
Ekspedisi Kepak Sayap Enggang, yang merupakan lanjutan dari Tur Mata Harimau yang dilakukan Greenpeace, Walhi dan berbagai komunitas pecinta alam lainnya hari ini (Selasa 25/9) memaparkan temuan dari hasil ekspedisi mereka di Kalimantan. Temuan itu berupa lahan sawit, batubara dan lain-lain yang overlap dengan zona moratorium.
Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Abed Nego Tarigan, menilai jika konsep pinjam-pakai lahan menjadi pertanyaaan yang cukup serius. Ini karena tidak ada kepastian apakah lahan tersebut bisa kembali ke fungsi awal setelah dieksploitasi.
Selain itu, ia juga menjelaskan jika sampai hari ini, ada banyak situasi amdal dan janji jauh dari yang disebutkan perusahaan.
"Perjalanan itu menegaskan kerusakan hutan itu paralel tentang kehidupan yang lain, kesehatan, ekonomi dan lain-lain," tegasnya saat konferensi pers yang dilakukan di gedung Greenpeace di Jalan KH Abdullah Syafi’i No.47, Tebet Timur Jakarta Selatan.
"Dalam pandangan kami, ini yang kami sebut ancaman bencana ekologis. Bencana lingkungan yang berdampak pada kehidupan sosial budaya yang mengakibatkan rusaknya pranata masyarakat," lanjutnya lagi.
[arp]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: