RMOL. Bekas Menteri Perindustrian Fahmi Idris bukan ahli hukum. Tapi ikut bergabung dengan Adnan Buyung Nasution dan Yusril Ihza Mahendra mau menggugat pemberian grasi kepada Schapelle Leigh Corby.
Yusril Ihza Mahendra dan FahÂmi Idris terkena reshuffle kaÂbiÂnet saat perombakan Kabinet Indonesia Bersatu jilid I. KemuÂdian Adnan Buyung Nasution perÂnah menjadi Dewan PertimÂbangan Presiden.
“Saya tidak sakit hati karena terÂÂkena reshuffle kabinet. Ini tiÂdak ada kaitannya dengan gugaÂtan tersebut. Masalah narkoba ini kan musuh masyarakat. Saya meÂrasa prihatin saja, kenapa diberiÂkan grasi terhadap narapidana narÂkoba,’’ ujar Fahmi Idris keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, Yusril Izha Mahendra mengaku telah ditunÂjuk Gerakan Nasional Anti Madat (Granat) untuk menjadi koordinaÂtor tim kuasa hukum Granat daÂlam menggugat presiden ke PTUN.
“Saya barusan (Senin, 28/5) rapat dengan Pak Adnan Buyung, Hikmahanto Juwana, Fahmi Idris, minta saya jadi ketua tim unÂtuk menggugat pemberian grasi kepada Corby,†kata Yusril.
Fahmi Idris selanjutnya meÂngaÂtakan, pemberian grasi lima tahun kepada Corby telah meÂlangÂgar rasa keadilan masyarakat yang terganggu hidupnya karena narkoba.
“Dengan pemberian grasi keÂpada Corby, maka baik pemakai maupun yang sedang menjalani hukuman di penjara akibat narÂkoba pasti akan terganggu rasa keaÂdilannya,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Saya rasa sudah jelas. Secara inÂternasional ada dua musuh besar masyarakat yaitu terorisme dan narkoba. Makanya dikeluarÂkan konvensi pemberantasan narkoba.
Indonesia pun menerima konÂvensi itu, dan sudah ada Undang-Undangnya. Tapi kita langgar aturan itu. Padahal, narkoba itu ancaman bagi kehidupan umat manusia. Maka harus diperangi, dilawan dan dihukum berat.
Pemberian grasi itu meruÂpaÂkan hak presiden, kenapa diÂperÂmasalahkan?
Benar. Saya akui grasi itu hak presiden untuk diberikan kepada orang-orang yang terkena hukuÂman. Tapi harus lihat dulu dong hukuman apa yang diberikan oleh orang-orang yang diberi grasi itu.
Kalau pelaku teroris dengan hukuman mati, tidak diberi grasi.
Maka sudah seharusnya naraÂpiÂdana narkoba juga tidak diberiÂkan. Sebab, di mata dunia, narÂkoba itu saudara kembarnya teÂrorÂisme. Ini berarti tidak kosisÂten. ApaÂlagi ini permintaan Australia.
Yakin gugatan itu menang?
Ya dong. Kita sudah melakuÂkan rapat yang dihadiri beberapa pakar hukum. Seharusnya jangan berbelas kasihan dengan orang-orang yang terlibat narkoba.
Apa hasil rapat itu?
Kita membicarakan tentang pengajuan gugatan. Sekarang seÂdang mempersiapkan. Saya rasa, tidak semudah mengembalikan tangan.
Anda menilai pemerintah taÂkluk dengan permintaan AusÂtraÂlia?
Bisa dibilang begitu. Presiden itu kan harus minta naÂsihat, haÂrus dilihat kejaÂhatan apa yang diÂlaÂkukan orang itu. Kalau kasusÂnya terorisme dan narkoba, waÂlaupun yang minta seÂluruh dunia, jangan diÂkabulkan dong.
Masa yang minÂta AusÂtralia saja kita sudah takut. Apa yang memÂbuat kita takut. Padahal kalau kita laksanakan hukuman itu, mau bilang apa Australia.
Barangkali takut menggangu hubungan diplomatik dengan Australia?
Saya yakin nggak akan terÂganggu sedikitpun. Bahkan mereka akan menghargai kepuÂtuÂÂsan kita jika tidak memberikan grasi. Atau Corby ini bisa diÂberiÂkan hukuman seimbang. MisalÂnya, tidak diberikan grasi tetapi hukumannya dilanjutkan di AusÂtralia. Itu masih dapat diÂmeÂngerti.
Ada contoh kecil, anak-anak muda dari Inggris melakukan pelanggaran di Singapura dan dikenakan hukuman cambuk. Lalu, pemerintah Inggris melalui Menlu, Perdana menteri hingga Ratu Elizabeth agar Singapura membatalkan hukuman itu.
Namun, sesuai dengan keÂtenÂtuan hukum di Singapura, meski sebagai negara kecil tetap meÂnolak permintaan Inggris. Tapi hubungan diplomatiknya tetap berjalan baik.
Artinya Indonesia tidak teÂgas?
Di Asia ini kan terkenal yang melakukan pelanggaran terhadap narkoba hukumannya berat. KaÂlau di Singapura, Malaysia, ThaiÂland hukumannya mati. Hanya di Indonesia saja yang lemah sekali, sehingga Indonesia ini dibanjiri barang-barang gelap itu.
Seperti kita ketahui bahwa beÂlum lama ini masuklah 1,3 juta buÂtir ekstasi. Karena Indonesia diÂanggap aman. Apalagi sekarang diberikan grasi, mereka akan mengÂanggap enteng hukuman di InÂdonesia ini.
Apa dampak pemberian graÂsi itu?
Kita dianggap sebagai negara yang tidak konsisten menerima konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sudah mengÂanggap narkoba sebagai musuh manusia.
Selain itu, kejadian ini menunÂjukkan bahwa kita mendeklarasiÂkan negeri ini bisa dimasuki obat-obatan terlarang. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: