"Setiap menjelang pemilu, UU direvisi. Itu menunjukkan sistem bongkar pasang dan tujuan jangka pendek. Saatnya harus ada desain pikiran jangka panjang untuk masa depan," kata pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi, saat diskusi "Perlukah Tiap Lima Tahun UU Pilpres Direvisi" di Ruang Wartawan, Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/5).
Melihat hal tersebut, Muhtadi mengatakan, alam pikiran anggota Dewan lebih bersifat jangka pendek dan tambal sulam.
"Bukan ambang batas parlemen, tapi menyederhanakan sistem kepartaian. Sistem presidensial dengan sistem multi partai. Ambang batas parlemen 3,5 persen tidak meningkatkan sistem presidensial," ungkapnya.
Muhtadi menambahkan, revisi UU Pilpres saat ini memang wajib dilakukan. Namun kini perlu atau tidaknya revisi UU pilpres itu karena didominasi syahwat kekuasaan, indikasinya adalah perdebatan soal besaran presidential threshold.
"Akan lebih baik jika perbicangan tidak pada besaran presidential threshold, tapi pada political spending dan hal-hal yang lebih krusial," tambahnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: