“Teman-teman saya Azis Cs sebaiknya diperiksa di Badan Kehormatan (BK) DPR ketimÂbang diadili di tempat lain,’’ kata anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Seperti diketahui, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Lembaga Pemantau Peradilan (LPP) melaporkan lima anggota Komisi III DPR ke Bareskrim Mabes Polri, Kamis (7/6).
Lima orang itu adalah Azis Syamsuddin, Ahmad Yani, Nasir Djamil, Syarifudin Sudding, dan Abu Bakar Al Habsy. LPP meÂnilai kelima orang anggota deÂwan tersebut telah melakukan tinÂdak pidana menghalang-haÂlangi proÂses peradilan terhadap Walikota Semarang dan Ketua DPRD Jawa Tengah yang seÂdang disidang terkait kasus dugaan korupsi.
Ruhut Sitompul selanjutnya mengatakan, BK DPR diminta proaktif untuk menangani kasus ini. Tidak perlu ada pihak yang mengadu, sehingga BK DPR memeriksa lima anggota Komisi III DPR itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa benar saat rapat dengar pendapat beberapa anggota DPR menyatakan tidak setuju dengan pemindahan itu?
Ya. Itu benar. Saya kan juga ada di sana, sehingga saya tahu.
Pendapat Anda bagaimana?
Kalau saya sih mendukung MA. Saya salut kepada mereka karena memindahkan persidaÂngan itu.
Apa tindakan sejumlah rekan Anda di Komisi III itu merupaÂkan intervensi?
Ya. Ini merupakan intervensi. KPK kan meminta pemindahan tersebut karena banyak hakim diintervensi di daerah. SedangÂkan pengaÂdilan itu kan di baÂwah MA, seÂhingga MA seÂbagai yang berÂwenang mengaÂtur hal terseÂbut, mengambil tinÂdakan sebaÂgai benÂtuk pembeÂnaÂhan dalam sisÂÂtem peÂradilan InÂdoÂnesia. Masa MA mau melaÂkukan pemÂÂÂbenaÂhan diÂinterÂvensi. Ini nggak benar juga.
Apakah tindakan teman-teÂman Anda itu merupakan baÂgian dari tugas Komisi III?
Tugas kami kan pengawasan, legislasi, dan budgeting. Kalau masalah terlalu teknis jangan terlalu ikut campur.
Soal proses pengadilan WaliÂkota Semarang, itu adalah hal yang teknis. Yang teknis-teknis, itu bukan tugas DPR. Itu tugasÂnya MA dan KPK. Tolong horÂmaÂtiÂlah mitra kerja kita.
Apa lagi tindakan ini dilakuÂkan teman-teman karena RDPU dengan pengacara walikota itu. Padahal kita perlu tahu dulu apa alasan dari MA. Selama ini perÂsidangan di daerah memiliki angka intervensi yang tinggi. Sedangkan di pusat tidak ada intervensi, sehingga putusan MA untuk memindahkan perÂsiÂdaÂngan Soeharsono HS ke PengaÂdilan Tipikor Jakarta sudah tepat.
Berdasarkan pengalaman, banyak terdakwa korupsi yang disidang di daerah bisa bebas tanpa syarat. Sementara di JaÂkarta, tidak ada satupun. Di TiÂpiÂkor Jakarta, semua terdakwa koÂrupsi pasti jadi terpidana. MeÂmang lebih bagus dipindah, agar prosesnya bisa lebih transparan.
Apa penyebab ketidakkomÂpaÂkan dalam kasus ini?
Ini akibatnya karena banyak partai. Tidak ada partai yang maÂyoritas di DPR. Walalupun Partai Demokrat menang, tapi suaranya hanya 23 persen. MeÂmang ada parpol koalisi penduÂkung pemeÂrintah. Tapi tetap saja mereka seÂsukanya bertindak. KaÂlau tidak ada partai politik peroÂlehan suaÂraÂnya 50 persen plus 1, samÂpai kapan pun di republik ini selalu tidak kompak.
Bagaimana agar kejadian ini tidak terulang?
Agar kejadian ini tidak teruÂlang lagi ketua fraksi dari sembiÂlan partai DPR harus lebih mengÂawasi anggotanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: