WAWANCARA

Hidayat Nur Wahid: Meski Tidak 100 Persen, PKS Solid Memilih Foke-Nara

Minggu, 23 September 2012, 09:05 WIB
Hidayat Nur Wahid: Meski Tidak 100 Persen, PKS Solid Memilih Foke-Nara
Hidayat Nur Wahid

rmol news logo Kekalahan pasangan Foke-Nara dari pasangan Jokowi-Basuki dalam Pilkada DKI Jakarta bukan karena mesin partai tidak berjalan maksimal.

“Jarak perolehan suara puta­ran pertama dan putaran kedua ber­dasarkan quick count cukup sig­nifikan. Hal ini tidak terlepas dari soliditas kader PKS yang sudah ber­koalisi dengan Foke-Nara,’’ ka­ta Ketua Fraksi PKS DPR, Hi­dayat Nur Wahid, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Cagub DKI Jakarta yang ikut putaran pertama dengan meraih 11 persen suara itu, suara PKS solid disalurkan ke pasangan Foke-Nara .

“Kami solid meski tidak 100 per­sen. Sebab, yang tahu 100 per­sen itu hanya Tuhan. Kemudian, ka­mi akan melihat yang golput pa­da putaran kedua ini, apakah le­bih banyak atau sedikit diban­ding pa­da putaran pertama,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya?

    

Apa mesin PKS bekerja maksimal?

PKS sudah bekerja maksimal. Saya yakin dengan soliditas kader PKS untuk memilih Foke-Nara. Tapi, kekalahan ini tidak lepas dari peran yang golput.

   

Kenapa Anda bilang begitu?

Seperti yang kita ketahui, pada putaran pertama jumlah suara yang golput sebanyak 36 persen. Kalau Pak Foke tidak dapat du­kungan dari yang golput pada pu­taran pertama. Sementara Pak Jo­kowi dapat dukungan dari yang gol­put itu, maka bisa menang.

   

Apa indikasinya?

Saya belum tahu. Makanya sa­ya akan cari tahu yang golput itu larinya ke mana. Tetapi kalau Fo­ke hanya mengandalkan suara da­ri partai-partai koalisi dan tidak mampu mendapatkan tambahan dari suara yang golput pada pu­ta­ran pertama itu, tentu itu sudah jadi faktor yang tidak menjadikan kemenangan. Artinya, banyak fak­tor dari kekalahan pak Foke ini.

   

Apa faktor lain itu?

Belum tentu juga yang pada pu­taran pertama memilih Pak Foke sebanyak 34 persen itu, 100 persen memilih Foke lagi pada putaran kedua.

   

Apa kekalahan Foke ini bisa me­nurunkan kepercayaan ma­sya­rakat terhadap PKS dan par­tai lain yang mendukung Foke?

Pemilukada DKI Jakarta me­mang bisa dijadikan barometer pada Pemilu 2014. Salah satu pin­tu besar mengembalikan ke­per­cayaan publik kepada demokrasi, pilkada, pilpres, dan lainnya jika Pak Jokowi bisa melaksanakan janji dan komitmennya, sehingga berhasil mengatasi banjir, macet, dan keruwetan Jakarta lainnya.

Makanya, kami menunggu dan mengharapkan Pak Jokowi bisa bekerja maksimal dalam melak­sa­nakan amanat rakyat supaya masyarakat percaya bahwa par­pol yang mendukung Jokowi-Ba­suki ini masih bisa dipercaya oleh warga di Jakarta, dan seluruh rak­yat Indonesia.

   

PKS tidak kecewa mendu­kung Foke?

Terlepas dari semua itu, ada paradigma yang perlu dikoreksi yaitu koalisi rakyat melawan koa­lisi partai politik, itu tidak benar karena yang boleh menyebut koa­lisi dengan rakyat hanya Pak Fai­sal Basri dan Hendardji Soe­pandji. Sebab, kedua Cagub DKI Jakarta yang ikut putaran pertama itu berasal dari calon independen.

Sementara Pak Jokowi kan di­dukung parpol juga. Yang ada itu antara koalisi parpol yang sedikit berhadapan dengan koalisi parpol yang banyak.

Jadi, hasil dari Pemilukada DKI Jakarta itu tidak bisa dikata­kan rakyat tidak percaya lagi de­ngan partai politik, karena kalau itu benar maka seharusnya yang menang itu Pak Faisal Basri. Te­ta­pi kenyataannya, Pak Faisal Basri yang mendapatkan suara 5 per­sen kan. Ada faktor lain lagi yang membuat Jokowi menang.

Apa  itu?

Sesungguhnya peran media massa itu sangat besar. Rakyat itu kan banyak yang tahu dari media, sementara mayoritas media nge­bloknya ke Pak Jokowi. Apa pun paradigma yang diusung pem­beritaan media, mayoritas ten­tang Jokowi dan masuk ke setiap rumah setiap waktu.

   

Kenapa PKS mendukung Foke?

Kami melihat komunikasi saja. Foke lebih rajin berkomunikasi dengan PKS dibanding Jokowi. Foke datang dengan Pak Nara itu sebagai penghormatan dan mela­hirkan simpati. Lebih dari itu se­mua, Pak Foke dan Nara itu seca­ra tegas dan ter­buka menyambut positif apa yang menjadi obsesi dan usulan dari PKS yaitu terkait dengan kontrak politik.

   

Apa saja itu?

Dalam kontrak politik itu, ada poin-poin keharusan Pak Foke ber­komitmen untuk meng­ako­mo­­dasi program-program PKS pada putaran pertama dimasukan dalam program kerja Pak Foke.

   

Bukankah Jokowi juga mela­ku­kan komunikasi dengan PKS?

Komunikasi yang dilakukan Pak Jokowi dengan PKS tidak se­lancar yang dilakukan Pak Foke dan tidak menjawab harapan PKS untuk membangun Jakarta bisa tuntas pada 2017.

Kemudian beliau tidak datang lagi ke PKS. Saat itu kami tidak melihat mana yang akan menang dan kalah. Tapi siapa yang mam­pu melaksanakan program-pro­gram yang diusung PKS pada pu­ta­ran pertama itu. Kalau Pak Jo­kowi melakukan hal sama seperti yang dilakukan Pak Foke, mung­kin ceritanya berbeda.


Apa harapan Anda?

Saya mengucapkan selamat ke­pa­da Pak Jokowi dan Pak Ahok yang menurut perhitungan quick count mendapatkan suara ter­banyak dari rakyat. Ke depan, bu­kan masanya jor-joran program me­lainkan masanya untuk kon­solidasi membangun Jakarta atas jan­­ji-janji dan komitmen yang di­ucapkan selama masa kam­panye. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA