"Kedua lembaga itu sama-sama sebagai penegak hukum, yang sama-sama mempunyai peran penting. Karena itu tidak usah saling ngotot dan apalagi berseberangan dalam menangani kasus simulator SIM itu. Tapi, kalau menghadapi jalan buntu, maka MK harus dimintai fatwanya," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Ali Masykur Musa kepada wartawan di sela acara buka bersama dan silaturahim antara ISNU dengan warga binaan di Rumah Tahanan Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur, seperti tersiar dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (7/8).
Yang pasti, lanjut anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini, jika kedua lembaga penegak hukum itu duduk bersama untuk mencari solusi, maka yang harus ditekankan adalah mengembalikan ke aturan perundangan-undangdan yang berlaku dalam penanganan kasus korupsi.
Namun demikian jika kasus ini belum ada solusi berarti telah memasuki tahap sengketa antarlembaga negara. Dan, karenanya yang bisa memutuskan adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya MK yang punya otoritas memutuskan atau untuk menginterpretasikan secara hukum, karena sudah masuk dalam sengketa kewenangan antara kedua lembaga penegak hukum.
"Jadi, UU MK memungkinkan memutuskan hak dan wewenang lembaga negara lain berdasar UU yang ada. Setiap sengketa antarlembaga negara harus diselesaikan dengan merujuk pada konstitusi," tambah Ali Masykur lagi.
[ald]
BERITA TERKAIT: