WAWANCARA

Budi Santoso: Kami Ditawari Bikin Ekor Belakang Pesawat Sukhoi

Sabtu, 12 Mei 2012, 11:44 WIB
Budi Santoso: Kami Ditawari Bikin Ekor Belakang Pesawat Sukhoi
Sukhoi Superjet 100

RMOL. PT Dirgantara Indonesia masih memikirkan untuk bekerja sama dengan pihak Sukhoi. Kalau menguntungkan, tentu tawaran itu diterima.

“Walau saat terbang promosi terjadi kecelakaan. Tapi kalau ta­waran itu menguntungkan, tentu kami bersedia bekerja sama,’’ ujar Dirut PT Dirgantara Indone­sia (PT DI) Budi Santoso kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui pesawat Su­khoi menabrak tebing Gunung Salak, Bogor, Rabu (9/5). Pesa­wat itu take off sekitar pukul 14.00 WIB dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma dan hilang kontak sejak pukul 14.30 WIB.

Pesawat itu dilaporkan lost contact dan hilang dari pantau radar setelah meminta izin turun dari ketinggian 10 ribu kaki ke 6.000 kaki.  

Pesawat Rusia itu datang ke Jakarta untuk road show kepada maskapai penerbangan di Indo­nesia.  

Budi Santoso selanjutnya mengatakan, pihaknya berencana kerja sama dengan perusahaan penerbangan asal Rusia tersebut berupa komponen ekor belakang pesawat.

“Pesawat Sukhoi milik Rusia ini cukup bagus dan modern. Ti­dak hanya mesinnya yang ba­gus, bahkan desainnya pun sangat bagus. Desainnya bukan dari Ru­sia tapi dari Italia,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

    

Dari mana Anda tahu?

Ya, Setahu saya begitu. Desain­nya dari Italia. Konten dari Rusia­nya itu sangat kecil. Mayo­ritas kontennya dari Eropa Barat. Ka­lau menurut saya, pesawatnya sih bagus. Tapi kebetulan saja lagi terkena musibah.

   

Apakah hal itu yang mem­buat PT DI tertarik kerja sama dengan mereka?

Ceritanya begini. Awalnya saya pernah bertemu mereka di Inggris saat ada pameran pesawat ter­bang. Kalau tidak salah tahun 2010. Saat itu saya hanya bicara-bicara biasa saja. Ketika itu, me­mang Kartika Airlines sudah ada rencana kerja sama dengan pihak Sukhoi.

   

Kapan pertemuan terakhir dengan mereka?

Saya kurang tahu. Karena me­mang sudah ada bagiannya untuk mengurusi hal-hal sema­cam itu. Tapi beberapa bulan yang lalu, be­berapa kali mereka datang. Kami hanya bicara pen­jajakan saja.

Kepala Divisi Integrasi Usaha PT DI, Kornel M Sihombing ikut dalam pesawat Sukhoi yang kecelakaan itu, bukankah ini menandakan keseriusan?

Pak Kornel memang ikut da­lam rombongan, karena dia yang bikin komponen-komponen pesa­wat di PT DI. Memang kami akui, ada rencana bisnis ke sana.

   

Apakah Anda juga diun­dang?

Ya. Beberapa Direksi PT DI diundang. Tapi karena waktu itu jalan macet dan saya juga harus ke dokter, saya tidak ikut.

   

Mereka yang menawarkan kerja sama dengan PT DI?

Mereka menawarkan ke kami untuk membuat komponen ekor belakang. Itu yang ditawarkan mereka kepada kami. Itu sudah satu tahu lalu. Tapi kalau bikin komponen itu kan nggak cepat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.


Apakah rencana kerja sama ini sudah membahas mengenai harga?

Belum. Kalau prosedurnya su­dah cocok, baru akan penen­tuan harga. Sekarang ini belum sampai pada penentuan harga karena belum pada bisnis yang sifatnya serius.

   

Dengan terjadinya kecela­kaan itu, PT DI tetap beren­cana kerja sama dengan mereka?

Mereka yang menawarkan kepada kami. Kalau cocok, bisa diteruskan. Sebenarnya pesawat mereka ini bagus. Kualitasnya ba­gus. Mereka menawarkan kerjaan. Kalau menguntungkan, mungkin saja kami bisa bekerja sama.

   

Saat melakukan terbang pro­mosi, mereka belum mendapat­kan sertifikat dari Kemenhub, apa­kah diperbolehkan?

Kalau sudah ada penerbangan secara komersil, maka diperlu­kan sertifikat. Kalau hanya de­mons­­trasi saja memang yang diperlu­kan hanya izin demons­trasi saja.

Indonesia melakukan kerja sama bilateral dengan Rusia. Ka­lau sudah disertifikasi Rusia, sama saja sudah disertifikasi Indo­nesia. Regulasinya memang seperti itu. Tapi masih ada admi­nistrasi di Indonesia. Masih ada sertifikasi lainnya jika sudah dikomersilkan.


Kartika Airlines dan Sky Avia­tion akan bekerja sama de­ngan Sukhoi, apa perlu dilan­jutkan?

Saya bukan ahlinya. Sebenar­nya itu bukan faktor teknis tapi faktor kepercayaan masyarakat. Jika mereka bisa membangun ke­percayaan masyarakat, tentunya akan baik.

Misalnya saja, pesawat MA 60 yang pernah kecelakaan. Tapi nyatanya masih banyak masya­rakat yang memakai. Artinya ma­syarakat masih percaya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA