Indonesia bagai ladang rezeki bagi perusahaan minyak asing seperti Petronas milik negeri tetangga, Malysia. Sedemikian mudah regulasi yang diterapkan dan sedemikian murah biaya investasi yang dibutuhkan sehingga sampai hari ini Petronas setidaknya telah memiliki 19 SPBU di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dengan yang dialami Pertamina di Malaysia. Di negeri jiran itu, PT Pertamina (Persero) menghadapi berbagai perlakuan diskriminatif dan regulasi yang cukup ketat untuk sekadar membuka SPBU. Biaya yang harus dikeluarkan Pertamina untuk bisnis SPBU di Malaysia mencapai 20 miliar dolar AS.
Demikian dikatakan Ketua DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Ismed Hasan Putro, dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 27/1).
"Bukan hanya itu, Pemerintah Indonesia juga sangat bermurah hati dan memberikan kesempatan pada Petronas untuk ikut mendistribusikan BBM bersubsidi," ujar Ismed yang juga komisaris di sebuah BUMN ini.
"Ironis memang, di satu sisi pemerintah Indonesia membuat regulasi yang menguntungkan Petronas. Di sisi lain, pemerintah Malaysia begitu mempersulit Pertamina bila hendak membuka SPBU di Malaysia," sambungnya.
Menurut Ismed, semua ini terjadi karena berbagai aturan hukum termasuk UU Migas yang ada sangat merugikan Pertamina, dan sebaliknya menguntungkan pihak asing seperti Petronas. Untuk itu, dia mendesak agar DPR, Pemerintah dan BP Migas membahas kembali regulasi investasi migas di Indonesia.Â
"Akan sangat strategis dan urgent bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia bila DPR, Pemerintah dan BP Migas mau merevisi UU Migas yang secara faktual sangat merugikan Pertamina dan kepentingan bangsa," ujarnya.
Semua pihak, khusunya DPR RI dan Pemerintah, sambung Ismed, harus menyadari bahwa bila Pertamina untung, maka sesungguhnya bangsa dan NKRI lah yang akan diuntungkan. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: