Konstitusi, ujar mantan anggota Dewan Penasihat Presiden itu, tidak bisa hanya dilihat secara tekstual. Melainkan juga harus dimaknai secara historikal dan kontekstual.
Pendapat itu ditanggapi baik oleh pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Menurutnya, advokat senior yang punya sapaan akrab Bang Buyung itu adalah konstitusionalis sejati. Pernyataan Bang Buyung dia maknai selaras dengan pasal 7A UUD 45.
"Sejauh selaras pasal 7 UUD 45, hanya dengan cara itu sah. Konstitusi mengatur cara pemberhentian presiden di tengah jalan tapi disesuaikan kaidah yang diatur pasal 7 itu pula," jelas Margarito Kamis kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Rabu, 28/3).
Mantan staf ahli Mensesneg itu katakan, di konstitusi pasal 7 jelas mensyaratkan bukti pelanggaran hukum yang kategorinya seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, dan tindak pidana berat atau perbuatan tercela dilakukan oleh Presiden/Wapres yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, MPR dapat memberhentikan Presiden/Wapres dalam masa jabatannya.
Dalam konteks kekinian dimana marak gerakan masyarakat yang menginginkan pemerintahan SBY jatuh sebelum 2014, menurut dia, itu adalah persepsi politik. Tapi negara ini mempunyai cara hukum.
Bagaimanapun, Indonesia bukan negara yang minus pengalaman pergantian kekuasaan di tengah jalan. Indonesia punya pengalaman peralihan kekuasaan di tengah jalan dari presiden pertama Soekarno ke Soeharto, lalu dari Soeharto ke BJ Habibie.
"Semua berawal dari tekanan publik atau persepsi politik. Pak Harto jatuh tapi ada konstitusi dipatuhi setelah tekanan massa yang membuat dia memilih berhenti dan menyerahkan pada Pak Habibie," ucapnya.
Margarito senada dengan Bang Buyung bahwa konstitusi tidak bisa dipahami secara kaku berdasarkan pasal-pasalnya belaka. Jika keadaan negara membutuhkan, bisa ditempuh praktik kenegaraan yang telah menjadi konvensi atau kebiasaan. Pada kasus Kabinet Sjahrir, misalnya, terbentuk karena Soekarno saat itu tidak lagi dipercaya dunia internasional.
"Konteks Bung Karno ke Sjahrir itu pada saat situasi betul-betul darurat, situasi merdeka atau mati. Praktik itu dilakukan karena logika bangsa tak berpikir lagi soal konstitusi, yang penting negara selamat," ucapnya.
Untuk saat ini, Margarito yakin cara paling ideal untuk menghentikan pemerintahan SBY adalah menggunakan kaidah konstitusi walau ada tekanan rakyat yang mendahului.
"Sebagai konstitusionalis, Bang Buyung pasti berpijak pada konstitusi," ucapnya.
[ald]