WAWANCARA

Darmono: Pemberian Grasi Kepada Corby Nggak Muluskan Ekstradisi Kiki

Selasa, 05 Juni 2012, 10:02 WIB
Darmono: Pemberian Grasi Kepada Corby Nggak Muluskan Ekstradisi Kiki
Darmono

RMOL. Pemberian grasi kepada narapidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby tidak ada kaitannya dengan upaya ekstradisi terpidana korupsi BLBI Adrian Kiki Ariawan.

“Pemberian grasi kepada Corby nggak muluskan upaya ekstradisi Kiki Ariawan. Sebab, ini kewenangan lembaga peradi­lan di sana, bukan wewenang pe­merintah Australia,’’ kata Ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK) Darmono kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, tahun 2002 Adrian Kiki Ariawan dijatuhi hukuman seumur hidup di Penga­dilan Negeri Jakarta Pusat secara in absentia. Adrian Kiki terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas penyimpangan dana BLBI senilai Rp 1,5 triliun.

Kiki kemudian masuk dalam daftar buronan kasus korupsi yang lari ke luar negeri. Setelah itu, ditangkap otorisasi Australia pada 28 November 2008 di Perth, Australia Barat.

Dalam persidangan ekstradisi yang digelar di Australia tang­gal 12 Agustus 2011, Kiki me­ngaju­kan permohonan agar diri­nya ti­dak diharuskan pulang ke Indo­nesia.

Darmono selanjutnya menga­takan, kasus Kiki masih me­nunggu keputusan banding pe­nga­dilan Australia.

“Kita tunggu saja keputusan­nya. Saya kira pengadilan di sana tidak terpe­nga­ruh dengan pem­berian grasi kepada Corby,’’ tam­bah Wakil Jaksa Agung itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

    

Dengan adanya grasi Corby ini, bukankah seharusnya pe­me­rintah Australia membantu ekstradisi Kiki Ariawan?

Dengan sistem hukum yang ada di sana tidak memungkinkan pemerintah Australia membantu. Padahal, kita sudah melaksana­kan aturan yang ada, termasuk asas kemanusiaan.

     

Masa tidak ada kompromi sih, lalu buat apa grasi diberi­kan ke Corby?   

Saya kira nggak ada kompromi seperti itu. Tidak mungkin ada tim­bal balik atas pemberian grasi terhadap Corby untuk memulus­kan upaya ekstradisi Kiki Aria­wan. Sebab, sistem hukum secara formal Australia tidak mungkin ada campur tangan pemerintah.

   

Apakah tidak ada pembaha­san mengenai Corby saat Jaksa Agung Basrief Arief bertemu dengan Jaksa Agung Australia?

Sama sekali tidak ada pem­bicaraan mengenai kasus Corby dan Kiki antara Jaksa Agung Indo­nesia dengan Jaksa Agung Australia saat menandatangani kerja sama beberapa bulan lalu.

Wewenang grasi itu kan sudah menjadi wewenang Presiden. Pasti­nya beliau mempunyai per­timbangan tersendiri, sehingga mengabulkan grasi.

   

Apa saja yang sudah dilaku­kan Kejagung agar Kiki dieks­tra­disi?

Membantu peradilan di sana, apa saja yang dibutuhkan, tentu di­penuhi agar Kiki bisa diesktra­disi. Makanya kami terus mela­ku­kan koordinasi dengan Ke­men­terian Luar Negeri dan kedu­taan kita di Australia. Kami juga tentunya berkoordinasi dengan pe­merintah Australia. Jika lem­baga peradilan di sana memerlu­kan data-data atas perkara Kiki, tentunya kita siap mem-back-up. Kita menyiapkan diri apa saja yang ingin di per­tanyakan penga­dilan sana.

   

Kendalanya apa sih, kok bisa lama sekali?

Kendala utamanya perbedaan sistem hukum Australia dengan  Indo­nesia. Hukum di sana ber­tele-tele.

Orang yang mau diekstradisi itu diberi seluas-luasnya proses hu­kumnya.

   

Anda menyesalkan mundur­nya putusan banding yang di­ajukan Kiki?

Jaksa Agung Australia saat datang ke sini menyatakan upaya hukum banding yang dilakukan Kiki sampai Juni 2012. Tetapi otoritas Australia memberikan kesempatan sampai September 2012, sehinggga proses hukum­nya semakin panjang.

Padahal, saat konferensi jaksa se-Asia Pasifik dan Timur Tengah di Jakarta, Jaksa Agung Australia menjanjikan proses hukum yang panjang ini akan ditinjau kembali.

   

Tapi kenapa masih panjang?

Itu yang menjadi pertanyaan kami juga. Kewenangannya kan ada di sana. Kita hanya bisa me­nunggu proses hukum itu. Kiki memiliki hak-hak hukum di sana. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA