RMOL. Apa kabar perburuan Neneng Sri Wahyuni, istri tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet Nazaruddin?
Menurut Kepala Bidang PeÂnerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, ada beberapa keÂmungkinan yang dipakai Neneng agar tidak ditangkap kepolisian internasional (Interpol).
Pertama, memakai identitas palsu. Kedua, menggunakan doÂkuÂmen keÂimigÂraÂsian palsu, dan ketiga, berpinÂdah dari negara satu ke negara lain lewat jalur tidak resmi. Tiga pola tersebut sering ditemukan polisi.
Bukan tidak mungkin, lanjut Boy Rafli, buronan seperti NeÂneng meÂrombak penampilannya secara total. “Dari hanya meÂmoÂtong dan meÂnguÂbah gaya rambut hingga meÂlakukan operasi plaÂsÂtik. Semua cara itu ditujukan agar buronan tidak mudah dikenali petugas,†kata dia.
Sedangkan sumber di linÂgÂkuÂngan Sekretariat Interpol Polri menyebutkan, tim yang bertugas melacak keberadaan Neneng semÂpat mengidentifikasi, setelah penangkapan suaminya di CarÂtagena, Neneng sempat terlacak meninggalkan Kolombia.
“Terakhir ada informasi, dia masuk ke Singapura, lalu ke Malaysia. Tapi setelah ditelusuri, jejak buronan ini tidak ditemukan di kedua negara tetangga terseÂbut,†kata bekas Kapoltabes PaÂdang, Sumatera Barat ini.
Yang pasti, menurut Kepala DiÂvisi Hubungan Internasional (Divhub Inter) Polri Irjen Boy Salamuddin, jajarannya masih berusaha mencari para buronan, termasuk Neneng Sriwahyuni. Divhub Inter Polri atau SekÂreÂtaÂriat NCB Interpol Polri, lanÂjutÂnya, masih memantau laporan kebeÂradaan para buronan lewat data intelijen kepolisian inÂterÂnÂaÂsioÂnal.
“Kami secara intensif melakuÂkan koordinasi dengan negara-neÂgara anggota Interpol dan InÂterpol pusat di Lyon,†ujarnya.
Setidaknya, input data meÂngeÂnai keberadaan buronan bisa diÂkeÂtahui berkat informasi dari 190 negara anggota kepolisian interÂnasional. Akan tetapi, Boy SaÂlaÂmuddin tidak mau membeberkan apa saja informasi yang telah diteÂrima jajarannya serta kemana saja pelacakan Neneng dilakuÂkan. “Kami terus berusaha meÂngejar para buron tersebut,†ujar dia.
Menurut Kabidpenum Polri Boy Rafli Amar, pelacakan jejak NeÂÂneng sepenuhnya dilakukan leÂwat jalur kepolisian interÂnaÂsional. Artinya, setelah mengiÂrimÂkan red notice ke markas InÂterpol pusat di Lyon, Prancis, PolÂri menunggu inÂformasi lanjutan tentang keÂbeÂraÂdaan buronan KPK tersebut.
Koordinasi dengan Interpol puÂsat ini ditembuskan ke 190 neÂgaÂra anggota Interpol. Akan tetapi, menurut dia, informasi tentang NeÂneng masih belum berkemÂbang. Maksudnya, pasca pelarian dari Cartagena, Kolombia, jejak NeÂneng belum diketahui secara pasti.
Sekretariat Interpol Polri beÂlum menerima balasan dari neÂgara-negara anggota Interpol. BeÂlum adanya balasan itu, bisa diÂartikan buronan tersebut berÂhasil meÂngeÂlabui petugas negara yang menjadi tempat persembÂuÂnyiannya.
Mengenai kemungkinan istri NaÂzaruddin itu justru bersemÂbuÂnyi di InÂdonesia setelah masuk meÂÂlalui jaÂlur tidak resmi, Boy Rafli tidak meÂnepis kemungkinan tersebut. Kalau Nenang pulang lewat jalur resmi, lanÂjutnya, tentu berisiko tinggi.
Soalnya, petugas Direktorat JenÂderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM akan mudah meÂngenalinya. “Kecuali, dia puÂlang lewat pelabuhan tidak resmi. Tetapi, ini juga berisiko sangat tingÂgi, karena petugas di sini intenÂsif mencari dia,†ujarnya.
Disangka Korupsi Proyek Kemenakertrans
Tersangka kasus suap pemÂbaÂngunan Wisma Atlet MuhamÂmad Nazaruddin, tidak mau menÂjawab pertanyaan wartawan meÂngenai kabar terakhir istrinya, Neneng Sri Wahyuni yang masih buron.
Keberadaan Neneng hingga kini masih gelap. Padahal, sudah cukup lama Neneng ditetapkan KoÂmisi Pemberantasan Korupsi seÂbagai tersangka. Pada 14 AgusÂtus lalu, Ketua KPK saat itu MuÂhammad Busyro Muqoddas meÂngaÂtakan, Neneng ditetapkan seÂbagai tersangka kasus korupsi peÂngadaan Pembangkit Listrik TeÂnaga Surya (PLTS) di KemenÂteÂrian Tenaga Kerja dan TransÂmigÂrasi (Kemenakertrans) Tahun AngÂgaran 2008. Pasca penetapan status tersangka itu, Sekretariat Interpol Indonesia melayangkan red notice ke Interpol pusat di Lyon, Prancis.
Sebelumnya, Neneng sempat diperiksa sebagai saksi dugaan koÂrupsi pengadaan PLTS terseÂbut. Neneng diduga menjadi reÂkaÂnan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KemÂeÂnÂaÂkerÂtrans) dalam proyek pembanÂguÂnan pembangkit listrik senilai Rp 8,9 miliar tersebut.
Dalam perkara ini, KPK meÂnyeret Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Kemenakertrans, Timas Ginting sebagai tersangka. GinÂting diduga menyetujui pemÂbaÂyaÂran pekerjaan supervisi pemÂbangÂkit kepada perusahaan rekanan. Proyek senilai Rp 8,9 miliar itu diÂduga belum dilaksanakan. AkiÂbatnya, negara mengalami keruÂgiÂan sebesar Rp 3,8 miliar.
Belakangan, dalam surat dakÂwaan terhadap terdakwa Timas Ginting, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan, Neneng berÂsekongkol dengan Marisi MaÂtonÂdang, Mindo Rosalina ManuÂlang, Muhammad Nazaruddin dan AriÂfin Ahmad. Timas didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain. Dari perbuatannya, TiÂmas didakwa mendapat Rp 77 juta dan 2000 Dolar Amerika Serikat. Sedangkan Neneng dan Nazaruddin mendapatkan Rp 2,2 miliar.
Bisa Pakai Cara Deportasi
Ito Sumardi, Bekas Kabareskrim Polri
Bekas Kepala Bareskrim KomÂjen (Purn) Polri Ito SuÂmarÂdi mengatakan, usaha memuÂlangÂkan buronan seperti NeÂneng Sri Wahyuni dari luar neÂgeri membutuhkan tenaga eksÂtra. Selain bisa ditempuh meÂlaÂlui langkah ekstradisi, peÂmuÂlaÂngan buronan bisa juga dilakÂsaÂnakan dengan cara deportasi.
Dia menambahkan, usaha membawa pulang buronan ke Tanah Air sangat pelik. DiperÂluÂkan strategi dan teknik khuÂsus. “Perjanjian ekstradisi meÂmang diperlukan. Tapi, kita meÂngalami kendala saat keÂnyaÂtaannya, kita tidak memiliki perÂÂjanjian ekstradisi dengan neÂgara tertentu, seperti SingaÂpuÂra,†kata bekas Kapolda Riau ini.
Jika menunggu proses eksÂtradisi terealisasi, kata Ito, wakÂtunya pasti sangat panjang. Para buronan yang kabur pun bisa nyaÂman menetap di negara temÂpat persembunyiannya. Untuk itu, dia menyarankan agar ada terÂobosan yang dapat digunaÂkan untuk mempercepat pemuÂlaÂngan buronan dari luar negeri.
Salah satu cara yang cukup efiÂsien, menurut Ito, adalah deÂportasi. Proses deportasi, lanjut dia, tidak mengenal apakah Indonesia mempunya perjanjian ekstradisi dengan negara lain atau tidak.
Yang paling penting, jika buronan itu melanggar hukum negara yang jadi tempat perÂsemÂbunyiannya, mereka bisa langsung dideportasi. “Negara lain tentu tidak mau ada warga asing terlibat pelanggaran huÂkum di negaranya,†ujar dia.
Menurut Ito, aparat yang meÂngemban tugas memburu buÂronan tersebut harus cepat tangÂgap. Artinya, mereka henÂdakÂnya segera meminta otoritas peÂnegak hukum negara setemÂpat memulangkan warga asing atau buronan yang melanggar hukum tersebut.
Teknik pemulangan buronan lewat cara deportasi ini, kataÂnya, kebanyakan berhasil. ConÂtohnya, proses pemulangan GaÂyus Halomoan Partahanan TamÂbunan dari Singapura, peÂmuÂlangan Nazaruddin dari CarÂtaÂgeÂna, Kolombia, dan yang terÂakhir pemulangan Nunun NurÂbaetie dari Thailand. “SeÂmuaÂnya lewat deportasi,†ujarnya.
Jangan Tersandera Serangan Nazar
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, persoalan buronnya Neneng Sri Wahyuni sangat dilematis. SoalÂnya, suami Neneng, NazaÂruddin pernah mengirimkan surat kepada Presiden. Dalam surat tersebut, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu meminta agar anak dan istrinya dilindungi.
Dari situ, menurut Nudirman, ada kemungkinan bahwa NeÂneng ikut ditangkap ketika NaÂzaruddin dibekuk di Cartagena, Kolombia. Di sisi lain, kabar tenÂtang perburuan wanita terseÂbut sampai kini berlanjut.
“Ini harus diselesaikan lebih dahulu. Harus jelas, mana yang benar,†tandas anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Lantaran itu, Nudirman meÂminta Kapolri Jenderal Timur Pradopo menyikapi persoalan tersebut secara tegas. “Jangan sampai status buronnya istri NaÂzaruddin mencederai proses peÂnegakan hukum yang diÂgemÂbar-gemborkan,†ujarnya.
Untuk itu, dia meminta KaÂpolri memberikan paparan khuÂsus mengenai hal tersebut. “KaÂlau memang Neneng masih buÂron, kemana saja perburuan diÂlakukan dan langkah apa saja yang sudah diambil kepolisian dengan Interpol,†kata dia.
Lebih jauh, dia menduga, siÂkap Nazaruddin yang keras meÂnyerang sederet politisi Partai Demokrat, mengindikasikan bahÂwa istrinya dalam posisi terancam. Meski begitu, ingat NuÂdirman, apapun konseÂkÂwenÂsinya, proses penegakan hukum tidak boleh tersandera masalah seperti ini.
Dia pun mengingatkan KPK agar tidak terperangkap permaiÂnan yang diduga sengaja dituÂjuÂkan untuk mengaburkan kaÂsus tersebut. Apalagi, pimpiÂnan baru KPK sejak awal berÂjanji memprioritaskan penunÂtasan perkara-perkara besar. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: