Kepala daerah yang menjadi calon gubernur sudah seharusnya mundur dari jabatannya. Aturan mengenai itu sedang digodok.
“Berani menjadi cagub, beÂrarti beÂrani melepaskan jabatan waÂlikota/bupati atau jabatan guÂberÂnur sebelum ditetapkan seÂbagai cagub,’’ kata Menteri DaÂlam NeÂgeri (Mendagri) GamaÂwan Fauzi keÂpada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta.
Menurut Gamawan, pihaknya dalam revisi Undang-Undang Nomor 32/2004 tentang PemeÂrinÂÂtahan Daerah memasukkan usuÂlan mengenai pengunduran diri kepala daerah sebelum berÂtaÂrung dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Berikut kutipan selengkapnya:
Soalnya sering menjadi maÂsaÂlah, setelah kepala daerah itu terÂpilih menjadi gubernur, DPRD-nya tidak mengabulkan pengunÂduran dirinya.
Usulan kami, agar ke depan keÂÂÂpala daerah yang menjadi caÂlon keÂpala daerah lainnya, maka haÂrus mundur total dari jabatan seÂÂbelumnya. Harus benar-beÂnar munÂdur sebelum mencaÂlonkan.
Apa tidak berbenturan deÂngan kepentingan DPR?
Tentu tidak. Kami akan menyaÂkinkan DPR secara argumentasi mengenai usulan itu.
Selain Jokowi dan Alex NoerÂdin, apa memang banyak keÂpaÂla daerah lainnya menÂcoba-coba mencari keberunÂtuÂngan?
Ya. Bupati-bupati kan banyak jumlahnya. Contohnya di SulaÂwesi Utara, Kalimantan Selatan, dan yang lainnya.Termasuk juga Walikota Padang.
Apa Anda yakin DPR menyeÂtujui itu?
Ya. Sebab, mereka yang maju seÂbagai calon kepala daerah, haÂrus mundur total dari jabatannya. Seperti pejabat PNS. Kalau PNS mau mencalonkan diri menjadi buÂpati, walikota atau gubernur, maka harus mundur dari jabatanÂnya. Masalah ini sudah diatur deÂngan tegas.
Tapi Undang-Undang PemeÂrinÂÂtah Daerah tidak ada aturan seÂperti itu. Di situ hanya menyaÂtaÂkan, kepala daerah mundur seÂtelah itu dipastikan menjadi buÂpati atau gubernur. Inilah yang akan direvisi. Supaya sama deÂngan Undang-Pndang PNS.
Bukankah ini bertentangan deÂngan ketentuan bahwa jaÂbatan kepala daerah bisa dua periode?
Untuk mencalonkan pada jaÂbatan di daerah yang sama, maka kepala daerah itu tidak perlu mundur. Tapi kalau mencalonkan diri untuk jabatan di luar daerahÂnya, maka harus ada resiko yang diambil, yakni mundur total.
Bagaimana kalau tidak terÂpilih?
Ya, itu resiko. Jabatan lamanya tidak bisa diteruskan lagi. MakaÂnya akan mikir sebelum menÂcalonkan.
Bukankah kalau banyak kepala daerah mundur, itu juga menimbulkan masalah?
Benar. Itu juga menimbulkan maÂsalah. Coba kita bayangkan kaÂÂlau di semua provinsi kepala daerah kabupaten/ kota menÂcaÂlonÂkan menjadi gubernur di proÂvinsi yang sama. Tentu ini meÂÂÂrepotkan.
Masalah lainnya, bagaimana mereka membangun harmoniÂsasi pemerintahan di sebuah proÂvinsi kalau walikota/bupati di suaÂtu provinsi bertarung dengan guÂberÂnur-nya dalam pemilihan guÂberÂnur. Tentu akan timbul masalah, itu yang sekarang kita rasakan. WaÂlau masalah itu tidak mencuat.
Tapi dapat dipastikan huÂbungan gubernur dan bupati atau waliÂkota yang maju dalam pilÂkada itu tidak akan semulus dan harmonis.
Ya, begitulah. Mereka kan beÂkas kompetitor, sehingga di beÂberapa daerah hubungan meÂreka sebagian kurang baik. Itu yang kami rasakan dan kami ketahui.
Makanya ke depan kami berÂharap sejak awal begitu mengÂusulÂkan untuk mencalonkan keÂpala daerah sudah membawa suÂrat pengunduran diri. Mereka haÂrus mau menanggung resiko jika ingin maju ke tingkat yang lebih tinggi atau mencalonkan ke daeÂrah lain.
Bagaimana dengan Jokowi?
Kalau terpilih secara sah dari KPUD DKI, Jokowi mengajukan pengunduran diri ke DPRD Solo. Mekanismenya begitu.
Nah, nanti DPRD Surakarta akan melakukan sidang paripurna dan menentukan apakah pengunÂdurannya diterima atau tidak.
Seharusnya bagaimana?
Sebenarnya kalau sudah mengÂundurkan diri seperti itu seyogÂyanya DPRD Solo menerimanya. Sebab, tidak mungkin seseorang mencalonkan kalau awalnya tiÂdak ada restu.
Lagipula sekarang ini kan tidak ada larangan Kepala daerah seÂperti walikota atau bupati untuk menÂcalonkan diri menjadi guÂbernur.
Ini berarti pengunduran Jokowi pasti diterima?
Ini kan lebih kepada proses adÂministratif saja, walaupun haÂrus dalam sidang paripurna. Sebab, ini berbeda dengan kasus pak PriÂjanto (Wakil Gubernur DKI JaÂkarÂta yang mengundurkan diri tapi tidak dikabulkan DPRD DKI Jakarta).
Kalau Pak Prijanto itu kan berÂkaitan dengan pribadi beliau. KaÂÂlau ini kan memperbolehkan ikut dalam pilgub, sebaiknya DPRD mengikhlaskan kalau suÂdah diÂajukan.
Perlu diketahui hal ini juÂga terjadi pada Bupati Garut dan kita juga memÂfasiÂlitasi masalah itu.
Saya kira DPRD Solo akan seÂtuju. Kalau tidak, nanti KemenÂdaÂgri akan fasilitasi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: