Kejaksaan Agung Bidik Tersangka Baru Kasus DW

Dua Atasan Dhana Diperiksa Sebagai Saksi

Kamis, 15 Maret 2012, 10:19 WIB
Kejaksaan Agung Bidik Tersangka Baru Kasus DW
Dhana Widyatmika

RMOL. Perkara dugaan korupsi dan pencucian uang dengan tersangka pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Dhana Widyatmika (DW) terus bergulir.

Kemarin, penyidik Kejaksaan Agung memeriksa atasan Dhana, yakni Kepala Seksi Kantor Pe­layanan Pajak (KPP) Setiabudi I Jakarta Selatan Firman dan Herly Isdiharsono sebagai saksi perkara ini.

Herly diduga berkongsi dengan Dhana di PT Mitra Modern Mo­bi­lindo. PT ini mempunyai show­room mobil truk bernama Mo­bilindo 88. Herly terakhir bekerja sebagai Kepala Seksi Kantor Wilayah Ditjen Pa­jak Provinsi Aceh.

“Dua orang diperiksa hari ini. Pimpinan DW, inisialnya F dan HI,” kata Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.

Menurut Adi, tidak tertutup kemungkinan penyidik kasus ini menetapkan tersangka lain dari internal Ditjen Pajak. Namun, pe­nyidik masih memerlukan bukti-bukti pendukung untuk pene­ta­pan tersangka baru itu.

Sejauh ini, katanya, penyidik masih berkonsentrasi menguat­kan bukti tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang di­sangkakan kepada DW. “Apakah dari gratifikasi atau suap yang di­berikan perusahaan wajib pa­jak,”  ujar Adi.

Untuk mendalami perkara ini, lanjut Adi, penyidik juga mengo­rek keterangan pimpinan sejum­lah bank sebagai saksi pada Sela­sa (13/3). Namun, tidak semua pihak bank memenuhi panggilan penyidik. “Yang memenuhi pang­­g­ilan adalah pihak Bank Mandiri dan Standard Charte­red Bank,” katanya.

Menurut Adi, pihak bank di­ko­rek keterangannya lantaran pe­nyidik menemukan transaksi ra­tusan juta hingga miliaran ru­piah di rekening DW pada bank-bank tersebut.

Saat dihubungi Rakyat Mer­de­ka, Kepala Bagian Humas Bank Mandiri Iskandar Tumbuan me­nyatakan, pihaknya memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi karena patuh kepada hukum.

“Pro­ses hukum perlu mendapat dukungan sepenuhnya, agar ka­sus ini dapat diselesaikan secara hukum pula,”  ujarnya, kemarin.

Iskandar menambahkan, pro­ses penyimpanan uang Dhana di Bank Mandiri tidak ada masalah. Sebab, Dhana harus memenuhi standar dan persyaratan yang ada.

“Soal aliran dana dia dari ma­na, kami tidak tahu. Yang pas­ti, saat membuka rekening di Bank Mandiri, semua persyaratan ter­penuhi. Itu yang menjadi acuan kami,”  kata Iskandar.

Dhana diduga memiliki reke­ning di delapan bank, yakni BCA, Standard Chartered Bank, HSBC, Bank Mandiri, Bukopin, BNI, CIMB Niaga dan Bank Mega. Rekening-rekening itu telah di­blokir Kejaksaan Agung.

Pada Rabu lalu, penyidik ber­upa­ya memeriksa tujuh saksi dari Bank Mandiri, BCA dan Bank Mega. Tapi, yang hadir ha­nya em­pat saksi, yaitu pimpinan Bank Mandiri Kantor Cabang Pem­ban­tu Jakarta Puri Sentral Niaga, Bank Mandiri Kantor Ca­bang Ja­karta Imam Bonjol, Bank Man­diri Kantor Cabang Pem­ban­tu Nindya Karya dan pimpinan HSBC. Tiga saksi yang tak hadir adalah pim­pinan BCA, Bank Mega dan  salah seorang pim­pinan Bank Mandiri cabang Nindya Karya.

Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman tak bersedia menye­butkan identitas para saksi yang hadir dan yang tidak nongol itu. Orang-orang bank yang me­me­nuhi panggilan penyidik para Rabu itu pun tidak mau menye­butkan identitas mereka.

Tapi beberapa hari sebelum­nya, Adi menyampaikan, penyi­dik telah mengorek keterangan salah seorang Direktur Bank Mandiri. “Ada seorang Direktur Bank Mandiri berinisial A dan pihak Standard Chartered Bank yang diperiksa sebagai saksi,” katanya.

REKA ULANG

Transaksi Yang Mencurigakan Itu...

Dhana Widyatmika (DW), saat menjabat Account Representative pada kantor Pelayanan Pajak di Dit­jen Pajak diduga melakukan pe­nyimpangan sebagai peme­rik­sa pa­jak. Yaitu pada proses pe­me­riksaan pajak sampai dengan ke­beratan ter­sebut diajukan ke Pe­ngadilan Pajak.

Transaksi DW pun dicurigai Kejaksaan Agung. Sebab, sebagai PNS dengan golongan III/C, DW melakukan transaksi dengan vo­­lume yang relatif besar, ya­itu antara Rp 500 juta sampai Rp 1.950.000.000 (satu miliar sem­bilan ratus lima puluh juta ru­piah) dalam bentuk transaksi tunai dari tahun 2005–2011.

Dalam transaksi-transaksi itu, terlihat dugaan penyamaran asal-usul uang dengan menggunakan PT Mitra Modern Mobilindo de­ngan penghasilan Rp 1,5 miliar per tahun, padahal PT tersebut baru didirikan pada 2006.

Lantaran itu, DW ditetapkan Ke­jagung sebagai tersangka k­a­sus ko­rupsi dan pencucian uang pada 17 Februari 2012. Setelah men­jalani dua kali pemeriksaan, dia ditahan di Rumah Tahanan Sa­lemba ca­bang Kejaksaan Agung pada Ju­mat, 2 Maret 2012. De­mikian data yang di­berikan Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hu­kum Ke­jaksaan Agung Adi Toe­ga­ris­man kepada Rakyat Merdeka.

Perkara korupsi dan pencucian uang ini juga menyeret perusa­ha­an lain, yaitu PT Bangun Persada Semesta (BPS). Sebab, penyidik menemukan aliran duit dari PT BPS ke rekening Dhana.

Salah seorang pemilik PT BPS, Agus Purwanto mengaku tidak ke­beratan bila Kejaksaan Agung me­nyita proyek pembangunan pe­ru­mahan Wood Hills Resi­dence yang digarap peru­sa­ha­an­nya. Na­mun, dia menambahkan, penyitaan ter­se­but akan me­nye­bab­kan sebagian penghuni peru­ma­han itu terusir.

Kejaksaan Agung, menurut Agus, hendaknya menyita in­vestasi yang dikucurkan Dhana saja. Soalnya, kata dia, proyek pembangunan perumahan di B­e­kasi, Jawa Barat itu tak selu­ruh­nya berasal dari duit Dhana. “Ada uang pinjaman bank dan investor lain,” kata pengacara Agus, Rudjito pada Selasa (13/3).

Penyidik juga sudah meme­rik­sa pihak PT Riau Petra Utama. Pimpinan perusahaan lain juga akan dikorek keterangannya. “Ada beberapa pihak swasta. Po­koknya mengalir,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.

Yang Tertutup Bikin Curiga Lho...

Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Bambang Widodo Umar menyampaikan, pimpinan Kejaksaan Agung mesti terbuka menyampaikan perkembangan penanganan kasus korupsi dan pencucian uang dengan tersangka Dhana Widyatmika.

“Kalau sudah masuk proses penyidikan, itu sudah terbuka. Lain hal kalau masih penye­li­di­kan. Jadi, tidak perlu takut menyampaikan informasi,”  ujar dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ini, kemarin.

Menurut Bambang, jika Ke­jaksaan Agung tertutup, maka masyarakat akan curiga bahwa perkara ini dilokalisir pada Dha­na. “Masyarakat sudah me­ngerti dan tahu apa yang terjadi. Justru kalau tertutup itu men­cu­rigakan. Lagi pula, apa yang di­khawatirkan, toh sudah ada buk­ti-bukti,”  kata dosen ilmu ke­po­­lisian Universitas Indonesia ini.

Karena itu, Bambang menya­rankan pimpinan dan penyidik Kejaksaan Agung agar tak ragu menyampaikan perkembangan penanganan kasus ini kepada masyarakat melalui media massa.

“Tentu keterangan yang benar. Jika kecurigaan masyarakat kian tinggi, justru merugikan institusi kejaksaan,”  ingatnya.

Pengamat hukum Yenti Gar­nasih menambahkan, masya­rakat mengawasi Kejaksaan Agung dalam mengusut dugaan korupsi pegawai Ditjen Pajak Dhana Widyatmika. “Kita tung­gu pengembangan kasus ini, ter­masuk penetapan tersangka baru,”  ujar Yenti, kemarin.

Menurut dia, pengusutan ka­sus ini semestinya tak ber­henti pada Dhana. “Kita lihat sejauh mana pengembangan yang bisa mereka lakukan, jangan hanya DW sendiri. Jangan seperti ka­sus Gayus. Harus diusut se­mua,” ujarnya.

Yenti pun menyoroti pena­nga­nan dan pengawasan sejum­lah barang berharga yang disita penyidik Kejagung dalam pe­ngu­sutan kasus ini. “Kalau ada ba­rang si­taan yang disalah­gu­na­kan, berarti sudah terjadi lagi ko­rupsi, ada penggelapan.”

Ditjen Pajak Belum Bersih & Profesional

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tas­lim Chaniago mendesak Ke­jaksaan Agung bersikap terbuka dalam menyampaikan per­kem­bangan penanganan kasus Dha­na Widyatmika. “Kasus Dana adalah perkara yang menjadi per­hatian masyarakat, maka Ke­jagung harus menyampaikan perkembangan penanganannya kepada masyarakat,”  ujarnya.

Dia pun mendesak pimpinan dan penyidik Kejagung agar memberikan jaminan bahwa pengusutan kasus ini tidak akan masuk angin. Proses yang ceka­tan, profesional, terbuka dan ob­yektif perlu dilakukan.

“Kejagung harus cepat mem­prosesnya. Jangan sampai pi­hak-pihak lain yang terlibat menghilangkan jejak atau ka­bur,”  tandasnya.

Jika perkembangan penanga­nan kasus ini terkesan ditutup-tutupi, lanjut Taslim, kecu­ri­ga­an publik terhadap pimpinan dan penyidik Kejagung akan kian jelas. “Karena diduga ada pihak lain yang terlibat, maka prosesnya mesti segera dan transparan. Jika tertutup, maka kecurigiaan bahwa Kejagung bermain, tidak bisa dihin­dar­kan. Taruhannya adalah kredi­bi­litas Kejagung,”  ujar Taslim.

Taslim juga belum yakin bah­wa di Ditjen Pajak sudah ada perubahan, sudah lebih bersih dan profesional. “Apa yang di­katakan Dirjen Pajak bahwa telah terjadi perubahan, itu tidak benar. Contohnya ka­sus Dhana ini. Sangat mungkin atasan atau pejabat pajak yang lebih senior memiliki kekayaan yang lebih besar dari itu,”  katanya curiga.

Seharusnya, lanjut dia, aparat penegak hukum menjadikan kasus Dhana sebagai pintu ma­suk kedua setelah perkara Ga­yus Tambunan untuk memb­e­rantas korupsi di sektor pajak.

“Ditjen Pajak perlu diber­sihkan sehingga kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak pulih,”  ujar­nya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA