Namun, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, mewanti-wanti. Menurut dia, quick count yang akan dilakukan para pihak di luar KPUD itu bukan hasil yang mengikat.
"Masyarakat boleh tidak percaya karena itu bukan hasil yang resmi, dan tidak boleh dijadikan rujukan," kata Andrinof dalam penjelasan tertulis kepada wartawan (Selasa malam, 10/7).
Dia termasuk akademisi yang tidak percaya bahwa hasil Pemilu dapat ditentukan lewat hitung cepat.
Dalam keterangannya dia pun menyebutkan sebuah rumor yang beredar dari jejaring sosial Twitter. Kemarin malam, seorang yang menggunakan akun @ratu_adil mengatakan bahwa pada 11 Juli pukul 14.00 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) akan mengumumkan quick count yang mengunggulkan pasangan nomor urut 1, Foke-Nara di angka 54,3 persen. Pihak tersebut juga dengan yakin mengutarakan, Pilkada Jakarta akan berlangsung hanya satu putaran.
@ratu_adil juga mengatakan "Dan sore harinya, kotak suara dari TPS menuju PPS akan diganti dengan kotak suara yang telah dimanipulasi. ungkap sumber tersebut".
"Saya tidak percaya dengan rumor itu. Isu itu tidak usah ditanggapi serius," seru Andrinof.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, pun menanggapi rumor meresahkan itu.
"Mestinya Panwaslu bisa melakukan antisipasi dengan mengingatkan penyelenggara KPU beserta jajarannya agar tetap netral dan nonpartisan, bersikap imparsial dan membebaskan diri dari segala praktik-praktik manipulasi," kata Titi.
Hal kedua, lanjut Titi, tim pasangan sekali lagi harus mengoptimalkan kerja-kerja saksi dan memantau setiap proses pemungutan dan penghitungan suara. Tidak hanya di TPS, tapi juga sampai ke tahap rekapitulasi di PPS (Kelurahan) dan PPK (Kecamatan). Bahkan sampai ke tingkat KPU Kabupaten dan Provinsi.
Di samping itu, tambah dia, saksi dan tim sukses pasangan calon harus mengawasi pergerakan kotak suara dari mulai TPS sampai ke PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi.
[ald]
BERITA TERKAIT: