Labfor Polri Analisis Foto Angelina Sondakh

Telusuri Laporan Keterangan Palsu

Kamis, 23 Februari 2012, 10:20 WIB
Labfor Polri Analisis Foto Angelina Sondakh
Angelina Sondakh

RMOL. Perseteruan terdakwa dan tersangka kasus suap Wisma Atlet bermuara di kepolisian. Setelah menerima laporan mengenai dugaan keterangan palsu Angelina Sondakh alias Angie, polisi bakal memeriksa pelapor M Nazaruddin. Selanjutnya, giliran Angie yang diperiksa.

Penjelasan seputar rencana pe­­meriksaan ini dikemukakan Ke­pala Bidang Humas Polda Met­ro Jaya Kombes Rikwanto, ke­ma­rin. Menurutnya, penanga­nan per­kara dugaan memberi ke­saksian palsu atau bohong di per­si­dangan dilakukan secara bertahap.

Tahapan penanganannya, per­tama akan masuk pada peme­rik­sa­an tim kuasa hukum pelapor, Elza Syarief cs. Pemeriksaan di­tujukan untuk melengkapi berkas perkara. Pada pemeriksaan ter­se­but, kepolisian akan memberi pe­nilaian, apakah kesaksian pelapor dan bukti-bukti yang dilampirkan da­lam laporannya bisa ditind­ak­lanjuti atau tidak.

Dengan kata lain, apakah bu­k­ti-bukti dan keterangan pelapor dapat dianggap memenuhi unsur adanya tindak pidana. Jika kate­gori memenuhi unsur pidana ter­penuhi, kepolisian akan me­la­n­jutkan pemeriksaan pada saksi-saksi lain.

Keterangan pelapor, bukti-buk­ti berupa lima lembar foto serta kesaksian para saksi itu nantinya menjadi modal buat kepolisian un­tuk memanggil Angie. Akan te­tapi, Rikwanto belum bisa men­jawab, kapan pelapor, saksi-saksi dan pihak terlapor diperiksa.

Menurut dia, jadwal peme­rik­saan pelapor, saksi-saksi dan ter­lapor ada di tangan penyidik Pol­da. Dia memastikan, setelah me­nerima laporan tim kuasa hukum Nazaruddin, kepolisian kini memeriksa dokumen berupa foto yang dilampirkan sebagai barang bukti.

Analisis seputar keaslian foto, tambah Rikwanto, dibutuhkan untuk memastikan posisi kasus ini. Usaha mengidentifikasi foto, katanya lagi, dilakukan dengan memintai keterangan ahli dan me­nguji foto di Laboratorium Fo­rensik (Labfor) Polri.

Dalam foto itu, Angie antara lain diduga memegang Black­Berry. Dalam foto lainnya, Angie duduk di belakang sebuah meja yang diduga ada BlackBerry-nya.

Lebih jauh Rikwanto me­nya­tak­an, pemeriksaan pelapor, saksi dan terlapor tidak bisa dilakukan kepolisian begitu saja. Ada aturan yang membatasi penyidik Dit­res­kri­mum Polda Metro dalam me­nangani kasus ini. Namun de­mi­kian, katanya, koordinasi dengan pihak-pihak terkait dilaksanakan kepolisian secara profesional.

Kepala Biro Humas Komisi Pem­berantasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo yang di­kon­firmasi mengenai izin kepolisian memeriksa Nazaruddin maupun Angie, mengatakan bahwa KPK tidak punya kewenangan mem­beri izin pemeriksaan terhadap keduanya. Soalnya, Nazaruddin su­dah berstatus terdakwa. Arti­nya, pihak yang berkompeten memberikan izin adalah hakim Pe­ngadilan Tipikor, Jakarta.

Sedangkan untuk Angie, Ko­misi Pemberantasan Korupsi juga ti­dak berkompeten mem­berikan izin pemeriksaan bagi ke­polisian. Soalnya, Angie yang ber­status ter­sangka, tidak men­jadi tahanan KPK.

Elza Syarif minta kepolisian cepat merespon laporan tersebut. Pasalnya, memberi keterangan palsu melanggar sumpah di pe­ngadilan. Jika hal tersebut di­biar­kan, kemungkinan akan mem­pengaruhi persidangan. “Nanti se­mua orang bisa memberi ke­sak­sian palsu di pengadilan. Ini membahayakan,” tegasnya.

Dia meyakini, keterangan Angie yang menyatakan belum punya BlackBerry pada 2009, ti­dak be­nar. Dia menyangsikan ke­te­ra­ngan Angie yang mengatakan, baru memiliki BlackBerry akhir 2010. Elza juga menyayangkan, ke­napa Angie mengingkari ada­nya transkrip komunikasi Black­Berry Messenger (BBM) dengan beberapa pihak yang diduga terkait kasus ini.

Menurutnya, Angie secara se­ngaja memberikan keterangan yang tidak benar untuk menutupi pe­ran dan keterlibatan ketua be­sar dan bos besar dalam kasus suap Wisma Atlet. “Itu dusta be­sar yang harus segera diungkap,” tegasnya.

Beberapa kali dikonfirmasi war­tawan seputar kesiapan men­jalani pemeriksaan di kepolisian, Angie yang belakangan dekat dengan perwira polisi bernama Brotoseno itu, tidak menjawab telepon.

REKA ULANG

Nazar Tunjukin Foto BlackBerry 2009

Pada persidangan di Pe­nga­dilan Tipikor, Jakarta, pekan lalu, Angelina Sondakh mengaku ti­dak pernah bercakap-cakap de­ngan Rosa melalui BlackBerry Mes­senger (BBM). Politisi Partai Demokrat berpanggilan Angie itu, mengaku baru punya dan menggunakan BlackBerry pada akhir 2010.

Akan tetapi, tim kuasa hukum Na­zaruddin di persidangan me­nunjukkan foto yang isinya di­duga Angie memegang Black­Berry pada 2009. Atas dasar itulah mereka mengadukan Angie ke Markas Polda Metro Jaya.

Anggota tim kuasa hukum M Na­zaruddin, Fariz Donggi me­nya­takan, dengan foto-foto yang ia sebut sebagai bukti itu, pihak­nya melaporkan Angelina atas ke­saksian palsu di persidangan. La­poran itu terkait dugaan pe­lang­garan Pasal 242 KUHP dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara.

Fariz menambahkan, pada tahun 2009, BlackBerry tipe Bold 9000 sudah masuk Indonesia. Menurut dia, Angelina pada wak­tu itu diduga menggunakan Black­Berry model tersebut.

Sebelumnya, ancaman akan me­laporkan Angelina ke kepo­lisian disampaikan Elza Syarief. Saat tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games, Angelina Son­dakh bersaksi untuk terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipi­kor, tim kuasa hukum Nazaruddin menilai Angelina memberikan kesaksian palsu.

“Mohon dicatat, tim akan me­laporkan saksi ke Polda Metro Jaya karena sumpah palsu,” ujar salah satu kuasa hukum Na­za­ruddin ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/2).

Angelina hadir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, sebagai saksi pada persidangan kasus suap Wisma Atlet dengan terdawa M Nazaruddin. Pada persidangan itu, Angelina dicecar tentang ko­munikasi via BlackBerry Mes­senger (BBM) dengan bekas anak buah M Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang.

Ketua Majelis Hakim Darma­wati Ningsih menanyakan trans­krip pembicaraan dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP), yang menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dilakukan Angelina dan Rosa.

Pembicaraan yang ditranskrip itu mulai kurun waktu Maret 2010 hingga Februari 2011. Na­mun, Angie membantah bahwa transkrip itu adalah pem­bi­ca­raan­nya dengan Rosa. “Wak­tu itu saya belum pakai BB,” kata Angie.

Janda mendiang Adjie Mas­said itu juga mengatakan, dirinya ha­nya menggunakan handphone Nokia. Majelis pun terus me­ngejar Angie dengan pertanyaan lainnya.

Bagaimana dengan istilah, apel Malang, apel Washington, ketua besar dan bos besar yang juga ada dalam transkrip pembicaraan BBM versi Rosa? “Saya tidak me­ngenali pembicaraan itu, Yang Mulia,” jawab Angie.

Namun, anggota Komisi Olah­raga yang juga duduk sebagai anggota Badan Anggaran DPR ini tak menampik bahwa dirinya kenal Rosa melalui Nazaruddin. Menurut Angie, dia empat kali bertemu Rosa termasuk di DPR.

Tuntaskan Saja Di Pengadilan

Hendardi, Direktur Setara Institut

Direktur Setara Institut Hendardi menilai, laporan kubu terdakwa Nazaruddin ke Polda Metro Jaya, merupakan bagian kecil dari rangkaian proses hu­kum kasus suap Wisma Atlet.

Yang paling prinsip dalam ka­sus ini, menurut Hendardi, ada­lah bagaimana majelis ha­kim, jaksa penuntut umum dan pengacara mengambil peran mengungkap dugaan kebo­ho­ngan itu dalam persidangan yang tengah berjalan.

“Kalau soal laporan ke ke­polisian, itu sebenarnya bagian lain dari penanganan kasus ini,” ucap bekas Direktur Perhim­pu­nan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) ini, kemarin.

Semestinya, saran Hendardi, pengacara Nazaruddin yang merasa yakin ada kebohongan, berkoordinasi dengan jaksa pe­nuntut umum dan majelis hakim kasus suap Wisma Atlet.

Menurutnya, pengacara, jak­sa dan hakim hendaknya me­mak­simalkan proses persi­da­ngan. Tujuannya agar dugaan ke­­bohongan itu terungkap di per­­­sidangan. Jika itu bisa dila­ku­­­kan, maka sidang kasus ini akan dinilai masyarakat sangat baik dan elegan. “Harusnya itu dulu yang diupayakan. Bukan me­lapor ke polisi,” ujarnya.

Meski laporan ke kepolisian bisa dilakukan, toh dia ragu ke­polisian bisa cepat menin­dak­lan­juti perkara ini. Alasannya, kompetensi polisi membongkar dugaan kebohongan masih ter­batas. Sejauh ini, katanya, ke­po­lisian mengandalkan alat lie detector yang kemungkinan te­lah dipakai KPK saat me­me­riksa Angelina Sondakh dan ter­sangka lain dalam kasus ini.

Selain itu, menurut Hendardi, rangkaian pemeriksaan di kepo­lisian akan memakan waktu yang sangat panjang. Bisa-bisa, setelah majelis hakim men­ja­tuh­kan vonis untuk Nazaruddin, substansi perkara keterangan pa­lsu yang ditangani kepolisian be­lum selesai digarap.

Rakyat Sudah Sangat Muak

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago meminta Pol­da Metro Jaya segera mengusut per­kara keterangan palsu yang di­laporkan Nazaruddin Cs, de­ngan terlapor Angelina Son­dakh. “Tapi, saya sama sekali ti­dak berpihak kepada salah satu kubu,” kata anggota DPR dari Fraksi PAN ini, kemarin.

Taslim hanya menginginkan agar semua misteri kasus ter­sebut terungkap dengan jelas. “Jangan ada yang ditutup-tu­tu­pi. Tindak semua sesuai hukum yang ada,” ujar politisi asal Su­matera Barat ini.

Dia menyatakan, pelapor dan terlapor berasal dari kelompok elit. Paling tidak, menurutnya, mempunyai pandangan hukum yang baik. Lantaran itu, Taslim berpendapat bahwa hukuman untuk orang-orang yang me­ngerti hukum pantas diperberat, jika memang terbukti me­langgar hukum.

Saran itu, menurutnya, terkait dengan upaya DPR membenahi citranya yang terpuruk. Selain itu, Taslim mengingatkan agar manuver kebohongan tidak di­lestarikan kelompok yang me­ngerti hukum, apalagi kole­ga­nya sesama anggota DPR.

Apalagi, lanjutnya, saat ini rak­yat sangat muak dengan ber­bagai kebohongan. Untuk itu, dia meminta semua pihak me­nge­depankan kejujuran. Soal­nya, jika tabiat keboho­ngan itu ter­pelihara, bukan ti­dak mung­kin ketidak­per­cayaan rakyat ter­hadap pimpin­an ne­ga­ra maupun politisi akan mem­besar. Hal ini mau tak mau, menjadi ancaman bagi kelang­sungan hidup bernegara.

Dia pun mendukung kepo­li­sian untuk memanfaatkan mo­mentum laporan Nazaruddin. “Ini kesempatan bagi kepolisian untuk menunjukkan komitmen menegakkan hukum. Jangan sampai takut mengambil lang­kah hukum,” tandasnya.

Sebab, lanjut Taslim, jika b­e­ra­ni menyingkap kasus ini, ber­arti kepolisian telah mem­be­ri­kan peringatan tegas kepada si­apa pun yang akan memberikan ke­saksian palsu di persidangan. Se­hingga, dia berharap, hukum be­nar-benar bisa ditegakkan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA