"Sudah dua pekan persis (sejak 19 April), namun belum ada jawaban apakah KPU berkenan menandatangani atau tidak," kata Koordinator Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, kepada
Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 4/5).
Ray menyayangkan sikap tak acuh KPU karena permintaan menandatangani pakta integirtas itu adalah inisitaif dari masyarakat agar KPU berkomitmen menjalankan norma dan UU.
Menurut Ray, bila KPU keras kepala ogah menandatangai pakta tersebut, tentu akan menjadi modal negatif bagi banyak pihak yang terkait langsung dengan pelaksanaan pemilu.
"Seperti parpol, caleg, pemerintah dan sebagainya melakukan hal yang sama, merasa tidak perlu membuat komitmen moral dengan masyarakat," ucapnya.
Pengabaian KPU itu seolah memberi sinyal bahwa masyarakat tidak keterkaitan langsung dengan pemilu dan tidak memiliki signifikansi untuk didengar dan diperhatikan.
"Masyarakat mulai diposisikan semata hanya tukang coblos alias objek," tegasnya.
Poin yang tampaknya menjadi keberatan KPU, jelas Ray, yakni menyangkut data pribadi dan kerjasama dengan pihak asing. Data pribadi misalnya, tentu terkait dengan hal-hal yang oleh peraturan dimungkinkan diakses. Data pribadi yang oleh UU tidak diperkenankan diakses publik tentu tak masuk dalam kategori ini. Sementara kerjasama dengan pihak asing, justru menegaskan prinsip dan cita-cita awal pendirian negeri ini yakni mandiri dan swadaya dalam segala hal.
"Tentu yang dimaksud dalam hal ini, kerjasama di masa depan. Adapun kerjasama yang sudah dan tengah berlangsung tetap dapat dilaksanakan sampai batas waktunya. Pihak asing cukup jadi pemantau. Tidak lebih," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: