Jaksa Cirus Sudah Dieksekusi Tapi Belum Dipecat Kejagung

Kasus Penghilangan Pasal Korupsi Gayus

Rabu, 05 September 2012, 09:36 WIB
Jaksa Cirus Sudah Dieksekusi Tapi Belum Dipecat Kejagung
Cirus Sinaga

rmol news logo Kejaksaan Agung belum memecat jaksa Cirus Sinaga, kendati majelis hakim Mahkamah Agung telah menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada jaksa peneliti kasus Gayus Tambunan itu. Kejagung beralasan belum menerima salinan putusan.

Menurut Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman, mekanisme pemecatan Cirus belum lengkap. Soalnya, Kejagung be­lum menerima salinan putusan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Se­latan. Akibatnya, hingga kemarin, Ke­jagung belum bisa me­nge­luar­kan Cirus dari Korps Adhyaksa.

Dia menjelaskan, tembusan surat putusan majelis kasasi MA masih di tangan Kejaksaan Ne­geri Jakarta Selatan selaku ek­sekutor kasus Cirus. Salinan pu­tu­san kasasi, lanjut Adi, akan di­kirim Kejari Jaksel ke Ke­jak­saan Tinggi DKI Jakarta untuk selanjutnya diteruskan ke Ke­jaksaan Agung.

Setelah menerima berita acara eksekusi, sambung Adi, Kej­aksaan Agung akan menen­tukan sikap mengenai pemecatan jaksa Cirus. “Kejari Jaksel harus membuat laporan eksekusinya ter­lebih dahulu. Laporan itu dite­ruskan ke Kejati DKI, barulah ke Kejagung,” ujarnya.

Yang pasti, kemarin, eksekusi terhadap Cirus telah dilaksanakan tim Kejaksaan Negeri Jakarta Se­latan. “Sudah kami lakukan ek­se­kusinya,” kata Kepala Ke­jaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi.

Mekanisme eksekusi, kata Ma­syhudi, dilakukan tanpa pe­min­dahan terpidana. Soalnya, Cirus se­lama ini sudah men­dekam di Lem­baga Pemasyarakatan Sa­lem­ba, Jakarta Pusat. Jadi, teknis eksekusi hanya pe­nan­datanganan berita acara. “Dia kan sudah di LP Salemba. Jadi, tim ha­nya memberikan surat tentang eksekusi berisi penahanan selama lima tahun penjara,” jelasnya.

Eksekusi dilakukan setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menerima salinan putusan kasasi dari MA pada Jumat lalu (30/8). Ber­dasarkan salinan putusan ma­jelis kasasi tersebut, Cirus resmi dihukum lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kuasa hukum Cirus Sinaga, Parlindungan Sinaga mengaku be­lum menerima salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Dia memasrahkan semua kon­se­kuensi hukuman untuk kliennya kepada penegak hukum yang berwenang. Parlindungan juga menyatakan, pihaknya belum ber­pikir untuk mengajukan pe­nin­jauan kembali. “Kami me­ma­tuhi aturan hukum yang berjalan saja dan belum terpikir untuk mengajukan PK.”

Sedangkan mengenai pe­me­catan Cirus, dia tidak mau men­cam­puri urusan internal Kejak­saan Agung itu. “Biar saja, itu men­jadi kewenangan Kejagung. Prinsipnya, kami sudah men­ja­lan­kan upaya hukum secara mak­simal,” tuturnya.

Putusan majelis hakim MA yang menangani kasasi Cirus, me­nguatkan putusan majelis ha­kim Pengadilan Tinggi DKI Ja­karta dan majelis hakim Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta. Sehingga, jaksa peneliti kasus Gayus Tam­bunan itu tetap dikenai hukuman lima tahun penjara.

Majelis hakim banding Pe­nga­dilan Tinggi DKI tetap memvonis Cirus dengan hukuman lima ta­hun penjara. Vonis tersebut me­nguatkan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pe­nga­dilan Negeri Jakarta Pusat, No­mor 24/Pid.B/Tpk/2011/PN.Jkt.Pst tertanggal 25 Oktber 2011. “Me­netapkan terdakwa tetap dalam tahanan,” ujar Juru Bicara PT DKI Jakarta Ahmad Sobari.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim kasus ini di Pengadilan Ti­pikor Jakarta Albertina Ho me­nya­takan, Cirus meng­hi­lang­kan pasal korupsi untuk terpidana ka­sus pajak Gayus Tambunan. Ci­rus divonis lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan jaksa penuntut umum menuntut Cirus dihukum enam tahun penjara.

Cirus didakwa melanggar Pa­sal 21 Undang Undang Pem­be­rantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan merintangi atau menghalangi penyidikan dan penuntutan kasus korupsi. Cirus terbukti sengaja tidak men­ca­n­tum­kan pasal korupsi dalam ren­cana penuntutan terhadap te­r­sangka Gayus Halomoan Parta­ha­nan Tambunan dengan berkas perkara nomor Pol. BP/41/X/2009/Dit.II Eksus tanggal 2 Oktober 2009.

REKA ULANG

Berkas Gayus Tanpa Pasal Korupsi

Masih ingat kasus peng­hi­la­ngan pasal korupsi Gayus Tam­bunan dengan terdakwa jaksa Cirus Sinaga?

 Upaya menyusun skenario penanganan kasus Gayus diawali pertemuan di Hotel Kristal, Ja­karta Selatan. Pertemuan tersebut dijadikan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai kartu truf untuk mendakwa Cirus, jaksa peneliti kasus Gayus.

JPU Eddy Rakamto me­nye­but­kan, setelah menerima berkas perkara Nomor BP/41/X/2009/Dit II Eksus atas nama Gayus Tam­bunan tanggal 7 Oktober 2009, kuasa hukum Gayus, Ha­posan Hutagalung pada 15 Ok­tober 2009 mempertemukan Ci­rus, jaksa Fadil Regan dengan penyidik kepolisian Kompol Ara­fat dan AKP Sri Sumartini. Per­te­muan itu digelar di Hotel Kris­tal, Jalan Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan.

 Menurut JPU, di hadapan kua­sa hukum Gayus, Kompol Arafat menerangkan kepada Cirus dan Fadil Regan tentang per­ma­sa­lahan yang ada dalam berkas Gayus. Permasalahan itu terletak pada tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, serta pasal yang disangkakan, yaitu Pasal 3 atau 6 Undang-Un­dang Nomor 15 Tahun 2002 yang di­ubah menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 11 Undang-Undang No­mor 20 Tahun 2001 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi.

 Menurut JPU, penjelasan Arafat ditanggapi Cirus dengan pernyataan, “Kalau ada ko­rupsinya kami tidak menangani, kami hanya menangani pidum­nya.” Mendengar jawaban demi­kian, Arafat meninggalkan Cirus. Selanjutnya, guna membahas perkara Gayus, pertemuan dilan­jutkan AKP Sri Sumartini de­ngan Cirus, Fadil dan Haposan. Ke­mu­dian, Cirus melalui Fadil me­m­be­ritahu Sri Sumartini untuk me­nam­bahkan pasal baru, yaitu Pa­sal 372 KUHP tentang penggelapan.

 Menurut JPU, Cirus melalui Fa­dil mengatakan, “Kalau mau perkaranya ingin cepat P-21, tam­bahkan Pasal 372 KUHP dan me­lakukan pemeriksaan tambahan terhadap Gayus yang intinya di­tanyakan mengenai pengiriman uang dari PT Megah Jaya Citra di Sukabumi ke rekening Gayus se­besar Rp 370 juta,” sitir JPU.

 JPU juga menuding Cirus tak memberikan petunjuk kepada penyidik untuk memisahkan sang­kaan pasal korupsi dalam berkas perkara tersendiri. Cirus ha­nya memberi petunjuk pem­buktian tindak pidana umum se­putar kelengkapan formil dan materil. Kelengkapan formil itu ialah meminta penyidik mem­per­baiki agama yang ditulis sesuai identitas. Pada kelengkapan ma­teril, Cirus meminta penyidik melakukan pemblokiran rekening BCA milik Gayus dan melakukan penyitaan.

Kedua, Cirus juga meminta pe­nyidik mencari alat bukti lain yang­ bisa mendukung pem­buk­ti­an tindak pidana pencucian uang. Ketiga, Cirus meminta agar kete­rangan saksi dan tersangka be­rikut keterangan kapan dan di­mana uang Rp 370 juta itu dite­rima Gayus.

 Menurut JPU, petunjuk itu sama dengan petunjuk lisan yang di­sam­paikan Cirus melalui Fadil kepada Sri Sumartini yang me­ngarahkan pemeriksaan Gayus dengan Pasal 372 KUHP. Arti­nya, dakwa JPU, Cirus jelas-jelas mengesamping­kan atau bahkan tidak men­ying­gung pasal pidana korupsinya.

 Lalu, pada 21 Oktober 2009, pe­nyidik Bareskrim Polri mene­rima surat pengembalian berkas Gayus. Keesokan harinya, Sri Su­martini mengirim kembali berkas perkara Gayus yang telah ditam­bahkan Pasal 372 KUHP. Menu­rut JPU, setelah mengetahui berkas Gayus memuat tambahan Pasal 372 KUHP, Cirus langsung menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P-21.

Apresiasi Putusan Majelis Hakim Kasus Cirus

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Menurut Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, putusan majelis kasasi perkara jaksa Cirus Sinaga patut diapresiasi masyarakat, kendati lambat.

“Putusan kasasi Mahkamah Agung, dari dulu memang se­ring lamban keluarnya. Ke­mungkinan, berkas perkara di sana menumpuk. Sehingga, para hakim agung seringkali ke­walahan menangani perkara kasasi,” katanya, kemarin.

Karena itu, dia berharap, ada pe­nambahan jumlah hakim agung. Tentu saja, katanya, pe­nambahan jumlah hakim agung itu mesti memenuhi syarat yang sangat ketat. Dengan begitu, kuota penanganan kasasi bisa diimbangi dengan jumlah dan kualitas hakim yang ada. Dari situ, menurutnya, penanganan perkara kasasi bisa cepat.

Boyamin juga mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang men­jatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada jaksa Cirus Si­naga. “Ada kesepahaman per­sepsi hukum dalam kasus ter­sebut,” ujarnya.

Putusan seperti itu, menurut dia, perlu diaplikasilkan majelis hakim perkara korupsi lainnya, dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Le­bih lanjut, dia mengingatkan agar pada proses mengambil pu­­tusan kasasi, hakim agung tidak mudah diintervensi para pihak yang berperkara.

“Karena itu, integritas para ha­­kim agung harus benar-benar ter­uji. Jangan sampai hakim yang tidak mempunyai integ­ritas tinggi, dipilih menjadi ha­kim agung,” wanti-wantinya.

Masih Banyak Yang Menggantung

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menyam­pai­kan, penetapan putusan kasasi merupakan hal pokok dalam suatu perkara.

Putusan kasasi yang jelas dan tegas, lanjut Desmon, membuat kasus-kasus yang sudah lama menggantung, akan mendapat kepastian hukum. “Semua pi­hak butuh kepastian hukum yang tetap,” katanya, kemarin.

Selama ini, menurut Desmon, masih banyak perkara kasasi yang pengusutannya berlarut-larut. Ketidakpastian hukum ini, katanya, mengurangi ke­wi­bawaan hukum di hadapan ma­syarakat luas.

Makanya, dia menyoroti agar persoalan-persoalan itu disele­sai­kan secara cermat.  “Mah­ka­mah Agung sebagai lembaga yu­disial tertinggi, saya harap mau terus-menerus mem­per­bai­ki kinerjanya,” kata dia.

Lebih jauh, Desmon me­nya­takan, putusan kasasi dan ek­se­kusi terhadap Cirus, idealnya men­jadi tonggak bagi pene­ga­kan hukum ke depan. Dari situ, dia meminta Kejaksaan Agung agar menyikapi putusan kasasi Cirus tersebut secara arif.

Dengan kata lain, menurut Desmon, putusan kasasi ini se­mestinya ditindaklanjuti Kejak­sa­an Agung dengan pemecatan jaksa Cirus. “Itu hal penting lain yang menjadi implikasi huku­man yang ada,” ucapnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Achmad Basarah me­nyayangkan sikap Cirus yang enggan berkomentar di hadapan majelis hakim Pengadilan Ti­pi­kor Jakarta perihal dugaan ke­ter­libatan pihak lain dalam ka­sus hilangnya pasal korupsi PNS Ditjen Pajak Gayus Tam­bunan.

“Kasus ini tergolong te­ren­ca­na dan terorganisir secara rapi. Saya menduga, ada keterlibatan oknum lainnya. Makanya, saya meminta supaya itu diusut se­cara tuntas oleh aparat penegak hu­kum,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA