Keterangan tersebut diÂsamÂpaikan Jaksa Agung Basrief Arief usai melantik 14 pejabat Eselon II di Kejaksaan Agung, kemarin. “Siapapun yang terkait kasus ini akan kami periksa. Jadi berikan kesempatan dulu pada penyidik unÂtuk melakukan tugasnya,†ujarnya.
Basrief mengatakan, untuk meÂnguak kasus dugaan korupsi peÂgawai Ditjen Pajak itu, pihaknya masih mengembangkan penyiÂdiÂkan untuk mengetahui tindak piÂdana lain yang dilakukan DW. PaÂsal-pasal yang dituduhkan daÂlam surat perintah penyidikan (sprindik) saat ini memuat peÂnyuapan, korupsi, dan penÂcucian uang. Menurutnya, pihak-pihak yang diduga terlibat penyuapan terhadap DW dan teman-teÂmanÂnya masih ditelusuri.
Basrief mengingatkan, menÂcuatÂnya kasus korupsi pegawai Pajak ini bukanlah atas laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tetapi berasal dari laporan maÂsyarakat. Bagi Kejagung, laporan PPATK dipakai sebagai informasi untuk menindaklanjuti ada tidakÂnya tindak pidana.
Dia menolak membeberkan data PPATK yang disampaikan ke Kejagung. Pasalnya, undang-unÂdang mengatur kerahasiaan laÂporan tersebut. Bisa-bisa, orang yang membocorkan informasi berÂisi data perbankan itu ditindak piÂdana. Di tempat yang sama, Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi Nirwanto menyampaikan, Kejagung belum menahan tersangka DW.
“Diperiksa saja belum, ya beÂlum ditahan. Pemeriksaan terÂsangÂka saja baru besok (hari ini, KaÂmis 01 Maret 2012). Yang pasÂti kita mengamankan dulu aset-aset DW,†tuturnya. Andhi meÂnyampaikan, aset-aset DW yang disita antara lain, Minimarket BeÂtamart dan Showroom Mobil.
Rakyat Merdeka yang meÂnyamÂbangi kediaman DW, tak menemukan aktifitas berarti. Pintu rumah di Jalan Elang IndoÂpura Blok A7 Nomor 15, KomÂpleks Perumahan Angkatan Laut, Curug, Jatiwaringin, Jakarta TiÂmur itu terkunci rapat. Rumah berÂatap hijau itu kosong sejak peÂmiliknya ditetapkan sebagai terÂsangka kasus korupsi Pajak.
“Sejak penggeledahan dari KeÂjagung, rumahnya ya begini saja. Tak ada orang dan tertutup,†ujar Teddy, tetangga Dhana. Rumah DW merupakan rumah peningÂgalan orang tua. Rumah itu terleÂtak di depan Masjid Nurul Ihklas. Dikatakan Teddy, DW jarang bergaul di lingkungan karena beÂrangkat pagi-pagi dan pulang larut malam.
Sekitar 20 meter dari rumah DW terdapat sebuah Minimarket yang disebut sebagai milik pegawai Pajak itu. “Iya itu milik Pak Dhana,†ujar Udin, seorang peÂdagang ayam goreng di depan minimarket. Menurut Udin, selama 3 tahun dia berdagang di situ, dia hanya tahu kalau miniÂmarket itu milik DW. “Saya juga bayar sewa. Setiap bulan 250 ribu,†ucapnya.
Namun seorang pekerja miniÂmarket yang mengaku bernama Taufik membantah kalau miniÂmarket itu milik DW. Dia bilang, supervisor yang mengelola miniÂmarket itu bernama ibu Vivi. TauÂfik menyampaikan, dari keteÂrangan bos-nya Ibu Vivi, modal usaha minimarket di Jalan Elang Malindo Raya Blok B1, bukan berasal dari satu orang saja.
Lebih lanjut, penelusuran RakÂyat Merdeka berlanjut ke Jalan Raya Dermaga, Duren Sawit, JaÂkarta Timur. Di lokasi ini terdapat showroom mobil bekas dan truk dengan nama 88 Mobilindo. Showroom ini terletak di lahan yang cukup luas. Dengan warna bagunan kuning dan dibatasi pagar besi, tampak sejumlah truk beberapa mobil pribadi parkir.
“Karyawan ada sekitar 20-an orang,†ujar seorang lelaki berÂkacamata yang tidak mau disebut namanya. Dia berupaya mengÂhinÂdar dan tidak berkenan memÂberikan informasi.
“Penyidik Kejagung sudah datang kesini waktu itu. Jadi taÂnyakan saja sama jaksa,†ujarnya. Sejak kasus DW mencuat, kata dia, penjualan sepi dan aktivitas berÂkurang total.
REKA ULANG
Dicekal 21 Februari, Disita 27 Februari
Dhana Widiatmika (DW) telah diÂcekal sejak 21 Februari. Dia diÂduga melakukan penyaÂlahÂgunaan tugas dan wewenang pada proses peÂmeriksaan pajak sampai peÂngaÂjuÂan keberatan ke Pengadilan Pajak.
Pada Senin (27/2), Tim satuan khuÂsus (Satsus) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), kembali menyita sejumlah barang berharga milik DW. Barang bukti yang disita dan tengah dievaluasi penyidik di antaranya mobil meÂwah merk Mini Cooper limited ediÂtion. MoÂbil tersebut kini terÂparkir di haÂlaman kantor KejakÂsaan Agung, Jalan Sultan HaÂsaÂnuddin, Jakarta Selatan.
“Untuk minggu ini tim peÂnyidik sedang melakukan evaÂluasi terhadap dokumen barang bukti berupa uang, logam mulia, dan surat berharga,†ucap bekas Kapuspenkum Kejagung Noor Rachmad.
Sejumlah barang berharga yang disita adalah surat-surat keÂpemilikan rumah, tanah dan doÂkumen lainya. Ada juga barang elektronik komputer, telepon gengÂgam, flash disc, kemudian beberapa pemblokiran rekening di beberapa bank.
Beberapa rekeÂning yang diblokir adalah rekeÂning Bank Mandiri, BCA, BukoÂpin, dan BNI. Saat ditanya tenÂtang nilai kekayaan DW, Noor beÂlum bisa memberitahukan, kaÂrena masih dalam tahap evaluasi.
Atas kasus ini DW diancam PaÂsal 12 B ayat 1 dan 2 Undang-UnÂdang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan pasal 3 undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tenÂtang pencegahan dan pemÂbeÂranÂtasan tindak pidana penÂcucian uang.
Menanggapi kasus ini, Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengiÂngatkan pegawainya memegang integritas, profesionalisme, siÂnerÂgi, dan pelayanan serta kesemÂpurÂnaan. “Insya Allah cobaan ini daÂpat kita lalui dan justru ini memÂbuat DJP semakin bersih,†kataÂnya seperti dikutip dari situs Ditjen Pajak, Senin (27/2).
Fuad mengharapkan, pengumÂpuÂlan bukti yang dilakukan KeÂjagung berjalan lancer. Pada prinÂsipnya, dia meminta penyidik keÂjaksaan mengedepankan asas praÂduga tidak bersalah dalam meÂnaÂngani kasus ini.
Aneh, Kok Tidak Segera Ditahan
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Kejagung hendaknya seÂgera melakukan penahanan terÂhadap tersangka Dhana WiÂdiatmika (DW). Sebab, pengaÂlaÂman Gayus Tambunan meÂnunjukkan meski sudah ditaÂhan, dia tetap bisa bepergian ke luar penjara.
“Ya aneh, kenapa DW tak diÂtahan. Saya tidak tahu mengapa penyidik tidak menahan terÂsangka,†kata Pengamat HuÂkum Universitas Trisakti Yenti garnasih, kemarin.
Dia menambahkan, apakah kejaksaan tidak takut tersangka melarikan diri meski sudah di-cekal. Lalu, dia merasa masih ada kejanggalan pada penaÂngaÂnan kasus ini. Menurut dia, keÂjaksaan masih bersikap lamban dalam menentukan apakah kaÂsus ini masuk kategori korupsi atau pencucian uang.
Dikatakan Yenti, seharusnya penyidik kejaksaan juga cepat mengungkap modus kejahatan tersangka. Bagaimana terÂsangÂka melakukan penggelapan paÂjak, atau bagaimana konspirasi dengan wajib pajak dilakÂsaÂnaÂkan saat banding berjalan.
“KaÂlau penanganannya lamÂbat, mending ditangani KPK. Di situ tidak mungkin ada SP3. Semoga kejaksaan tidak main-main dalam penanganan kasus ini,†tandasnya.
Yenti menilai, kasus ini saÂngat jelas muatan korupsinya. UnÂtuk itu, seharusnya kejaksaÂan tidak perlu berlama-lama daÂlam meÂnindaklanjutinya. Dia mengaÂtakan, terulangnya kasus Gayus Tambunan jilid dua ini menunÂjukkan bahwa pemÂbeÂnaÂhan di Ditjen Pajak belum optimal.
Artinya, kemungkinan masih ada teman-teman Gayus lainnya yang terus melaksanakan kejaÂhatan di Ditjen Pajak.
“Tidak mungkin Gayus main sendiri. Tetapi ya itu tadi, kenaÂpa penegak hukum enggan meÂngembangkan dan menyasar oknum lain yang kemungkinan terlibat kasus Gayus,†ucapnya.
Maka, lanjutnya, perkara GaÂyus Tambunan yang sempat menghebohkan hendaknya jadi momentum untuk pembersihan di tubuh Ditjen Pajak. Jangan sampai tegasnya, penanganan kaÂsus Gayus Tambunan yang tidak optimal membuka celah bagi pegawai pajak untuk meÂlestarikan korupsi.
Jangan Lokalisir Kasus Seperti Ini
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli mengingatkan, pemerintah bersama penegak hukum serius mengkaji dan membongkar kasus yang dilakukan Gayus Tambunan dan koleganya.
“Tidak mungkin seorang GaÂyus Tambunan mampu meÂlaÂkuÂkan berbagai kegiatan maniÂpuÂlasi pajak tanpa ada konspirasi deÂngan pihak-pihak internal di Dirjen Pajak,†ujarÂnya, kemarin.
Menurut politisi Demokrat ini, terulangnya kasus mafia paÂjak di Ditjen Pajak meÂnunÂjukÂkan bahwa penegak hukum tiÂdak serius mengusut tuntas koÂrupsi di perpajakan. “Karena tiÂdak serius membongkar jaÂringan sindikatnya, maka munÂcul lagi kasus ini,†ucapnya.
Dia tak habis pikir jika seÂorang pegawai Pajak Golongan III-A saja bisa memainkan peÂran besar sehingga memÂperÂoleh kekayaan miliaran rupiah. BerÂarti sambungnya, pegawai-peÂgaÂwai di atasnya punyai keÂsemÂpatan lebih besar untuk melaÂkukan kejahatan sejenis serta mendapat uang lebih besar lagi.
Karena itu, Pieter setuju agar para petinggi dan pejabat pajak yang korup segera dihukum. Dan yang paling krusial saat ini, lanjutnya, adalah keseriusan peÂnegak hukum membongkar dan menindak praktik manipulasi pajak beserta jaringan mafia di dalamnya.
“Jangan lokalisir kasus kareÂna teman pejabat-lah atau doÂnatur parpol-lah. Siapapun haÂrus dihukum. Jika ada fakta-fakta yang diabaikan karena hal-hal tersebut di atas, berarti kasus-kaÂsus semacam ini akan bertambah banyak dan hal ini akan sangat memalukan,†ujarnya.
Dia menambahkan, upaya pemerintah dan penegak hukum yang main-main dalam menaÂngani kasus ini, masyarakat akan menilai bahwa pemerintah dan aparat penegak hukumnya juga korup. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: