Kepemimpinan parpol harus diletakkan dalam konteks mampu atau tidak memperkuat partai politik, dibanding dengan mencocok-cocokkan dengan teori politik yang malah kadang tidak nyambung. Hal itu yang dilakukan PDI Perjuangan dalam era transisi demokrasi.
"Ada parpol yang bisa ringkih karena tak miliki ideologi yang kuat. Ada ikatan yang bisa persekutukan kekuatan. Tinggal bagaimana mentransformasikan itu, dan itulah yang kita lakukan sejak tahun 2000," kata politisi PDI Perjuangan, Firman Jaya Daeli, dalam acara polemik "Politik Dinasti di Negeri Demokrasi", di Warung Daun, Cikini Raya 26, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5).
Dia tegaskan, PDIP gandrung akan ajaran dan kepemimpinan serta keteladanan Bung Karno. Dan nyatanya, ideologi itulah simpul perekat dan peraih suara yang memperkuat partai. Kekuatan itu tinggal ditransformasikan jadi penguatan sistem politik dan kepartaian.
Menghadapi arena Pilpres 2014, PDIP mendesak agenda itu menghasilkan tipikal presiden yang mengedepankan rakyatnya, tak sekadar membangun
pencitraan. Bangsa Indonesia, lanjutnya, merindukan pemimpin yang bisa menimbulkan rasa bangga bangsa akan dirinya sendiri.
"Kita butuhkan pemimpin nasional yang bisa menggertak Malaysia, kita butuhkan supaya kedaulatan bangsa terjaga, kita butuh presiden supaya posisi tawar kita di perbatasan itu kuat. Di dalam kuat, tapi juga diperhitungkan dunia internasional. Kita tentu tidak ingin buruh kita terus-terusan dibunuh di luar negeri," tutur mantan Ketua DPP PDIP itu
.
PDIP sendiri sadar, syarat popularitas dan elektabilitas calon sudah melekat pada alam politik Indonesia. Namun, bagi partai asuhan Megawati Soekarnoputri itu, popularitas bukan satu-satunya yang dibutuhkan.
"Tidak mungkin parpol calonkan orang yang kalah. Tapi yang terpenting figur itu janjikan kebanggaan bangsa sebagai bangsa Indonesia. Dia juga harus bisa merekatkan rakyat tidak hanya di masa kampanye, tapi juga setelah pemilu presiden," papar dia lagi.
[ald]
BERITA TERKAIT: