GEDUNG BARU KPK

Kasus Besan Presiden Saja Belum Selesai, Kok Sudah Minta Macam-macam?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 30 Juni 2012, 10:06 WIB
<i>Kasus Besan Presiden Saja Belum Selesai, Kok Sudah Minta Macam-macam?</i>
hatta-sby/ist
RMOL. KPK tidak boleh melupakan sejarah pendiriannya serta tugas pokoknya. Isu pembangunan gedung baru untuk KPK sebaiknya disikapi secara obyektif oleh masyarakat.

Demikian dikatakan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M. Massardi, dalam diskusi "Pro Kontra Koin untuk KPK" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (30/6).

"KPK ini lembaga politik hukum, bukan hukum an sich. Dia didirikan karena lembaga hukum seperti kejaksaan dan polisi itu brengsek, begitu kira-kira. Maka itu sifatnya khusus," jelasnya.

Dari sisi politik hukum, KPK harus membangun instrumen hukum agar lebih baik. Dari tujuh tahun lebih keberadaan KPK, hal itu belum dapat dibuktikan.

Dia ingatkan, citra KPK demikian baik ketika di zaman Antasari Azhar berhasil memenjarakan besan Presiden Yudhoyono, Aulia Pohan, dalam kasus korupsi BI. Dia ingatkan, kuatnya hukum terbukti ketika mampu menghukum "orang kuat" yang bersalah.

"Sekarang ada juga besan Presiden yang kasusnya mampet di KPK, Hatta Rajasa, pemeriksaannya dilakukan diam-diam, ini bagaimana KPK?" ketus mantan jubir kepresidenan itu.

Hatta Rajasa terjepit kasus dugaan korupsi kereta api bekas Jepang. Dalam kasus itu Hatta Rajasa potensial dijerat dengan pasal gratifikasi karena pemberian diduga terkait jabatan. Juni tahun lalu, KPK memeriksa Menteri Koordinator Perekonomian itu sebagai saksi untuk dugaan korupsi pengangkutan kereta rel listrik (KRL) hibah dari Jepang di Departemen Perhubungan pada tahun 2006. Sebelum Hatta, Bendahara Umum PAN, Jon Erizal, juga diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Powertel (perusahaan rekanan Dephub yang mengurus pengiriman).

Adhie Massardi menambahkan, selama ini, apa yang dilakukan KPK lebih fokus pada tindakan "tangkap tangan". Itu artinya, kasus-kasus itu adalah kasus "ecek-ecek". Kasus korupsi besar tidak pernah dilakukan terang-terangan dan penangkapannya pun harus lebih serius.

"Ini semua kelas teri yang ditangkap KPK, contoh kasus Gayus Tambunan tidak pernah diproses ke atas," kata dia..

Ada juga kinerja KPK yang tidak benar soal Nazaruddin ketika pimpinan KPK menyebutnya pembohong, padahal Nazaruddin adalah mantan Bendahara Umum Demokrat. Dia mengatakan ada banyak kasus korupsi, dari mulai Ketua Dewan Pembina, Ketua Umum, tapi KPK malah sebut dia pembohong waktu itu.

"Saya selama ini positive thinking pada KPK, tapi hasilnya selalu negatif. Tapi kini saya negative thinking, mudah-mudahan hasilnya positif," ketus Adhie. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA