WAWANCARA

Gamawan Fauzi: Berani Menjadi Cagub, Lepaskan Dulu Jabatan

Sabtu, 29 September 2012, 08:02 WIB
Gamawan Fauzi: Berani Menjadi Cagub, Lepaskan Dulu Jabatan
Gamawan Fauzi

rmol news logo Kepala daerah  yang menjadi calon gubernur sudah seharusnya mundur dari jabatannya. Aturan mengenai itu sedang digodok.

“Berani menjadi cagub, be­rarti be­rani melepaskan jabatan wa­likota/bupati atau jabatan gu­ber­nur sebelum ditetapkan se­bagai cagub,’’ kata Menteri Da­lam Ne­geri (Mendagri) Gama­wan Fauzi ke­pada Rakyat Mer­deka, di Jakarta.

Menurut Gamawan, pihaknya dalam revisi Undang-Undang Nomor 32/2004 tentang Peme­rin­­tahan Daerah memasukkan usu­lan mengenai pengunduran diri kepala daerah sebelum ber­ta­rung dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa ada keinginan se­per­ti itu?

Soalnya  sering menjadi ma­sa­lah, setelah kepala daerah itu ter­pilih menjadi gubernur, DPRD-nya tidak mengabulkan pengun­duran dirinya.

Usulan kami, agar ke depan ke­­­pala daerah yang menjadi ca­lon ke­pala daerah lainnya, maka ha­rus mundur total dari jabatan se­­belumnya. Harus benar-be­nar mun­dur sebelum menca­lonkan.


Apa tidak berbenturan de­ngan kepentingan DPR?

Tentu tidak. Kami akan menya­kinkan DPR secara argumentasi mengenai usulan itu.


Selain Jokowi dan Alex Noer­din, apa memang banyak ke­pa­la daerah lainnya men­coba-coba mencari keberun­tu­ngan?

Ya. Bupati-bupati kan banyak jumlahnya. Contohnya di Sula­wesi Utara, Kalimantan Selatan, dan yang lainnya.Termasuk juga Walikota Padang.


Apa Anda yakin DPR menye­tujui itu?

Ya. Sebab,  mereka yang maju se­bagai calon kepala daerah, ha­rus mundur total dari jabatannya. Seperti pejabat PNS. Kalau PNS mau mencalonkan diri menjadi bu­pati, walikota atau gubernur, maka  harus mundur dari jabatan­nya. Masalah ini sudah diatur de­ngan tegas.

Tapi  Undang-Undang Peme­rin­­tah Daerah tidak ada aturan se­perti itu. Di situ hanya menya­ta­kan, kepala daerah mundur se­telah itu dipastikan menjadi bu­pati atau gubernur. Inilah yang akan direvisi. Supaya sama de­ngan Undang-Pndang PNS.


Bukankah ini bertentangan de­ngan ketentuan bahwa ja­batan kepala daerah bisa dua periode?

 Untuk mencalonkan pada ja­batan di daerah yang sama, maka kepala daerah itu tidak perlu mundur. Tapi kalau  mencalonkan diri untuk jabatan di luar daerah­nya, maka harus ada resiko yang diambil, yakni mundur total.


Bagaimana kalau tidak ter­pilih?

Ya, itu resiko. Jabatan lamanya tidak bisa diteruskan lagi.  Maka­nya akan mikir sebelum men­calonkan.


Bukankah kalau banyak kepala daerah mundur, itu juga menimbulkan masalah?

Benar. Itu juga menimbulkan ma­salah. Coba kita bayangkan ka­­lau di semua provinsi kepala daerah kabupaten/ kota men­ca­lon­kan menjadi gubernur  di pro­vinsi yang sama. Tentu ini me­­­repotkan.

Masalah lainnya, bagaimana mereka membangun harmoni­sasi pemerintahan di sebuah pro­vinsi kalau walikota/bupati di sua­tu provinsi bertarung dengan gu­ber­nur-nya dalam pemilihan gu­ber­nur. Tentu akan timbul masalah,  itu yang sekarang kita rasakan. Wa­lau masalah itu tidak mencuat.

Tapi dapat dipastikan hu­bungan gubernur dan bupati atau wali­kota yang maju dalam pil­kada itu tidak akan semulus dan harmonis.


Berarti belum dewasa dong dalam berdemokrasi?

Ya, begitulah. Mereka kan be­kas kompetitor, sehingga di be­berapa daerah hubungan me­reka sebagian kurang baik. Itu yang kami rasakan dan kami ketahui.

Makanya ke depan kami ber­harap sejak awal begitu meng­usul­kan untuk mencalonkan ke­pala daerah sudah membawa su­rat pengunduran diri. Mereka ha­rus mau menanggung resiko jika ingin maju ke tingkat yang lebih tinggi atau mencalonkan ke dae­rah lain.


Bagaimana dengan Jokowi?

    Kalau terpilih secara sah dari KPUD DKI, Jokowi mengajukan pengunduran diri ke DPRD Solo. Mekanismenya begitu.

Nah, nanti DPRD Surakarta akan melakukan sidang paripurna dan menentukan apakah pengun­durannya diterima atau tidak.


Seharusnya bagaimana?

Sebenarnya kalau sudah meng­undurkan diri seperti itu seyog­yanya DPRD Solo menerimanya. Sebab, tidak mungkin seseorang mencalonkan kalau awalnya ti­dak ada restu.

Lagipula sekarang ini kan tidak ada larangan Kepala daerah se­perti walikota atau bupati untuk men­calonkan diri menjadi gu­bernur.


Ini berarti pengunduran Jokowi pasti diterima?

Ini kan lebih kepada proses ad­ministratif saja, walaupun ha­rus dalam sidang paripurna. Sebab, ini berbeda dengan kasus pak Pri­janto (Wakil Gubernur DKI Ja­kar­ta yang mengundurkan diri tapi tidak dikabulkan DPRD DKI Jakarta).

Kalau Pak Prijanto itu kan ber­kaitan dengan pribadi beliau. Ka­­lau ini kan memperbolehkan ikut dalam pilgub, sebaiknya DPRD mengikhlaskan kalau su­dah di­ajukan.

Perlu diketahui hal ini ju­ga terjadi pada Bupati Garut dan kita juga mem­fasi­litasi masalah itu.

Saya kira DPRD Solo akan se­tuju. Kalau tidak, nanti Kemen­da­gri akan fasilitasi.    [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA