Keputusan PKS yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) terus dipersoalkan. Sebagai partai pendukung pemerintah, PKS tidak etis berseberangan dengan pemerintah.
Apalagi, dalam mengajukan rencana menaikkan harga BBM, pasti pemerintah punya pertimbangan
"Mereka harus ikut apa pun keputusan pemerintah, yang baik atau yang tidak populis. Jangan mau jabatan, tapi pahitnya tidak mau," ungkap dosen Pascasarjana Institut Ilmu Pemerintahan, Umar Sadat Hasibuan, kepada Rakyat Merdeka Online petang ini (Senin, 2/4).
Umar mengingatkan, elit PKS seperti Tifatul Sembiring dan Anis Matta kerap mengemukakan bahwa mereka berkoalisi dengan Presiden SBY, bukan dengan Partai Demokrat. Tapi, menaikkan harga BBM ini adalah usul pemerintah bukan Partai Demokrat.
"Kalau memang kontrak politik dengan SBY, mereka harus ikut dong. Jangan atas nama rakyat, mereka berseberangan bahkan berhadapan dengan pemerintah," tegas Umar.
Umar memaklumi, PKS memang mengklaim berjasa memenangkan duet SBY-Boediono pada pemilihian presiden 2009. Tapi, itu buka jadi alasan untuk tidak mendukung program pemerintah.
"Jangan karena menganggap berjasa, lalu keputusan pemerintah tidak didukung. Lucunya kok mereka berlagak oposisi seperti PDIP," ungkap Doktor Ilmu Politik jebolan Universitas Indonesia ini.
Karena itu Presiden SBY tidak usah mengharapkan PKS keluar dari pemerintahan. Karena PKS tidak akan melakukan itu. Makanya, yang dibutuhkan adalah sikap tegas Presiden SBY mendepak semua menteri asal PKS dari kabinet. "(SBY) harus (tegas). Kan kemarin saya sudah bilang, SBY kalau nggak sekarang, tidak usah sama sekali. Biarkan saja PKS, tidak usah diributkan lagi," kesal Umar. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: