Tim yang diterjunkan Kejaksaan Agung diberi waktu bekerja seÂlama dua minggu untuk meÂlaÂkuÂkan penelusuran di 16 rumah saÂkit rujukan.
“Tim kami sedang meÂlakukan pemeriksaan barang itu di 16 ruÂmah sakit rujukan di seÂluruh InÂdoÂnesia,†ujar Kepala PuÂsat PeÂnerangan dan Hukum KeÂjaksaan Agung (KaÂpusÂpenÂkum KeÂjaÂgung) Noor Rachmad keÂpada RakÂyat Merdeka, Jumat (2/11).
Namun, Noor belum bersedia membeberkan nama-nama rumah sakit yang ditelusuri tim KejakÂsaÂan Agung tersebut. “Saya beÂlum bisa menyebut rumah sakit mana saja. Yang pasti, itu rumah sakit pemerintah,†katanya.
Kejaksaan Agung, lanjut dia, akan menentukan sikap lanjutan setelah penelusuran terhadap 16 rumah sakit tersebut rampung. “Minggu ini dan minggu depan maÂsih proses pengecekan. SeteÂlah itu, barulah kami mengambil sikap,†ucap Kapuspenkum.
Kejagung juga menelusuri duÂgaan, pengadaan alat kesehatan (alkes) berupa alat pendidikan dokter ini, melibatkan perusahaan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad NaÂzaÂrudÂdin. “Kami masih melakukan peÂngembangan perkara ini. Karena proses pengembangan masih berjalan, tentu masih dalam peÂnelusuran,†ujarnya.
Noor mengaku, pihaknya tidak akan berhenti walaupun nanti ada keterlibatan Nazaruddin dalam perkara tersebut. “Semua yang diÂduga terkait, masih kami teliti. Semua yang nantinya terkait, akan diproses, tidak hanya NazaÂruddin. Kalau ada kaitannya, ya kami proses. Makanya tergantung bagaimana perkembangan proses yang masih berjalan ini,†ujarnya.
Noor mengaku, meskipun beÂlum ada penetapan tersangka baru kasus pengadaan yang berÂmoÂdalkan Rp 417,8 miliar ini, KeÂjaksaan Agung serius melakukan penyelidikan dan penyidikan. “Sudah sekitar 30 saksi yang kami periksa,†ujarnya.
Kejaksaan Agung telah meneÂtapkan tiga tersangka kasus ini. MeÂreka adalah Ketua Panitia PeÂngaÂdaan atau Kepala Bagian ProgÂram dan Informasi (PI) SekÂretariat Badan PPSDMK WiÂdianÂto Aim, Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen atau Kasubbag Program dan Anggaran (PA) Sekretariat Badan PPSDMK Syamsul Bahri dan Direktur Utama PT Buana RaÂmoÂsari Gemilang Bantu Marpaung. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Oktober 2011.
Dalam kasus ini, Widianto Aim dan Syamsul Bahri berperan membuat penetapan harga perÂkiraan sendiri (HPS) yang tidak profesional. Sedangkan Bantu Marpaung sebagai pemenang tenÂder pengadaan tersebut.
“Pekerjaan mereka tidak proÂfesional, terlihat dari indikasi keÂmahalan harga dan sebagian baÂrang tidak sesuai dengan speÂsiÂfikasi,†ucap Noor.
Ketiga tersangka tersebut beÂlum ditahan. Para tersangka dijeÂrat sejumlah pasal dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Mereka dijerat deÂngan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor,†kata Noor.
KPK juga menelusuri perkara di Kementerian Kesehatan (KeÂmenkes) yang diduga melibatkan Nazaruddin. Kasus itu pun terkait pengadaan alat bantu belajar meÂngajar pendidikan dokter speÂsialis pada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Depkes, tapi tahun anggarannya 2009. SeÂdangkan yang ditangani KeÂjaksaan Agung, kasus tahun anggaran 2010.
Selain Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi, Polri juga mengusut sejumlah kaÂsus dugaan korupsi yang diÂteÂngaÂrai melibatkan Nazaruddin.
REKA ULANG
Ada Kesan Tumpang Tindih
Penanganan kasus-kasus Nazaruddin terkesan tumpang tindih. Selain Kejaksaan Agung, Polri juga menelusuri apa kaitan terÂsangka bekas Kepala Bagian ProgÂram dan Informasi SekÂreÂtaÂriat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan Syamsul Bahri dengan beÂkas Bendahara Umum Partai DeÂmokrat Muhammad Nazaruddin.
Saat masih menjabat Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam yang ditanya meÂngenai keterkaitan Syamsul deÂngan Nazar, menolak memÂbeÂriÂkan jawaban pasti. â€Nanti dicek duÂlu, dia diduga terlibat,†katanya.
Pihak kepolisian mengklaim, penyelidikan kasus di Kemenkes dilakukan sejak tahun 2009. KaÂsus ini berawal dari laporan BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai laporan keuangan menÂcurigakan di Kemenkes. Dari toÂtal proyek Rp 492 miliar, BPK meÂnilai, total anggaran yang diÂseÂlewengkan Rp 15 miliar.
Yang jelas, menyusul peÂneÂtaÂpan tersangka terhadap Syamsul Bahri, kabar kedekatannya deÂngan Nazaruddin beredar. Tapi, Polri, Kejagung maupun KPK beÂlum memberikan rincian meÂngeÂnai hal tersebut.
“Dugaan keterkaitan mereka masih diteliti. Sejauhmana hubuÂngan keduanya, saya belum bisa memastikan,†kata Kepala BaÂgian Penerangan Umum Polri KomÂÂbes Boy Rafli Amar.
Bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya ini, menolak menÂjaÂwab, apakah Syamsul berperan memasukkan perusahaan Nazar sebagai rekanan sekaligus peÂmenang tender proyek KemenÂterian Kesehatan.
Memang, begitu banyak kasus yang membelit Nazaruddin. Pada 13 Agustus 2011, Ketua KPK MuÂhammad Busyro Muqoddas menggelar jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta. Dia menjelaskan sejumlah kasus yang bisa meÂnyeret Nazaruddin.
DaÂlam bahan pres rilis, diseÂbutkan bahwa perkara yang diduÂga melibatkan Nazaruddin menÂcapai 35 kasus. Namun, tidak disebutkan satu persatu apa saja kasus-kasus itu.
KPK kemudian membagi kaÂsus-kasus itu dalam tiga klaÂsiÂfiÂkasi. Pertama, kasus-kasus yang sedang dalam proses penyidikan. Ada dua kasus yang masuk kaÂteÂgori ini. Dua kasus itu berasal dari dua kementerian. Nilai total dua kasus ini Rp 200 miliar.
Klasifikasi kedua, adalah kasus yang dalam tahap penyelidikan. Jumlahnya dua kasus dari dua keÂmenterian. Total nilai dua kasus ini Rp 2,6 triliun. Ketiga, kasus-kasus yang dalam tahap pulbaket (pengumpulan bahan ketÂeÂraÂngan). Jumlahnya 32 kasus di lima kementerian. Nilainya juga triliunan. Total nilai semua kasus itu adalah Rp 6, 037 triliun.
Busyro Muqoddas berjanji akan terus menyampaikan keÂpada publik perkembangan peÂnguÂsutan kasus-kasus itu. “Kami akan terus bekerja dengan penuh tanggungjawab,†katanya.
Bertele-tele Tanda Masuk Angin
Hifdzil Alim, Pengamat Hukum
Menurut pengamat hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Hifdzil Alim, kinerja keÂjaksaan dalam mengusut kaÂsus korupsi dapat diukur deÂngan dua faktor. Pertama, dari laÂmanya penanganan perkara. Kedua, berkenaan dengan intervensi.
“Kalau pengusutannya berÂlangsung sangat lama, bertele-tele dan tampak berputar-putar, tentu saja ada yang sudah tidak sehat dalam proses tersebut,†tegas Hifdzil Alim.
Alim pun mengingatkan, seÂmakin lama sebuah perkara diÂusut tanpa titik terang dan perÂkembangan yang signifikan, maka semakin kuat kecurigaan bahwa ada permainan yang tidak sehat di balik kasus itu.
“Kalau sudah ditangani, tetaÂpi masa waktunya lama dan suÂdah tidak ada perkembangan yang signifikan, itu bisa menÂjadi pertanda bahwa peÂnaÂngaÂnanÂnya sudah masuk angin. Sudah tak ada harapan akan tuntas,†ujarnya.
Dia menambahkan, interÂveÂnÂsi juga kerap membayangi KeÂjakÂsaan Agung dalam penguÂsuÂtan kasus korupsi. Kekuatan inÂtervensi bisa membuat peÂnaÂngaÂnan perkara menjadi mandeg.
“Misalnya, ada intervensi dari kekuatan politik tertentu. Bisa saja ada kekuatan partai yang mengintervensi kejaksaan agar berhenti pada level pejabat pengguna anggaran atau panitia lelangnya saja,†kata dia.
Alim curiga, dalam kasus ini ada keterlibatan petinggi KeÂmenÂterian Kesehatan, bukan haÂnya pejabat level bawah. Nah, menurut dia, kinerja kejaksaan menjadi penting untuk dibuktiÂkan, apakah mau dan mampu mengusut sampai ke para peÂtinggi tersebut. “Intinya, tidak mungkin kasus ini pelakunya hanya sekelas pejabat pengguna anggaran,†tandas dia.
Tapi, menurut Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad, piÂhakÂnya tidak berhenti pada dua tersangka kasus ini. Kejagung juga menelusuri dugaan, pengaÂdaan alat kesehatan berupa alat pendidikan dokter ini, meÂliÂbatÂkan perusahaan bekas BenÂdaÂhaÂra Umum Partai Demokrat MuÂhammad Nazaruddin.
Noor mengaku, pihaknya tiÂdak akan berhenti walaupun nanÂti ada keterlibatan NazÂaÂrudÂdin dalam perkara ini. “Semua yang nanti terkait, akan diproÂses, tidak hanya Nazaruddin. MaÂkanya tergantung bagaimana perkembangan proses yang maÂsih berjalan ini,†ujarnya.
Jangan Cuma Berputar-putar
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Deding Ishak mendorong KeÂjaksaan Agung agar berani, dan tidak berputar-putar di tempat saja dalam pengusutan kasus pengadaan alat kesehatan di 16 rumah sakit pemerintah ini.
Apalagi, ingat Deding, uruÂsan kesejahteraan jaksa sudah diatasi dengan adanya reÂnuÂmerasi, karena itu tak ada alaÂsan lagi untuk tidak serius meÂnuntaskan kasus-kasus korupsi.
“Saya kira kejaksaan harus bisa mengusut sampai tuntas. Apalagi, jika benar ada NaÂzaruddin terkait di dalamnya. Seperti kita ketahui, NaÂzaÂrudÂdin ini ada di mana-mana. Jadi, Kejaksaan Agung tak usah taÂkutlah, usut semua sampai ke atas-atasnya,†tegas Deding.
Dia pun mengingatkan, seÂbaÂgai institusi penegak hukum yang permanen, Kejaksaan Agung tentu sudah berÂpeÂngaÂlaman dalam melakukan peÂnyeÂlidikan dan penyidikan kasus korupsi seperti pengadaan alat kÂeÂsehatan itu. Sehingga, jika maÂsih belum bisa mengusut sampai tuntas, kejaksaan akan menjadi sorotan negatif dari publik.
“Mereka memiliki tenaga dan kemampuan yang besar. JaÂngan sampai mandek. Ini tentu menjadi momentum bagi meÂreka, jangan sampai keÂpeÂrÂcaÂyaÂan publik kembali menurun terÂhadap jaksa,†ujarnya.
Deding menambahkan, bila kemampuan kejaksaan hanya sampai menetapkan tersangka di level bawah, dan bila terkesan membuat lelet pengusutan kaÂsus, itu menjadi pertanda buruk bagi kepemimpinan Basrief Arief sebagai Jaksa Agung.
“Selama ini, cukup banyak kita dengar dan saksikan jaksa yang tertangkap karena korupsi, ada pula yang jual beli pasal, mempermainkan rentut dan lain-lain. Kita berharap ada upaÂya serius dan tegas dari Jaksa Agung dan Jaksa Agung PeÂngaÂwasan untuk mengawasi jaksa-jaksa,†katanya.
Deding mengatakan, satu demi satu perkara korupsi yang diÂtangani kejaksaan akan menÂjadi bukti sejauh mana institusi Adhyaksa itu bisa diharapkan menegakkan hukum. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: