Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, tetap berpandangan bahwa RUU PKS bakal mengundang banyak kontroversi, beda penafsiran walau sudah ditetapkan di tingkat Panitia Khusus.
"Alasan dalam ketentuan umum (pasal 1) bahwa konflik berdampak luas dan mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional, merupakan
mindset Orba, sudah tidak relevan di era reformasi yang lebih mementingkan HAM dan upaya penyelamatan korban, bukan urusan pembangunan nasional," jelas TB Hasanuddin lewat pesan singkat, Rabu (11/4).
Kemudian, Pasal 9 (2) yang menyatakan, penyelesaian diutamakan secara musyawarah, merupakan impunity. Padahal, seharusnya ada penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran dalam konflik tersebut.
Dalam Pasal 21, status keadaan konflik ditetapkan oleh presiden dengan berkonsultasi dengan Ketua DPR, dianggapnya tak sah.
"Ketua DPR harus minta pendapat seluruh anggota fraksi," tegasnya.
Menyangkut Pasal 26 (2), ditegaskannya bahwa Menko Polhukam bukanlah menteri operasional jadi tidak tepat menjadi penanggungjawab konflik. Termasuk membatasi dan melarang orang untuk keluar masuk sebuah kawasan merupakan pelanggaran HAM (pasal 29).
"Dalam Pasal 34, pengerahan TNI oleh kepala daerah sangat bertentangan dengan UU TNI sendiri, dimana bantuan TNI kepada Pemda harus dengan Keputusan Politik Negara," ucapnya.
Di poin terakhir masalah, TB Hasanuddin mencatat, dalam Pasal 53 tentang pelibatan internasional sangat tidak relevan karena masalah dalam negeri sendiri tidak perlu pelibatan kekuatan asing.
[ald]
BERITA TERKAIT: