlah Politisi

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III Nu­dir­man Munir menyampaikan, ka­sus Chevron menjadi pem­ba­has­­an serius di Komisi Hukum DPR.

Menurutnya, dalam kasus dugaan korupsi ini, ada tarik menarik kepentingan sejumlah politisi. Antara politisi yang men­desak segera dituntaskan dengan politisi yang mencoba menghambat proses pengusu­tan. “Saya tetap dorong supaya di­tuntaskan sampai ke akar-akarnya,” ujar dia.

Dia menambahkan, bukan perkara dugaan bioremediasi fik­tif ini saja yang semestinya di­­usut, tapi juga kewajiban pa­jak perusahaan-perusahaan be­sar, multinasional dan asing se­perti PT Chevron Pacific Indo­nesia. “Biar semua diusut. Nya­ta­nya, ada saja yang ber­ma­nu­ver dan tidak setuju itu semua diusut. Ada apa ini sebe­nar­nya?” kata Nudirman.

Lantaran itu, Nudirman men­desak agar kasus ini dibongkar semuanya. “Kita berharap Pan­sus Pemberantasan Mafia Pajak juga benar-benar serius me­ngu­sut ini,” ujar anggota DPR dari Partai Golkar ini.

Selain itu, jika penanganan perkara ini tampak kian lemah, maka Komisi Pemberantasan Korupsi mesti turun tangan. “KPK jangan terjebak mengu­su­t kasus-kasus yang tam­pak­nya cenderung politis,” ujarnya.

Nudirman mengingatkan, pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum perlu terus dilakukan, agar pena­nga­nan suatu kasus tidak berlarut-larut atau berputar-putar saja. Apalagi perkara korupsi yang mengandung kerugian negara miliaran rupiah. “Pengawasan atau tekanan yang kuat dari DPR dan publik, dapat mem­per­cepat proses,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA