RMOL. Nasib Wa Ode Nurhayati, tersangka kasus suap dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) tinggal menunggu waktu. Pasalnya, persidangan kasus ini segera digelar.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo menÂjelaskan, persidangan kasus ini terlaksana pasca KPK melimÂpahÂkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor. Menurut dia, berkas perÂkara dan memori tuntutan sudah lengkap. “Tinggal dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor,†katanya.
Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti, kapan pelimpahan berkas perkara Wa Ode Nurhayati (WON) dilaksanakan. Namun, Johan menegaskan, berkas perkaÂra sudah diteliti jaksa KPK secara cermat. Paling lambat, samÂbungÂnya, dikirim pekan depan ke PeÂngadilan Tipikor. “Pekan depan berkasnya dikirim ke pengaÂdiÂÂlan,†ucapnya.
Johan sependapat, dugaan peÂlanggaran pidana oleh WON diÂklaÂsifikasikan dalam dua perÂkaÂra. Sebelumnya, Johan mengaku, KPK menjerat WON dengan paÂsal berlapis. Selain korupsi, ia diÂduga terlibat tindak pidana penÂcucian uang (TPPU).
Johan membeberkan, selain diÂduga melanggar Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), WON disangka melanggar Pasal 3, 4, dan Pasal 5 ayat 1 UU 8/2012 tentang Tindak Pidana PenÂcucian Uang (TPPU).
Dugaan TPPU, jelasnya, dipicu dugaan bahwa tersangka pernah menempatkan, mentransfer, meÂngalihkan, membelanjakan, memÂbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, meÂnuÂkarkan dengan mata uang atau surat berharga, harta yang diduga hasil korupsi.
Lalu, tambah Johan, substansi persoalan dalam perkara pencuÂcian uang merujuk Pasal 4 UU TPPU. Dalam kaitan pasal ini, WON disangka menyemÂbuÂnyiÂkan atau menyamarkan asal usul harta keÂkayaannya yang berasal dari koÂrupsi. Akibat pelanggaran pasal-pasal tersebut, WON bisa diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Lebih jauh, Johan yang dikonÂfirmasi soal keberatan Menteri Keuangan Agus Martowardojo memberi kesaksian meringankan untuk tersangka WON menilai, hal tersebut sebagai kewenangan Menkeu. Yang jelas, keberatan Menkeu memberi saksi, tidak menjadi kendala bagi KPK dalam mengusut perkara.
Jika nantinya Menkeu mau memberi kesaksian untuk WON, hal itu dilakukan atas permintaan hakim di persidangan. “Intinya, tugas kita mengusut perkara ini sudah dilaksanakan,†tegasnya.
Dia menyatakan, para pihak yang diduga terkait perkara koÂrupsi serta pencucian uang, sudah diÂmintai kesaksian. Jika kesakÂsian itu dianggap kurang, majelis hakim diyakini akan meminta jaksa menghadirkan saksi-saksi tersebut.
Menjawab pertanyaan soal kemungkinan perubahan status saksi jadi tersangka, dia memasÂtikan, itu tergantung hasil perÂsiÂdangan. Begitu pula saat ditanya tentang tuduhan WON yang meÂnyeret sejumlah nama penting di DPR, Johan menolak memÂberiÂkan jawaban.
Kuasa hukum WON, Wa Ode Nur Zainab menyatakan, klienÂnya berupaya mematuhi seluruh rangkaian hukum yang ada. NÂaÂmun, dia telah menyampaikan inÂforÂmasi tentang keputusan meÂngeÂnai DPID tidak diambil klienÂnya. Melainkan, diambil KelomÂpok Kerja (Pokja) Badan AngÂgaÂran dan Kementerian Keuangan.
Keputusan itu sudah dianggap final serta pembahasan dilanÂjutÂkan di tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk dibaÂhas. Dari informasi tersebut, dia memÂbela, WON tidak terlibat kaÂsus ini. “Semua yang paling berÂtangÂgungjawab dalam proyek itu suÂdah disampaikan,†ujarnya.
WON pernah menyatakan, diriÂnya tidak memiliki wewenang untuk menandatangani persetuÂjuan DPID, karena hanya menÂjaÂbat sebagai anggota Banggar DPR. Persetujuan itu diteken pimpinan Banggar dan diteruskan ke Anis Matta selaku pimpinan DPR.
Wa Ode menilai, ada yang tiÂdak beres dalam persetujuan peÂmilihan wilayah pada proyek DPID tahun 2011. Menurutnya, kriteria awal yang telah disetujui, diubah secara sepihak tanpa rapat Panja. “Secara sepihak kriteria itu diruntuhkan tanpa rapat Panja lagi oleh pimpinan.†Namun, menurut Wakil Ketua Banggar DPR Tamsil Linrung, tak ada peÂrubahan data daerah yang meÂnerima DPID 2011. “Jadi, tuÂdiÂngan Wa Ode NurÂhayati salah,†tandasnya.
Wakil Ketua DPR Anis Matta juga menampik tudingan Wa Ode. Menurutnya, tidak ada kÂeÂterÂlibatan pimpinan DPR dalam pembahasan alokasi DPID. “PimÂpinan sama sekali tidak terÂlibat. Itu bukan domain pimÂpiÂnan, tapi Banggar dan KemenÂkeu,†katanya.
KPK Bekukan Rp 10 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi telah membekukan aset Rp 10 miÂliar milik bekas anggota BangÂgar DPR, Wa Ode Nurhayati (WON). Pembekuan aset dijalanÂkan lantaran ada sangkaan, uang tersebut hasil korupsi yang keÂmuÂdian berbau tindak pidana penÂcucian uang (TPPU).
“Bukan hanya ditemukan, tapi itu sudah dibekukan. Sudah di baÂwah kendali KPK,†kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat awal kasus ini bergulir.
KPK akan mengkonfirmasi asal usul transfer Rp 10 miliar terÂsebut. “Itu pasti akan ditanyakan. Dalam TPPU, itu ada yang mirip deÂngan Pasal 38 b tentang pemÂbuktian terbalik. Walaupun lebih detil di Undang Undang PemÂbeÂranÂtasan Tipikor. Tapi tidak apa-apa, kan tersangka puÂnya hak ingÂkar,†ujarnya.
Semula, KPK menemukan kejanggalan transaksi keuangan di rekening tersangka, yakni sekiÂtar Rp 10 miliar. Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, uang itu diduga terÂkait kasus suap dana perceÂpaÂtan infrastruktur daerah DPID.
Berdasarkan rekening tak waÂjar itulah, KPK menetapkan NurÂhayati sebagai tersangka kasus TPPU. ApaÂlagi, dalam pemeÂrikÂsaan LapoÂran Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK per tangÂgal 30 November 2009, total harta keÂkayaan bekas angÂgota Badan AngÂgaran (BangÂgar) DPR itu haÂnya Rp 5,542 miliar.
Sebaliknya, kubu WON meÂmasÂtikan, transfer uang Rp 10 milÂiar melalui rekening WON tak bermasalah. Uang itu, merupakan harta penghasilan pribadi WON dari usaha sebelum menjadi anggota DPR.
Dalam kasus ini KPK juga telah menetapkan pengusaha seÂkaÂligus Ketua Gema MKGR, Fahd A Rafiq sebagai tersangka. PutÂra pedangdut A Rafiq itu diÂduga sebagai orang yang memÂberikan suap kepada Nurhayati. Selain itu, KPK juga telah menÂcekal Haris Surachman dan staf WON bernama Sefa Yolanda.
KPK menduga WON meneÂrima suap sebesar Rp 6,9 miliar dari Haris Surahman. Uang milik Fadh diberikan Haris kepada WON melalui stafnya, Sefa YoÂlanda dan Syarif Achmad. Uang terÂsebut kemudian dikirim ke reÂkeÂning Bank Mandiri sebanyak sembilan kali transfer pada 13 Oktober sampai 1 November 2010.
Uang ditransfer sekali sebesar Rp 1,5 miliar, dua kali sebanyak Rp 1 miliar, empat kali transfer Rp 500 juta, dan dua kali sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang terÂsebut ditujukan agar Fadh dan Haris mendapatkan proyek pada tiga kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya, dan BeÂner Meriah, serta Kabupaten MiÂnahasa di Sulawesi Utara.
Dari situ, WON menguÂpayÂaÂkan agar masing-masing daerah itu mendapatkan alokasi anggaÂran DPID sebesar Rp 40 miliar. Namun, pada penetapan daerah peÂnerima DPID, hanya dua kabuÂpaten yang diakomodasi, Aceh Besar sebesar Rp 19,8 miliar dan Bener Meriah Rp 24,75 miliar.
Bagaimana Mau Wakili Rakyat Bila Korupsi
Andi W Syahputra, Koordinator LSM GOWA
Aktivis LSM Government Watch (GOWA) Andi W SyahÂputÂra menilai, kasus-kasus koÂrupÂsi yang menyeret anggota DPR, membuat prihatin maÂsyaÂrakat luas. Soalnya, bagaimana anggota DPR mewakili aspirasi rakyat apabila perilakunya cenderung koruptif.
“Persoalan korupsi seperti suÂdah mewabah, sehingga DPR saat ini sangat memprihatinkan kondisinya. Ini harus segera diÂhentikan,†tegasnya.
Dia menyatakan, persoalan kÂoÂrupsi telah menyebabkan citra Dewan Perwakilan Rakyat sangat terpuruk. Penanganan masalah yang menyangkut keÂhiÂdupan berbangsa dan berÂneÂgara, jadi ikut terpengaruh. ObÂyektifitas perumusan undang undang yang digarap DPR pun bisa menjadi sangat lemah.
Hal tersebut, lanjut Andi, tenÂtu akan mempengaruhi imÂpleÂmentasi pelaksanaan unÂdang undang di tengah-tengah maÂsyaÂrakat. Lagi-lagi, yang menÂjadi korban adalah maÂsyaÂrakat luas.
“Jika persoalan koÂrupsi oleh angÂgota Dewan diÂbiarkan tumÂbuh subur, ini saÂngat memÂbahayakan kita seÂmua,†tanÂdasnya.
Lantaran itu, dia mengiÂngatÂkan, sekalipun politisi maupun elit mempunyai power untuk mengintervensi aparat, toh peÂneÂgakan hukum hendaknya tiÂdak kalah oleh hal-hal seperti itu.
“Hukum tidak boleh kalah. Anggota Dewan itu idealnya meÂnunjukkan sikap menÂjunÂjung tinggi proses hukum, buÂkan seÂbaliknya, malah berÂtinÂdak meÂlaÂwan hukum, “ ucapnya.
Idealnya, DPR menjadi conÂtoh bagi masyarakat. Jangan samÂpai mencuat stigma di maÂsyarakat bahwa anggota DPR menghalang-halangi penguÂsuÂtan perkara korupsi yang meÂnyenggol anggota Dewan senÂdiri. Jadi, hendaknya semua tunÂduk pada aturan hukum yang ada. “Anggota DPR harus menÂjadi panutan buat masyarakat,†katanya.
Minta Persidangan Berjalan Adil Dan Proporsional
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meÂminta, persidangan kasus koÂrupsi dan pencucian uang deÂngan tersangka Wa Ode NurÂhayati (WON) berjalan secara adil dan proporsional.
Hal itu, menurut dia, penting untuk menjawab apa-apa yang selama ini menjadi perÂtenÂtaÂngan. “Hendaknya hakim jeli dan teliti dalam mengungkap rangkaian kasus ini. KeÂcerÂmaÂtan itu saya harap mampu memÂbawa dampak positif bagi peÂngusutan kasus ini,†ujar angÂgota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Andi menambahkan, harapan masyarakat agar kasus ini terÂbuÂka secara gamblang di PeÂngaÂdiÂlan Tipikor, bisa segera terÂwuÂjud. Dengan begitu, duÂgaÂan-duÂgaÂan tentang keterlibatan angÂgota DPR dalam kasus ini bisa ditunjukkan, terbukti atau tidak.
Selama persoalan ini tidak mendapatkan penanganan yang proporsional dan profesional, menurutnya, citra DPR ikut terÂcoreng. Karena itu, dia mengÂhaÂrapkan, persidangan kasus ini mampu menjawab seluruh rangÂkaian kejahatan di dalamÂnya. “Jangan seperti pepatah, kaÂrena nila setitik, jadi rusak seÂbelanga. Kita tentu tidak ingin itu terjadi,†tuturnya.
Dia menambahkan, sebagai wakil rakyat, DPR saat ini suÂdah berupaya optimal mÂeÂmaÂtuÂhi semua ketentuan hukum. Jadi, menurut Andi, tidak elok bila masih ada anggapan bahwa anggota DPR saat ini menutup mata atau terkesan membela koleganya yang tersangkut perÂkara korupsi.
Andi pun meminta maÂsyaÂraÂkat hendaknya bisa memiÂlah-miÂlah. Jangan semua angÂgota DPR dicap buruk alias terlibat kasus korupsi. LanÂtaÂran itu, lagi-lagi dia meminta persiÂdaÂngan kasus ini berjalan prÂoÂporÂsional. Supaya jelas dan agar citra DPR tidak hancur lebur. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: