Hal itu disampaikan peneliti Political Research Institute for Democracy (Pride) Indonesia Agus Sumarto kepada Rakyat Merdeka Online (Jumat, 4/5).
Penyebutan bahwa lembaga survei itu adalah tim sukses, bahkan sudah dilakukan sejak pengumplan data sampai rilis ke media. Jadi publik tahu bagaimana status lembaga survei tersebut.
"Kalau hasilnya berbeda pun, publik bisa menerima. Karena toh pada pengumpulan data pasti banyak masyarakat yang menolak, yang menerima dan yang mau diwawancara biasanya masyarakat simpatisan calon yang bersangkutan," jelasnya.
Karena itu, Agus menyambut baik ajakan Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, agar semua lembaga survei, yang telah merilis temuannya terkait elektabilitas calon gubernur DKI Jakarta, duduk bareng buka-bukaan soal data mentah, instrumen, dan metodologi hingga alat bantu survei.
"Saya sangat setuju tentang hal itu. Dan saya juga pernah punya pemikiran untuk mengumpulkn lembaga survei. Seharusnya jika survei itu dilakukan dengan metode, populasi, waktu, dan tempat yang sama, seharusnya hasilnya sama dan tidak mungkin berbeda," tandas Agus.
Hasan Nasbi sebelumnya mengungkapkan, agar tidak terjadi kebingungan publik dan agar tidak jadi syak wasangka terhadap lembaga survei secara keseluruhan, ada baiknya seluruh lembaga survei yang sudah berani merilis temuannya, juga berani tampil buka-bukaan. "Ini penting sekali agar masyarakat tidak dibingungkan," jelasnya.
Karena memang hasil survei jelang pemilihan gubernur DKI Jakarta ini berbeda-beda antar satu lembaga dengan lembaga survei lainnya. Dalam acara itu, antarlembaga bisa berdebat dan saling koreksi. Dan biarkan publik menilai lembaga mana yang layak dipercaya. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: