Polisi Curiga Istri Nazar Sudah Ubah Penampilan

Apa Kabar Buronan Interpol Neneng Sri Wahyuni

Kamis, 29 Desember 2011, 09:49 WIB
Polisi Curiga Istri Nazar Sudah Ubah Penampilan
Neneng Sri Wahyuni

RMOL. Apa kabar perburuan Neneng Sri Wahyuni, istri tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet Nazaruddin?

Menurut Kepala Bidang Pe­nerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, ada beberapa ke­mungkinan yang dipakai Neneng agar tidak ditangkap kepolisian internasional (Interpol).

Pertama, memakai  identitas palsu. Kedua, menggunakan do­ku­men ke­imig­ra­sian palsu, dan ketiga, berpin­dah dari negara satu ke negara lain lewat jalur tidak resmi. Tiga pola tersebut sering ditemukan polisi.

Bukan tidak mungkin, lanjut Boy Rafli, buronan seperti Ne­neng me­rombak penampilannya secara total. “Dari hanya me­mo­tong dan me­ngu­bah gaya rambut hingga me­lakukan operasi pla­s­tik. Semua cara itu ditujukan agar buronan tidak mudah dikenali petugas,” kata dia.

Sedangkan sumber di lin­g­ku­ngan Sekretariat Interpol Polri menyebutkan, tim yang bertugas melacak keberadaan Neneng sem­pat mengidentifikasi, setelah penangkapan suaminya di Car­tagena, Neneng sempat terlacak meninggalkan Kolombia.

“Terakhir ada informasi, dia masuk ke Singapura, lalu ke Malaysia. Tapi setelah ditelusuri, jejak buronan ini tidak ditemukan di kedua negara tetangga terse­but,” kata bekas Kapoltabes Pa­dang, Sumatera Barat ini.

Yang pasti, menurut Kepala Di­visi Hubungan Internasional (Divhub Inter) Polri Irjen Boy Salamuddin, jajarannya masih berusaha mencari para buronan, termasuk Neneng Sriwahyuni. Divhub Inter Polri atau Sek­re­ta­riat NCB Interpol Polri, lan­jut­nya, masih memantau laporan kebe­radaan para buronan lewat data intelijen kepolisian in­ter­n­a­sio­nal.

“Kami secara intensif melaku­kan koordinasi dengan negara-ne­gara anggota Interpol dan In­terpol pusat di Lyon,” ujarnya.    

Setidaknya, input data me­nge­nai keberadaan buronan bisa di­ke­tahui berkat informasi dari 190 negara anggota kepolisian inter­nasional. Akan tetapi, Boy Sa­la­muddin tidak mau membeberkan apa saja informasi yang telah dite­rima jajarannya serta kemana saja pelacakan Neneng dilaku­kan. “Kami terus berusaha me­ngejar para buron tersebut,” ujar dia.

Menurut Kabidpenum Polri Boy Rafli Amar, pelacakan jejak Ne­­neng sepenuhnya dilakukan le­wat jalur kepolisian inter­na­sional. Artinya, setelah mengi­rim­kan red notice ke markas In­terpol pusat di Lyon, Prancis, Pol­ri menunggu in­formasi lanjutan tentang ke­be­ra­daan buronan KPK tersebut.

Koordinasi dengan Interpol pu­sat ini ditembuskan ke 190 ne­ga­ra anggota Interpol. Akan tetapi, menurut dia, informasi tentang Ne­neng masih belum berkem­bang. Maksudnya, pasca pelarian dari Cartagena, Kolombia, jejak Ne­neng belum diketahui secara pasti.

Sekretariat Interpol Polri be­lum menerima balasan dari ne­gara-negara anggota Interpol. Be­lum adanya balasan itu, bisa di­artikan buronan tersebut ber­hasil me­nge­labui petugas negara yang menjadi tempat persemb­u­nyiannya.

Mengenai kemungkinan istri Na­zaruddin itu justru bersem­bu­nyi di In­donesia setelah masuk me­­lalui ja­lur tidak resmi, Boy Rafli tidak me­nepis kemungkinan tersebut.  Kalau Nenang pulang lewat jalur resmi, lan­jutnya, tentu berisiko tinggi.

Soalnya, petugas Direktorat Jen­deral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM akan mudah me­ngenalinya. “Kecuali, dia pu­lang lewat pelabuhan tidak resmi. Tetapi, ini juga berisiko sangat ting­gi, karena petugas di sini inten­sif mencari dia,” ujarnya.

REKA ULANG

Disangka Korupsi Proyek Kemenakertrans

Tersangka kasus suap pem­ba­ngunan Wisma Atlet Muham­mad Nazaruddin, tidak mau men­jawab pertanyaan wartawan me­ngenai kabar terakhir istrinya, Neneng Sri Wahyuni yang masih buron.

Keberadaan Neneng hingga kini masih gelap. Padahal, sudah cukup lama Neneng ditetapkan Ko­misi Pemberantasan Korupsi se­bagai tersangka. Pada 14 Agus­tus lalu, Ketua KPK saat itu Mu­hammad Busyro Muqoddas me­nga­takan, Neneng ditetapkan se­bagai tersangka kasus korupsi pe­ngadaan Pembangkit Listrik Te­naga Surya (PLTS) di Kemen­te­rian Tenaga Kerja dan Trans­mig­rasi (Kemenakertrans) Tahun Ang­garan 2008. Pasca penetapan status tersangka itu, Sekretariat Interpol Indonesia melayangkan red notice ke Interpol pusat di Lyon, Prancis.

Sebelumnya, Neneng sempat diperiksa sebagai saksi dugaan ko­rupsi pengadaan PLTS terse­but. Neneng diduga menjadi re­ka­nan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kem­e­n­a­ker­trans) dalam proyek pemban­gu­nan pembangkit listrik senilai Rp 8,9 miliar tersebut.

Dalam perkara ini, KPK me­nyeret Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Kemenakertrans, Timas Ginting sebagai tersangka. Gin­ting diduga menyetujui pem­ba­ya­ran pekerjaan supervisi pem­bang­kit kepada perusahaan rekanan. Proyek senilai Rp 8,9 miliar itu di­duga belum dilaksanakan. Aki­batnya, negara mengalami keru­gi­an sebesar Rp 3,8 miliar.

Belakangan, dalam surat dak­waan terhadap terdakwa Timas Ginting, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan, Neneng ber­sekongkol dengan Marisi Ma­ton­dang, Mindo Rosalina Manu­lang, Muhammad Nazaruddin dan Ari­fin Ahmad. Timas didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain. Dari perbuatannya, Ti­mas didakwa mendapat Rp 77 juta dan 2000 Dolar Amerika Serikat. Sedangkan Neneng dan Nazaruddin mendapatkan Rp 2,2 miliar.

Bisa Pakai Cara Deportasi

Ito Sumardi, Bekas Kabareskrim Polri

Bekas Kepala Bareskrim Kom­jen (Purn) Polri Ito Su­mar­di mengatakan, usaha memu­lang­kan buronan seperti Ne­neng Sri Wahyuni dari luar ne­geri membutuhkan tenaga eks­tra. Selain bisa ditempuh me­la­lui langkah ekstradisi, pe­mu­la­ngan buronan bisa juga dilak­sa­nakan dengan cara deportasi.

Dia menambahkan, usaha membawa pulang buronan ke Tanah Air sangat pelik. Diper­lu­kan strategi dan teknik khu­sus. “Perjanjian ekstradisi me­mang diperlukan. Tapi, kita me­ngalami kendala saat ke­nya­taannya, kita tidak memiliki per­­janjian ekstradisi dengan ne­gara tertentu, seperti Singa­pu­ra,” kata bekas Kapolda Riau ini.

Jika menunggu proses eks­tradisi terealisasi, kata Ito, wak­tunya pasti sangat panjang. Para buronan yang kabur pun bisa nya­man menetap di negara tem­pat persembunyiannya. Untuk itu, dia menyarankan agar ada ter­obosan yang dapat diguna­kan untuk mempercepat pemu­la­ngan buronan dari luar negeri.

Salah satu cara yang cukup efi­sien, menurut Ito, adalah de­portasi. Proses deportasi, lanjut dia, tidak mengenal apakah Indonesia mempunya perjanjian ekstradisi dengan negara lain atau tidak.

Yang paling penting, jika buronan itu melanggar hukum negara yang jadi tempat per­sem­bunyiannya, mereka bisa langsung dideportasi. â€œNegara lain tentu tidak mau ada warga asing terlibat pelanggaran hu­kum di negaranya,” ujar dia.

Menurut Ito, aparat yang me­ngemban tugas memburu bu­ronan tersebut harus cepat tang­gap. Artinya, mereka hen­dak­nya segera meminta otoritas pe­negak hukum negara setem­pat memulangkan warga asing atau buronan yang melanggar hukum tersebut.

Teknik pemulangan buronan lewat cara deportasi ini, kata­nya, kebanyakan berhasil. Con­tohnya, proses pemulangan Ga­yus Halomoan Partahanan Tam­bunan dari Singapura, pe­mu­langan Nazaruddin dari Car­ta­ge­na, Kolombia, dan yang ter­akhir pemulangan Nunun Nur­baetie dari Thailand. “Se­mua­nya lewat deportasi,” ujarnya.

Jangan Tersandera Serangan Nazar

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, persoalan buronnya Neneng Sri Wahyuni sangat dilematis. Soal­nya, suami Neneng, Naza­ruddin pernah mengirimkan surat kepada Presiden. Dalam surat tersebut, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu meminta agar anak dan istrinya dilindungi.

Dari situ, menurut Nudirman, ada kemungkinan bahwa Ne­neng ikut ditangkap ketika Na­zaruddin dibekuk di Cartagena, Kolombia. Di sisi lain, kabar ten­tang perburuan wanita terse­but sampai kini berlanjut.

“Ini harus diselesaikan lebih dahulu. Harus jelas, mana yang benar,” tandas anggota DPR dari Partai Golkar ini.

Lantaran itu, Nudirman me­minta Kapolri Jenderal Timur Pradopo menyikapi persoalan tersebut secara tegas. “Jangan sampai status buronnya istri Na­zaruddin mencederai proses pe­negakan hukum yang di­gem­bar-gemborkan,” ujarnya.

Untuk itu, dia meminta Ka­polri memberikan paparan khu­sus mengenai hal tersebut. “Ka­lau memang Neneng masih bu­ron, kemana saja perburuan di­lakukan dan langkah apa saja yang sudah diambil kepolisian dengan Interpol,” kata dia.

Lebih jauh, dia menduga, si­kap Nazaruddin yang keras me­nyerang sederet politisi Partai Demokrat, mengindikasikan bah­wa istrinya dalam posisi terancam. Meski begitu, ingat Nu­dirman, apapun konse­k­wen­sinya, proses penegakan hukum tidak boleh tersandera masalah seperti ini.

Dia pun mengingatkan KPK agar tidak terperangkap permai­nan yang diduga sengaja ditu­ju­kan untuk mengaburkan ka­sus tersebut. Apalagi, pimpi­nan baru KPK sejak awal ber­janji memprioritaskan penun­tasan perkara-perkara besar.   [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA