RMOL. Kejaksaan Agung telah memberhentikan sementara Sistoyo, jaksa Kejaksaan Negeri Cibinong yang ditangkap KPK lantaran diduga menerima suap. Kejagung juga akan menonaktifkan sejumlah jaksa nakal lain, seperti jaksa yang diduga menghamili tahanan.
“Di Surabaya, ada laporan dari wanita bernama Marta, bahwa jakÂsa Hary Sutopo telah mengÂhaÂmilinya. Wanita itu sedang ditaÂhan di Rutan Madaeng, karena kasus penipuan dan penggelapan. Rupanya Hary sering datang ke rutan. Dia menghamili Marta,†kata Jaksa Agung Muda PeÂngaÂwasan (Jamwas) Marwan EffenÂdy kepada Rakyat Merdeka.
Hary Sutopo, lanjut Jamwas, maÂsih dalam proses peÂnyeliÂdiÂkan. “Kami masih telusuri bukÂtiÂnya. Sebab, Hary menolak diseÂbut menghamili. Kami masih meÂmerÂlukan saksi-saksi lain. Jika terÂbukti menghamili, dia harus diÂcopot,†ujar Marwan, Kamis (24/11).
Di Solo, lanjut Marwan, pihakÂnya sedang menelusuri laporan mengenai jaksa yang suka minta jatah proyek. “Masih dalam proÂses klarifikasi. Di sana ada jaksa yang minta jatah, ikut-ikut proÂyek dan tender. Di Sumatera, ada jakÂsa yang kerap memanggil-mangÂgil kontraktor, pimpro-pimÂpro dan para pejabat pembuat koÂmitmen proyek untuk dimintai uang. Semua itu kami proses dan akan kami tindak,†katanya.
Jajaran Jamwas juga sedang meÂlakukan penyelidikan di PurÂwakarta dan Karawang, Jawa BaÂrat dan beberapa kota lainnya. “SeÂjumlah kasus narkoba, keÂkeÂrasan dalam rumah tangga yang dilakukan jaksa, kami proses. PiÂdÂana umum seperti itu telah kami serahkan ke pihak kepolisian untuk diproses,†ujarnya.
Selain itu, lanjut Marwan, piÂhakÂnya masih memproses pencoÂpotan dua kepala kejaksaan tinggi (kajati) dan tiga jaksa lainnya dari jabatan struktural.
Selain dua orang kajati itu, tiga jakÂsa dicopot dari jabatannya, yakÂni dua kepala seksi dan satu kepala cabang kejaksaan negeri. Ketiganya bertugas di Kejari MaÂluku Utara. Dua kepala seksi itu akan dicopot karena melakukan peÂmerasan terhadap keluarga terÂsangka sebuah perkara. SeÂdangÂkan kepala cabang kejari itu diÂduÂga melakukan penggelapan dana operasional kantor.
Nah, daftar jaksa bermasalah itu bertambah panjang setelah Sistoyo yang baru 10 bulan berÂtuÂgas di Kejari Cibinong, dibekuk KPK. Wajah Korps Adhyaksa kembali tercoreng. Tidak mau keÂhÂilangan muka berkali-kali, SisÂtoÂyo segera diberhentikan seÂmentara. “Begitu dia ditangkap KPK, jadi tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, saya langsung merekomendasikan kepada Jaksa Agung untuk memberhentikannya sementara,†ujar Marwan.
Marwan menjelaskan, Sistoyo berpangkat Jaksa Muda dengan golongan III D, betugas di Kejari Cibinong sebagai Kepala Sub Bagian Pembinaan. “Sistoyo juga sudah kami rekomedasikan untuk dipecat,†tandasnya.
Dalam urusan penangkapan Sistoyo, Marwan mengapresiasi upaya KPK yang turut membantu kinerja kejaksaan. Tapi, dia berÂharap, upaya memburu jaksa seÂperti itu dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung. Marwan juga berharap, upaya menangkapi jakÂsa seperti itu tidak ditunggangi muaÂtan tertentu, seperti memÂbaÂngun citra negatif bagi kejaksaan yang kebetulan ada jaksa yang maju menjadi calon pimpinan KPK. Atau, mengejar citra di akÂhir masa jabatan pimpinan KPK.
“Yang saya sesalkan, mestinya KPK juga kasih informasi ke keÂjaksaan atau berkoordinasi deÂngan kami. Sebab, di kejaksaan pun ada kewenangan peÂngaÂwaÂsan. Penangkapan seperti itu baÂgus saja, tetapi jangan karena moÂmen menjelang akhir jabatan. LeÂbih penting, bukan soal tangkap menangkap, tapi bagaimana menÂcegahnya,†ujar dia.
Yang Paling Penting Pengawasan Eksternal
Erna Ratnaningsih, Ketua Badan Pengurus YLBHI
Ketua Badan Pengurus YaÂyasan Lembaga Bantuan HuÂkum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih belum yakin ada perubahan signifikan dalam pola pengawasan internal di kejaksaan.
Menurut dia, selain perlu peÂningkatan kinerja pengawasan internal Kejagung, pengawasan eksternal pun perlu diperÂhaÂtiÂkan. “Saya kira pengawasan jaksa kita masih jauh dari haÂrapan. Internal mereka memang perlu terus ditingkatkan. Yang paÂling penting adalah pengaÂwaÂsÂan eksternal,†ujarnya.
Kehadiran Komisi Kejaksaan yang dianggap sebagai bagian dari pengawasan eksternal, meÂnurut Erna, tidak berefek apaÂpun. “Komisi Kejaksaan itu siÂfatnya hanya menerima lapoÂran, memberikan petuah-peÂtuah, rekomendasi, jadi tidak meÂmiÂliki efek yang efektif. KaÂlau mau, Komisi Kejaksaan itu diÂberi kewenangan tegas meÂninÂdak jaksa nakal. Komisi itu juga harus diisi orang-orang yang independen serta memiliki in tegritas,†katanya.
Menurut Erna, membangun kejaksaan yang bermartabat, dengan jaksa-jaksa profesional, benar-benar memiliki integritas dalam pekerjaannya, baik dalam menyusun dakwaan dan meÂnyiÂdik, tidak bisa dilakukan hanya dengan iming-iming renumerasi ataupun pengawasan internal. Karakter jaksa harusnya sudah digodok sejak awal rekrutmen.
“Orang-orang yang cerdas, terampil dan memiliki integÂriÂtaslah yang layak direkrut menÂjadi jaksa. Jangan yang berÂdaÂsarkan titipan, atau karena soÂgok,†kata Erna.
Jika sudah begitu, lanjut dia, maka persoalan kesejahteraan seperti pemberian renumerasi pun pantas dilakukan. “Setuju saja kalau tingkat kesejahteraan mereka diperhatikan, tetapi harus selaras dengan kinerja dan perilaku,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Remunerasi Perlu Segera Dievaluasi
Syarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding meÂnyamÂpaikan, kian banyaknya ulah kotor jaksa yang terungkap, membuktikan perlunya sebuah upaya serius membenahi insÂtitusi kejaksaan. Pembenahan institusi kejaksaan, tidak boleh retorika kosong belaka.
“Persoalan yang banyak terÂjadi di kejaksaan perlu disikapi secara kritis. Evaluasi pola pemÂbinaan dan pengawsan jakÂsa menjadi krusial untuk segera ditingkatkan,†ujar Syarifuddin Sudding.
Politisi Partai Hanura itu meÂnyarankan agar dibuatkan seÂbuah pola pengawasan yang efektif serta pola kinerja yang profesional bagi institusi keÂjaksaan. “Diupayakan agar ada road map yang jelas, dan diÂperlukan untuk internal keÂjaksaan,†ujarnya.
Dia setuju agar jaksa pelaku kriÂminal, penerima suap dan tinÂdak pidana korupsi lainnya diÂtinÂdak berat dan diberi sanksi teÂgas. “Saya kira ini juga meÂnyangÂkut moral dan perilaku, ya harus diambil sikap tegas,â€ujar Suding.
Dia setuju agar kesejahteraan jaksa ditingkatkan melalui remunerasi. Tapi nyatanya, tinÂdaÂkan menyimpang jaksa tidak berkurang. Karena itu, menurut Suding, sebaiknya dilakukan evaÂluasi menyeluruh terhadap para jaksa. “Kita sepakat perlu ada peningkatan kesejahteraan, tapi rupanya remunerasi tidak membawa peningkatan signiÂfiÂkan. Tidak ada korelasi positif dengan perilaku. Ini perlu diÂevaluasi,†ujarnya.
Pengawasan terhadap kinerja jaksa, lanjutnya, mesti benar-benar menunjukkan perubahan langgam kerja dan perilaku. Jika tidak, maka tidak mustahil suatu saat publik semakin tidak perÂcaÂya dengan institusi itu dan diÂanggap tidak ada gunanya.
“Ini masalah kepercayaan. Jika ternyata dalam melÂakÂsaÂnaÂÂkan tugas dan weweÂnangÂnya jaksa tidak bisa dipercaya, pubÂlik bisa drop. Ini perlu diÂperÂhatikan dengan serius,†ingatÂnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: