RMOL. Bekas Wakil Ketua KPK Haryono Umar sudah menawarkan diri untuk memberikan informasi terkait kasus korupsi di sejumlah proyek universitas negeri yang diduga melibatkan Angelina Sondakh.
â€Tapi hingga kini belum diÂminta KPK. Ya, itu kan keÂweÂnangan mereka,’’ kata Irjen KeÂmenterian Pendidikan dan KeÂbudayaan (Kemendikbud), HarÂyono Umar, kepada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta, kemarin.
Kenapa kesiapan Anda beÂlum direspons KPK?
Saya tidak tahu. Yang jelas, saÂya siap membantu KPK mengÂungÂkap kasus yang diduga meliÂbatkan Angelina Sondakh.
Apa yang akan dilakukan KeÂmendikbud membantu KPK menuntaskan kasus ini?
Ya, tergantung KPK. Kalau KPK butuh informasi, ya kita beÂrikan untuk tugas-tugas penÂyeÂlidikan, penyidikan, dan peÂninÂdakan yang mereka lakukan.
Apa sebelumnya KPK perÂnah meminta informasi dari KeÂÂmendikbud?
Belum. KPK kan polanya meÂminta keterangan orang-orang yang terkait. Dari sana mungkin KPK mendapat info. Seperti meÂminta keterangan langsung di perÂguruan tinggi.
Sejauhmana dugaan keterÂliÂbatan Angie terkait dengan proÂyek-proyek universitas?
Wah, kalau itu materinya, KPK yang tahu. Tanya ke sana saja.
Apa Kemendikbud tahu proÂyek-proyek itu?
Sejauh ini belum. Kami tahu dari pemberitaan di media saja yang menyebutkan ada sekian uniÂÂversitas. Persisnya belum taÂhu. Mungkin saat di pengadilan nanÂti kita tahu.
Masa Kemendikbud tidak taÂhu universitas-universitas itu?
Kalau proyek kan semua uniÂversitas punya pengadaan-pengÂadaan seperti itu. Tapi yang mana yang bermasalah, kita tidak tahu.
Itu kan data rahasia di KPK, materi atau data-data penyidikan itu kan tidak boleh keluar.
Data-data mengenai pengÂadaÂannya masuk ke KemenÂdikbud kan?
Yang namanya mereka melaÂkukan kegiatan, ya pasti ada. Dari BPK juga ada kan. BPK melaÂkuÂkan pemeriksaan data-data di perÂguruan tinggi, berkaitan deÂngan peÂngadaan barang. Hasil peÂmeÂriksaan BPK itu ada di kita. BPK pasti menyampaikan juga ke KPK.
Anda pernah bilang akan memÂberikan bantuan apapun yang diperlukan KPK, banÂtuÂan apa itu?
Tentu informasi. Tapi kita kan pasif saja. Itu kan ranahnya huÂkum. Kalau ranah hukum, itu kan betul-betul kewenangannya KPK. Kita tidak boleh ganggu meÂreka. Tinggal menunggu konÂtak dari KPK saja.
Mulai sekarang kita memÂperÂkuat satuan pengawas intern (SPI). Kemudian membenahi sistem pengelolaan keuangan.
Sistem pengeloalaan keuangan kan banyak macamnya di perÂguruan tinggi, dari peneÂrimaan saja dia terbagi dalam banyak maÂcam. Misalnya penerimaan dari negara yang berasal dari APBN, dari masyarakat, sumÂbangÂan-sumbangan, hibah. BeÂgitu juga segi pengeluaran barang dan pajak.
Nah semua itu kan harus meÂngikuti peraturan. Nggak boleh ada toleransi.
Perlu banyak andil di situ peÂngaÂwas intern masing-masing perÂguruan tinggi. Ini yang seÂdang kami siapkan pola-polanya.
Kapan upaya perbaikan muÂlai berjalan?
Yang jelas pengelolaan keÂuangÂan sejak Januari lalu. Kita suÂdah melakukan upaya-upaya perÂbaikan. Kita juga koordinasi dengan BPKP di daerah-daerah untuk melakukan monitor setiap tiga bulan.
Bagaimana dengan BPKP ?
Sudah berjalan. Dengan moÂniÂtoring itu kalau ada permasalahan bisa segera diperbaiki.
Saya sudah menyurati seluruh perguruan tinggi, kita juga sudah meÂlakukan kerja sama dengan BPKP. Perwakilan-wakilan BPKP di daerah betul-betul mau membantu.
Apa lagi yang dilakukan KeÂmenÂdikbud untuk menceÂgah peÂnyelewengan?
Yang jelas kita akan melakukan audit kepada pengelolaan keÂuangan pengadaan barang, di perÂguruan-perguruan tinggi.
Di samping pencegahan juga perlu kita perkuat. Jangan sampai meÂreka melakukan penyimÂpangÂan-penyimpangan, baik adÂministrasi maupun etika.
Kan rata-rata universitas-uniÂversitas belum punya kode etik, kita nanti akan meminta mereka meÂnyiapkan kode etik.
Kode etik kapan dijalankan?
Segera. Kami sedang menyiapÂkan pola-polanya. Tapi pemÂbeÂnahan-pembenahan di perguruan neÂgeri diutamakan. Sebab, meÂreka yang mengelola keuangan negara. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: