Bahkan, sejauh ini pemerintah sudah mendapat penilaian gagal dalam membina ormas. Dibuktikan dengan banyaknya ormas yang mengedepankan kekerasan untuk menyelesaikan suatu masalah namun pemerintah dan aparatnya hanya merespons kasus per kasus.
"Kalau masih ada ormas anarkis, itu artinya pemerintah gagal melaksanakan amanat undang-undang dan gagal melaksanaan KUHP," kata Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay.
Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, sudah sejak Oktober tahun lalu mengumukan niat DPR melakukan pembahasan RUU yang melibatkan pemerintah, beberapa ormas dan lembaga swadaya masyarakat. Poin-poin krusial yang akan dibahas diantaranya terkait fasilitasi pemberdayaan ormas, pengaturan ormas dan atau lembaga asing, penyelesaian sengketa ormas, pengaturan dan sanksi terhadap Ormas.
Haramain menambahkan, pembubaran ormas yang meresahkan dan merugikan masyarakat bisa dengan dua jalur. Pertama, melapor ke Kementeriaan Dalam Negeri. Kedua, Kementerian Dalam Negeri tanpa aduan, jika memiliki alasan dan buktikuat, bisa langsung menuntut ke Pengadilan Negeri.
Hanya saja, DPR dan pemerintah seperti terjebak dengan kehendak pemberian sanksi tegas pada ormas yang sudah dianggap keterlaluan. Pemasukan klausul pembubaran ormas dalam RUU Ormas berpotensi melanggar hak warga negara dalam berserikat dan berkumpul. Pemerintah dan DPR enggan melanggar konstitusi.
Di sisi lain, kasus kekerasan ormas terus terjadi hingga menciptakan kepanikan massal. Menjadi lebih rumit ketika ormas yang mencintai kekerasan sering mengatasnamakan agama, suku/ras atau kelompok politik.
Salah Daulay mengatakan, langkah Pemerintah dan DPR menggodok revisi UU 8/1985 sebetulnya tidak menjadi alasan berlarutnya penanganan hukum pada ormas sontoloyo. Menurut Saleh, pembahasan yang memakan waktu lama sama sekali tidak diperlukan.
"Karena sudah ada KUHP, kalau ada ormas anarkis, maka harus ditindak," sambung dia.
Tapi perlu diingat pula bahwa tak semua ormas mendapat citra buruk di mata masyarakat. Seperti terlihat pada momen malam Natal 2011. Beberapa ormas mengerahkan massanya untuk membantu aparat keamanan yang jumlahnya terbatas di tiap tempat ibadah.
Imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar aparat keamanan membubarkan ormas yang bertindak rusuh pun dianggap bukan solusi dan sama sekali tidak luar biasa. Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan, aspirasin itu sudah lama didengungkan masyarakat yang sudah resah.
"Pemerintah harusnya mencari solusi yang substansial," tegasnya.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah dugaan standar ganda yang dilakukan pemerintah. Presiden SBY beberapa kali meminta Menteri Dalam Negeri membubarkan ormas yang suka rusuh. Tapi tercatat beberapa kali Menteri Gamawan Fauzi mengundang tokoh-tokoh ormas terkait untuk berdialog di kantornya.
Gamawan Fauzi akhirnya kena batunya ketika kantornya menjadi sasaran penyerangan beberapa ormas pada Kamis (12/2/). Kala itu massa menolak keras pembatalan Perda Miras oleh Kemendagri. Emosi massa tak terbendung dan akhirnya terjadilah pelemparan gedung Kemendagri dengan batu dan telur busuk. Kejadian itu memaksa salah satu ormas yang terlibat, Front Pembela Islam, menyampaikan permintaan maaf dalam pertemuan dengan pihak Kemendagri yang difasilitasi oleh kepolisian.
Sepertinya, Pemerintah sendiri enggan menjalankan peraturan yang sudah ada untuk menjalankan UU 8/1985 tentang Organisasi Massa yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun 1986 Tentang Pelaksanaan UU 8/1985.
Tidak cukup itu, dari hasil penelusuran terdapat pula beberapa Peraturan Pelaksana untuk menjalankan PP tersebut yaitu Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 Dan Nomor 8 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2008, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2009, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 170 Tahun 2009, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 64 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2011.
Banyak polemik di atas yang mendorong Rakyat Merdeka Online dalam satu pekan terakhir menggelar poling yang menanyakan kepada publik tentang tindakan apa yang penting dilakukan pemerintah untuk menertibkan ormas pecinta kekerasan.
Sampai tulisan ini diturunkan, hasil akhir poling adalah sebesar 62,4 persen pembaca memilih opsi pembubaran ormas bermasalah. Sedangkan, 31,9 persen yang berharap pemerintah tetap mengedapankan pembinaan. Cuma 5,7 persen yang memilih opsi pembekuan kepengurusan sementara.
[ald]
BERITA TERKAIT: