"Harusnya sistem bernegara itu, idealnya, saling koreksi. Tapi, dalam konteks kita sekarang, sistemnya saling mengunci. Korupsi ditangani aparat hukum yang juga meminta bagian," kata dosen sosiologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, ketika mengisi diskusi "Koruptor Makin Kesohor" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (10/12).
Publik, lanjut Muluk, melihat kenyataan itu dengan sebuah sinisme dan sekarang mulai apatis. Dia juga melihat ada kebingungan sendiri dari para figur anti korupsi untuk memulai dari mana baiknya pemberantasan dilakukan.
"Saya kira akar yang harus kita pikirkan adalah
political corruption itu keniscayaan. Untuk masuk wilayah politik biayanya begitu tinggi padahal seharusnya diongkosi rakyat lewat partai politik yang disumbang rakyat," urainya.
Namun di Indonesia, tidak ada partai politik yang kasnya diisi oleh partisipasi langsung rakyat.
"Tak pernah parpol disumbang jamaah. Yang ada disumbang cukong-cukong. Itulah yang membuat para politisi itu tidak membela rakyat, tapi membela kepentingan cukong-cukong," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: