WAWANCARA

Setya Novanto: Realisasi APBN-P 2012 Berpotensi Langgar UU

Sabtu, 02 Juni 2012, 09:01 WIB
Setya Novanto: Realisasi APBN-P 2012 Berpotensi Langgar UU
Setya Novanto

RMOL. Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto menilai realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2012 tidak kredibel. Sebab, saat pembahasannya hanya sebulan.  

“Pembahasan yang singkat seperti itu memerlukan validitas data dan skema yang baik. Ke­mu­dian dibuat instrumen ske­nario jika terjadi perubahan-perubahan asumsi yang materinya seharus­nya disediakan pemerintah,’’ pa­par Setya Novanto kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:


Bisa disebutkan ukuran ti­dak kredibel itu?

APBN-P 2012 disusun dengan asumsi kenaikan harga minyak eceran bersubsidi saat itu. Ter­nyata tidak mengalami kenaikan. Syarat deviasi 15 persen dalam enam bulan terakhir juga tidak akan terpenuhi, sehingga peme­rintah tidak memiliki ruang me­naikkan harga BBM bersubsidi.


Bukannya ada ruang peme­rin­tah melakukan pembatasan konsumsi BBM?

Betul. Hal itu sebenarnya tidak terlalu masalah jika pemerintah serius melakukan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi. Pembatasan yang rencananya dilakukan pemerintah sejak April 2012 lalu juga tidak berhasil di­laksanakan. Akibatnya  subsidi BBM kita mengalami pembeng­kakan. Lebih parah lagi mem­beng­kaknya kuota BBM ber­subsidi melampaui target 40 juta KL dalam APBN-P 2012.

Beberapa asumsi makro kita tidak sejalan dengan kenyataan yang ada saat ini, seperti pertum­buhan ekonomi, lifting minyak, nilai tukar, dan inflasi. Hal ini juga berpengaruh terhadap postur APBN-P 2012. Di samping tidak kredibel dari sisi asumsi makro, APBN-P 2012 juga mengalami masalah dengan posturnya. Per­hitungan kami, defisitnya dapat melanggar Undang-Un­dang No­mor 17 Tahun 2003 tentang Ke­ua­ngan Negara karena melebihi batas 3 persen.


Bisa dijelaskan perhitungan­nya?

Begini, APBN-P 2012 disusun dengan defisit 2,23 persen dari GDP atau Rp 190 triliun. Akibat tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi, jumlah subsidi BBM akan mengalami pembengkakan, dari Rp 137 triliun menjadi se­kitar Rp 178 triliun atau ada tam­bahan Rp 41 triliun yang ren­ca­nanya akan digunakan untuk kom­pensasi sebesar Rp 30,6 triliun.

Akibat kenaikan harga BBM bersubsidi tidak naik, kompensasi kenaikan juga dibatalkan, se­hingga perhitungan saya, dari sisi harga BBM, kita mendapatkan tambahan defisit Rp 11 triliun. Saya sendiri memprediksikan kuota BBM bersubsidi 40 juta KL akan terlampaui sekitar 3 juta KL, sehingga dibutuhkan tambahan sekitar Rp 5.500 X 3.000 atau se­kitar Rp 16,5 triliun. Dari subsidi BBM saja kita butuh sekitar Rp 27 triliun, sehingga total defisit kita Rp 217 triliun atau sekitar 2,64 persen dari GDP.

Kalau ditambahkan dengan defisit ABPD se-Indonesia yang diperkirakan pemerintah sebesar 0,5 persen dari GDP, berarti total defisit kita sekarang 3,14 persen GDP. Ini berarti melanggar bata­san 3 persen sesuai digariskan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Bagaimana pendapat Anda mengenai pidato Presiden ten­tang penghematan energi?

Terus terang saja kami mem­berikan apresiasi yang luarbiasa atas pidato Bapak Presiden untuk melakukan penghematan energi di berbagai bidang, ter­masuk pro­gram diversifikasi energi. Kami juga mengharap­kan jajaran ke­menterian teknis yang menangani program-pro­gram tersebut dapat mengim­plementasikan arahan Bapak Presiden lebih baik lagi agar ti­dak terjadi distorsi dalam pelak­sanaan di lapangan.


Apa ada jalan keluar menga­tasi masalah ini?

Menurut hemat saya, peme­rin­tah harus mengajukan RAPBN-P 2012, atau perubahan kedua atas APBN 2012. Perbaikan dari sisi asumsi makro seperti inflasi diturunkan menjadi 4 persen, lifting minyak yang lebih rea­listis, 900 ribu barel per hari me­nurut saya lebih realistis walau­pun akan menurunkan peneri­maan migas kita.

Pertumbuhan ekonomi kita juga perlu lebih dicermati karena dari target 6,5 persen, kenya­taannya di kwartal 1 ini hanya 6,3 persen. Dari sisi postur juga kita perlu penyesuaian untuk pening­katan penerimaan negara dari sumber lain seperti pajak dan peng­hematan belanja negara yang kurang prioritas. Intinya kita perlu mengamankan APBN kita agar defisitnya tidak menyentuh 3 persen.


Bagaimana caranya?

Mengutak atik penerimaan dan belanja selama tidak me­nganggu iklim usaha dan kinerja peme­rintah. Kita juga masih dapat menggunakan SAL yang ada saat ini yang dalam per­hitungan saya masih tersisa Rp 67 triliun karena digunakan Rp 30 triliun pada APBN-P 2012.


Banyak daerah langka BBM, apa yang perlu dilakukan?

Masalah yang utama menurut saya adalah kita tidak memiliki data base kebutuhan riil BBM non subsidi. Kita hanya mematok kuota BBM subsidi, sehingga tidak bisa dipantau jika terjadi transfer pemakaian dari BBM non subsidi ke BBM subsidi. Selain itu, pengawasan kita juga lemah. Pembatasan BBM ber­subsidi tidak dijalankan oleh pemerintah.

Untuk itu perbaikan data base perlu dilakukan melalui audit penggunaan BBM bersubsidi dan subsidi, penguatan pengawa­sa­nan pemerintah harus berani melakukan pembatasan. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA