Mengapa Pemerintah Memprovokasi Kemarahan Rakyat?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 02 Maret 2012, 23:25 WIB
RMOL. Belum sembuh luka rakyat Indonesia dengan kasus korupsi dan perampasan hak atas tanah, kini sudah ditambah lagi dengan keinginan pemerintah yang akan menaikkan harga BBM, TDL, dan sudah pasti akan diikuti dengan kenaikan harga sembako.

Hingga hari ini, tidak ada satupun tanda bahwa pemerintahan SBY-Boediono batal merealisasikan rencana itu pada 1 April. Patokan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut antara Rp 1000 sampai Rp 1500. Dalihnya, kenaikan harga BBM bersubsidi ini tidak bisa dihindari karena adanya krisis ekonomi di Eropa dan penerapan sanksi embargo terhadap Iran oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.

"Skenario jahat apalagi yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan para mafia minyak? Kita tahu republik ini merupakan salah satu produsen migas, jadi tak ada alasan pemerintah menaikkan harga BBM dan TDL," ujar Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Lamen Hendra Saputra, Jumat (2/3).

Alasan semakin membengkaknya anggaran subsidi di APBN juga selalu menjadi alasan pamungkas pemerintah, menarik pernyataan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Evita H Legowo, yang mengungkapkan bahwa memanasnya situasi Iran dan Uni Eropa ternyata tidak membawa dampak pada Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia selama ini tidak mengimpor minyak mentah dari Iran.

"Pernyataan Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM tentu saja bertolak belakang dengan pernyataan rezim neoliberal selama ini. Bahkan pada tahun 2011, Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM menyatakan, bahwa 70 persen sumur migas di Indonesia dikuasai oleh perusahaan minyak dan gas asing," tambahnya.

Perusahaan-perusahaan asing itupun ternyata selama ini menunggak pajak. Pada Januari 2012, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, menegaskan bahwa Ditjen Pajak telah mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk menagih kekurangan pajak dari 13 KKKS Migas (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Atau bisa saja untuk menerapkan pajak progresif kepada perusahaan-perusahaan asing tersebut. Selama ini, perusahaan-perusahaan migas asing selalu membayar pajak di bawah ketentuan dalam UU 7/1983 tentang Pajak Penghasilan, yakni sebesar 20 persen.

"Kembali lagi, semua keputusan ada ditangan pemerintah, menaikkan atau tidak. Rakyat biasa hanya bisa mengimbau agar harga BBM dan TDL jangan dinaikkan," ungkap Lamen.

Jika harga BBM dan TDL dinaikkan akan menambah cost produksi, akibatnya harga-harga kebutuhan sehari-hari rakyat akan melambung tinggi dan kembali rakyat miskin yang dirugikan. Dia katakan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja rakyat sekarang sulit, apalagi jika ditambah dengan kenaikan BBM nanti, itu sama saja membunuh rakyat miskin dengan perlahan.

"Silakan saja dinaikkan, berarti pemerintah yang memprovokasi kemarahan rakyat," tandasnya.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA