WAWANCARA

Denny JA: Apakah Foke Biayai Survei, Saya Hanya Tersenyum

Minggu, 22 Juli 2012, 08:45 WIB
Denny JA: Apakah Foke Biayai Survei, Saya Hanya Tersenyum
Denny JA
rmol news logo Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei tidak bakal memudar walau salah memprediksi hasil Pilkada DKI Jakarta.  

“Kalau misalnya survei di­lakukan 100 kali, kesalahannya di bawah 10 kali, itu sudah cukup ba­gus,” kata Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Seperti diketahui, sejumlah lem­baga survei ternama mem­prediksi pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli memenangkan putaran pertama Pilkada DKI Jakarta. Tapi ternyata salah.

KPU DKI Jakarta menetapkan pe­menang Pilkada DKI Jakarta putara pertama adalah pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Pur­nama yang meraup 1.847.157 suara atau 42,59 persen.

Sedangkan di urutan kedua pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dengan 1.476.648 suara atau 34,05 persen. Sementara, Hi­dayat Nurwahid-Didik J Rach­bini posisi ketiga dengan 508.113 suara.

Posisi keempat pasangan Fai­sal Basri-Biem Benyamin dengan 215.935 suara, disusul pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono dengan 202.643 suara, dan tera­khir pasangan Hendarji Soepanji-Riza Patria dengan 85.990 suara.

Denny JA selanjutnya menga­ta­kan, pihaknya juga salah mem­prediksi dalam Pilkada Aceh dan Pilkada Jawa Barat.

“Kalau benar semua, Tuhan dong. Bukan lembaga survei lagi. Lembaga survei terkenal di dunia seperti Time Magazine atau CNN pun pernah salah,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bukannya masyarakat mulai ragu terhadap lembaga survei?

Perlu saya jelaskan. Sekitar dua bulan hingga satu minggu se­belum pelaksanaan Pilkada DKI, banyak lembaga survei  melaku­kan survei. Track recordnya su­dah kita kenal seperti Lingkaran Survei Indonesia, Indobarometer, Lembaga Survei Indonesia, Ja­ringan Survei Indonesia, Soegeng Soerjadi Syndicated, dan lainnya.

Semua lembaga survei itu ber­saing, mana mungkin kongka­likong mengenai hasilnya. Sebab, tidak pernah ada pembicaraan mengenai hasilnya. Tapi ternyata hasilnya sama.

Fauzi Bowo merasa dibo­ho­ngi, bagaimana tanggapan Anda?

Sebenarnya ada kondisi yang membuat dia terkejut. Saya pun terkejut dengan hasil Pilkada DKI pada putaran pertama ini. Saya rasa Jokowi pun nggak menyang­ka seperti itu hasilnya.

Ada kejadian yang sangat ja­rang terjadi. Itu namanya ano­mali. Anomali ini, jika terjadi bisa di­pahami meskipun jarang terjadi.

Kenapa prediksi awal LSI hasilnya sangat jauh kenyataan?

Hasil survei sebelumnya me­nun­jukkan pasangan Foke-Nara  urutan pertama. Jokowi-Ahok pada urutan berikutnya dan tidak pernah melampaui 30 persen. Se­dangkan Foke-Nara tidak sampai 50 persen tetapi mengungguli Jokowi.

Hasil dari berbagai lembaga survei pun sama. Artinya, di era H-2 bulan hingga H-7 pemilih Jakarta seperti itu. Tetapi pada H-7 inilah, lembaga survei sudah tidak bisa lagi melakukan survei.

Kenapa seperti itu?

Karena untuk melakukan survei dibutuhkan waktu 7 hari le­bih. Saat survei itu kan dila­ku­kan wawancara terbuka yang membutuhkan waktu minimal 7 hari. Kalau H-7 itu sudah telat.

Ada yang menilai lembaga survei berupaya mengarahkan publik, apa benar begitu?

Tidak.  Keinginan lembaga sur­vei untuk mempengaruhi publik itu tidak bisa dan tidak pernah ter­jadi. Lembaga survei ini nggak efek­tif untuk mempengaruhi ma­syarakat. Kami hanya melakukan riset saja yang langsung melaku­kan wawancara terbuka kepada masyarakat.

Pada perhitungan cepat atau quick count yang kami lakukan cu­kup tepat. Itu bukti lembaga sur­vei perhitungannya masih akurat. Antara lembaga survei tidak saling berkoordinasi tapi hasil quick count-nya sama yakni Jokowi pada urutan pertama dan Foke pada urutan kedua.

Apakah metodologi dalam survei salah?

Sama sekali tidak salah. Meto­dologinya sudah benar dan sam­ple yang kami gunakan pada quick count itu sama dengan yang kami pakai pada survei.

Kalau metodologinya benar, kenapa prediksinya salah?

Masalahnya, ketika kami me­lakukan survei waktunya masih lama. Setelah adanya hasil survei, terjadilan perubahan. Ini khusus Jakarta saja. Sebab, peran sosial me­dia begitu besar terutama twitter, facebook, dan BlackBerry Massanger. Sosial media ini gencar dilakukan setelah tidak boleh kampanye atau sekitar 3 hari sebelum hari H.

Masa sih LSI tidak melihat hal itu?

Sosial media inilah penyebab perubahan perilaku yang tidak lagi tertangkap oleh survei. Tapi lembaga survei ini kan tetap membuktikan keakuratannya pada quick count.

Bukankah pengguna sosial media itu mayoritas kelas me­nengah ke atas?

Meski demikian, itulah yang terjadi. Lima tahun lalu saat kami melakukan survei bahwa Foke menang. Hasilnya memang Foke manang kan karena sosial media tidak ada. Namun, sosial media yang terjadi saat inilah yang perlu dipelajari.

Kabarnya LSI dibiayai Fauzi Bowo ya?

Itu isu yang kontroversial. Ka­lau ditanya apa Foke membiayai survei, saya hanya tersenyum saja, he-he-he. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA