Karena aksi penolakan penaikan harga BBM tak kunjung bisa diredam dengan cara-cara penyuapan, bahkan makin marak di berbagai kota, dan terjadi konsolidasi di kalangan mahasiswa dengan buruh, petani, nelayan dan aktivis pergerakan, pemerintah lalu membangun opini (insinuasi) negatif seolah para penentang kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat itu akan membuat huru-hara.
"Itulah alasan utama diturunkannya pasukan TNI bersenjata lengkap yang disiapkan sebagai alat pemukul para pengunjuk rasa. Padahal selama ini polisi tidak pernah bermasalah dalam menangani dan mengawal setiap unjukrasa," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi, beberapa saat lalu (Senin malam, 26/3).
Pemerintah juga diduganya menebar rasa takut di kalangan etnis Tionghoa bahwa aksi menentang kebijakan penaikan harga BBM yang akan dimulai besok bakal berujung kerusuhan sebagaimana terjadi pada Mei 1998.
"Agar skenario merusak unjuk rasa rakyat menjadi betul-betul menakutkan, bukan tidak mungkin akan disusupkan pasukan perusak yang akan melakukan tindakan anarkis dari barisan massa aksi," ujarnya.
Sejatinya, tambah Adhie, rakyat dan mahasiswa sudah sangat muak pada rezim korup, yang oleh para pemuka agama dibilang "rezim pembohong".
"Oleh sebab itu, kami mengingatkan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, agar menyikapi para pengunjuk rasa secara proporsional. Sebab tugas dan tanggung jawab TNI-Polri adalah mengamankan NKRI dan rakyat Indonesia," paparnya.
Jubir Presiden era Gus Dur ini menekankan, boleh saja menjaga keselamatan Presiden dan keluarganya, tapi bukan menjaga keselamatan dan kelangsungan kekuasaannya yang korup dan tidak berpihak kepada rakyat.
"Dan, belajar dari masa lalu harus ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi banyak korban jiwa dan pelanggaran HAM akibat melanggar UU atau menyalahi prosedur yang biasa diberlakukan," ucapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: