“Kepada kawanku Rizal Ramli, sampaikan salamku kepada Indonesia yang porak poranda...!" Kata-kata yang lebih disebut teriakan itu melengking tinggi dari kerongkongan lelaki bertubuh kering dengan tongkat kruk di tangan kiri. Rambutnya yang panjang masai, dibiarkan awut-awutan dibelai angin malam Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat.
Agus Joli, sastrawan ringkih yang untuk berdiri pun sepertinya menjadi sebuah kerja ekstrasulit itu, terus saja meneriakkan kegelisahan dan kegeraman rakyat terhadap kondisi negeri. Dia bagai ingin mewakili kemuakan rakyat yang dipaksa menyaksikan runtuhnya moral para pejabat publik. Korupsi yang merajalela, mazhab Machiavelli yang diterapkan dengan bungkus politik santun adalah adegan demi adegan yang dipertontonkan secara telanjang.
"Para mahasiswa, tolong lanjutkan perjuangaan bersama tokoh yang terus gigih berjuang memberantas korupsi, Rizal Ramli...!" teriaknya lagi yang segera disambut riuhnya tepuk tangan sekitar seratusan penonton dari pinggir kali.
Tunggu dulu, penonton dari pinggir kali?
Ya, benar. Ahad malam (8/7), DR Rizal Ramli memang menyambangi acara Panggung Sastra Terapung Kalimalang, Bekasi. Acara yang digelar sejumlah seniman dan pemusik jalanan ini, digelar benar-benar di tengah-tengah kali. Sebuah “panggung†berukuran 4x5m terapung-apung di tengah kali berair legam yang membelah Bekasi. “Supaya bisa mengapung, di bawah panggung itu kami letakkan beberapa drum dari kaleng yang biasa untuk menyimpan minyak,†ujar seorang seniman yang jadi ‘panitia’.
DR Rizal Ramli yang juga Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) sendiri dengan santai duduk mencangkung di ‘undakan’ ke-lima di bibir Kalimalang. Dulu, undakan dari bata, pasir, dan semen itu pasti dibuat agar penduduk bisa memanfaatkan air kali untuk berbagai keperluan; mencuci, mandi, dan lainnya, dengan mudah. Tapi kini, rasanya hampir mustahil rakyat memanfaatkan air kali yang telah hitam secara langsung.
Di sebelah kiri, ada layar berukuran sekitar 1,5x2m. Jangan bayangkan layar yang terbentang itu seperti giant screen di ruang-ruang seminar di gedung atau hotel mewah. Yang disebut layar di sini hanyalah selembar kain putih lusuh, bahkan di tengah-tengahnya tampak jahitan sambungan. Bentangannya pun jauh dari sempurna. Selain melengkung pada bagian tengah, layar juga bergelombang di sana-sini. Maklum, ia hanya ditopang dua bambu sebesar jempol kaki yang diikat di jembatan kecil selebar setengah meter yang melintang di kali. Rangkaian lilin berjajar di sepanjang jembatan kecil itu, juga di bibir kali sekitar acara digelar.
Jabatan Menko Perekonomian dan sederet posisi penting lain di era Presiden Abdurrahman Wahid yang pernah disandang, seperti tidak menghalanginya berbaur dengan rakyat kecil dan seniman jalanan. DR Rizal Ramli bahkan tampak amat menikmati berbagai puisi dan aksi teatrikal yang ‘dipentaskan’ dari tengah-tengah kali. Sesekali tokoh perubahan yang telah menjadi piatu di usia 6 tahun dan menjadi yatim satu setengah tahun kemudian ini, tersenyum, bahkan tertawa. Dia juga bertegur sapa dengan orang-orang yang duduk berjubel di sekelilingnya.
Acara malam itu benar-benar bersifat spontanitas, kalau tidak mau disebut ‘serabutan’. Siapa menjadi apa pun tidak jelas. Tanpa komando atau pemberitahuan apa pun, bisa saja tiba-tiba si A menyebrang menggunakan perahu karet yang diikat dengan tambang menuju panggung di tengah-tengah kali. Lalu orang itu beraksi membaca puisi, menyanyi, atau aksi teatrikal lain.
Kendati demikian, justru ‘serabutan’ itu menjadi daya tambah acara yang digelar. Penonton tak henti-hentinya bertepuk tangan dan atau meneriakkan dukungan. Dengan hanya modal lampu sorot dari pinggir kali, atraksi panggung bisa dinikmati penonton. Selebihnya, gelap-gulita. Untungnya lampu sorot itu bisa bergonta-ganti warna. Lumayan, suasana jadi terasa lebih seru.
Pencahayaan yang ala kadarnya inilah yang menyulitkan Agus Joli membacakan sajak-sajaknya usai dia melukis dengan menggunakan sekujur tubuhnya sebagai kuas. Ya, Agus melukis tidak cuma menggunakan tangan, tapi juga memanfaatkan rambut, badan, kaki, bahkan wajahnya untuk menorehkan cat di kanvas.
Ketika ‘pembawa acara’ mendaulat DR Rizal Ramli tampil, seketika tepuk tangan memenuhi udara Kalimalang yang kian dingin. Maklum, waktu telah nyaris menyapa pukul 23.00. Tidak banyak yang disampaikan tokoh yang konsisten menyuarakan perbaikan kesejahteraan rakyat ini. Sebagai doktor ekonomi lulusan Universitas Boston, Amerika, dia juga sama sekali tidak menyinggung teori-teori ekonomi yang sering membuat kening berkerut.
“Bekasi disebut juga Kota Patriot. Artinya, dari tanah Bekasi ini banyak melahirkan pahlawan yang bertempur mengusir penjajah. Tapi itu dulu, ketika Belanda dan Jepang menjajah kita. Yang terpenting sekarang adalah, bagaimana Bekasi tetap memelihara roh perjuangan. Kalau dulu orang-orang tua kita berjuang karena tidak rela negerinya berada di tangan penjajah, maka apakah kini kita rela kalau Indonesia berada di tangan para bandit?†ujarnya yang langsung disambut dengan koor ‘tidaaaaak’ dari penonton dengan penuh semangat.
DR Rizal Ramli mengajak para pemuda, mahasiswa, seniman dan seluruh warga Bekasi untuk terus berjuang memperbaiki nasib dan kesejahteraan melalui perubahan. “Saya yakin, dengan bantuan Allah Yang Maha Kuasa dan dengan perubahan yang kita gulirkan, Indonesia bisa diselamatkan! Kita selamatkan Indonesia dari kehancuran,†katanya lagi yang juga disambut dengan teriakan ‘setuju’ penonton.
Selanjutnya kru panggung meminta DR Rizal Ramli yang mengenakan kemeja lengan pendek dan celana biru gelap itu menyanyi bersama mereka. Dan, lagu-lagu khas pemusik jalanan yang sarat dengan kritik sosial pun melantun dari tengah-tengah kali. Tidak hanya itu, karena iramanya gembira, dia pun ikut menari. Tapi, aduh... ternyata DR Rizal Ramli adalah penari yang buruk. Gerakannya kaku dan serba canggung. Padahal, dia hanya sedikit menggerakkan kaki, tangan, dan tubuhnya. Meski begitu, suasana justru jadi makin meriah. Senyumnya terkembang lebar. Selebar semangat perubahan yang digelorakannya kepada seluruh rakyat untuk menyelamatkan Indonesia! [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.