Daftar Hakim Nakal Di KY Masih Panjang

Setelah Tiga Rekannya Disidang MKH

Jumat, 25 November 2011, 09:00 WIB
Daftar Hakim Nakal Di KY Masih Panjang
ilustrasi, pelantikan hakim

RMOL. Majelis Kehormatan Hakim (MKH) bakal sibuk menyidang hakim-hakim nakal, karena masih ada belasan hakim lagi yang bakal digiring Komisi Yudisial ke MKH.

Saat ini masih ada ratusan hakim dalam proses monitoring KY. Namun, KY belum bisa me­rilis ratusan hakim tersebut. Se­bab, KY masih perlu memperkuat bukti-bukti pelanggaran para ha­kim itu dan memperdalam pe­me­riksaan pihak-pihak terkait.

“Untuk pelanggaran ringan ada ratusan. Untuk pelanggaran berat ada belasan hakim. Tapi, belum bisa kami buka ke publik, sebab masih dalam proses. Belum lagi yang dalam pengawasan Mah­ka­mah Agung. Masih banyaklah ha­kim yang dalam proses p­e­nga­wasan,” ujar Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh kepada Rak­yat Merdeka, Rabu (23/11).

Menurut Imam, meski belum bisa menyampaikan kepada pub­lik, siapa saja hakim bermasalah itu, bukan berarti KY berupaya me­nyembunyikannya untuk ke­mudian menutup kasus-kasus itu “di bawah tangan”. “KY terbuka, tidak ada yang luput dari penga­wa­san kami. Setiap proses pe­nga­wasan itu dilakukan dengan ob­yektif. Mulai dari penyelidikan, di­bawa ke rapat pleno dan pari­pur­na KY. Itu semua tidak boleh ada yang terluput,” ujarnya.

Pada saatnya, lanjut Imam, bila semua bukti sudah benar-benar ma­tang, maka KY akan me­ngungkapkannya kepada publik. “Kalau belum kuat bukti-bukti­nya dan masih dalam proses pe­ngumpulan bukti, itu masih be­lum bisa dibuka. Nanti akan kami buka kalau sudah siap. Di MKH kan persidangannya terbuka un­tuk umum. Jadi, kami trans­paran,” kata dia.

Pada Selasa (22/11), MKH me­nyi­dangkan tiga hakim secara ber­turut-turut di Gedung MA. Tiga hakim yang disidangkan itu, ter­diri dari satu hakim yang dire­komendasikan KY untuk di­ber­hentikan, yakni Dwi Djanuwanto. Dwi adalah hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang sebe­lumn­ya bertugas di Pengadilan Negeri Kupang.

Dua lagi adalah hakim yang da­lam pengawasan MA dan dire­ko­mendasikan untuk diberhentikan juga, yakni Dainuri dan Jonlar Purba. Dainuri adalah hakim Mah­­kamah Syariah di Tapaktuan, Jonlar merupakan hakim di Pe­ngadilan Negeri Bale Bandung.

Sebelum ke PN Bale Ban­dung, Jon­lar adalah hakim di PN Wa­mena dan menjadi Wakil Ke­tua PN Wamena. Ketiganya di­beri ke­­sempatan melakukan pem­­be­la­an di MKH sebelum di­berhentikan.

MKH digawangi tujuh hakim yang terdiri dari tiga unsur MA dan empat unsur KY. Tiga hakim MA adalah Imam Soebechi sebagai Ketua MKH, Hamdan dan Surya Jaya sebagai anggota MKH. Sedangkan empat hakim dari KY adalah Imam Anshori Saleh, Suparman Marjuki, Abbas Said dan Taufiqurrohman Syah­ruri sebagai anggota MKH.

MKH memutuskan, hakim Mah­kamah Syariah Tapaktuan, Dainuri terbukti melakukan pe­langgaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku ha­kim, karena itu, dia diber­hen­ti­kan. Dai­nuri terbukti mela­ku­kan asusila terhadap seorang wa­nita yang sedang melakukan gu­gatan cerai. Gugatan itu di­ta­ngani Dainuri.

Untuk hakim Dwi Dj­a­nu­wan­to, MKH juga memutuskan pem­berhentian. Sebab, Dwi terbukti sering meminta tiket pesawat ke­pada terdakwa dalam kasus yang ditanganinya. Dwi juga pernah diberikan sanksi oleh MA karena tidak disiplin, karena itu dia di­pin­dahkan ke PN Kupang. Se­lain itu, Dwi melakukan per­buatan tercela.

“Mengirimkan SMS yang isi­nya tidak senonoh, yakni me­nga­jak terdakwa menonton striptis (tari telanjang), lengkap dengan ce­wek yang bisa dipangku, dan disuruh mengisap-isap dengan ba­yaran Rp 500 ribu per jam,” ujar anggota MKH Abbas Said.

Dwi, menurut MKH, juga sa­ngat tidak disiplin, sering ter­lambat sidang karena bolak balik Kupang Yogyakarta. “Bahkan ti­dak tahu jadwal persidangannya. Sudah sering terjadi,” ujar Abbas.

Karena itu, Dwi diganjar hu­ku­man dipecat dari jabatan hakim. “Memutuskan, menyatakan ter­lapor Dwi Djanuwanto me­la­kukan pelanggaran berat kode etik dan pedoman perilaku hakim de­ngan pemberhentian tidak hor­mat dari jabatannya sebagai ha­kim,” tegas Abbas.

Dwi menolak mentah-mentah tuduhan tersebut. “Saya difitnah, di­zalimi,”katanya seusai disi­dang. Sedangkan sidang hakim Jon­lar Purba akan dilanjutkan pada Selasa 29 November men­datang. Sejauh ini, dia belum di­nyatakan terbukti menerima uang terkait perkara illegal logging yang ditanganinya.

Sanksi Pemecatan Masih Kecil

Laica Marzuki, Pensiunan Hakim Agung

Pensiunan Hakim Agung Laica Marzuki mendukung penuh upaya pengawasan yang tegas dengan pemberian sanksi yang berat kepada oknum-oknum hakim yang terbukti bermasalah.

“Harus ada upaya yang tegas. Pemecatan saja masih kecil. Hukuman  yang diberikan harus menjerakan. Menjerakan para penyolong,” tegas Laica.

Laica Marzuki menyadari, kon­disi Indonesia saat ini iba­rat orang sedang sakit. Se­hing­ga, perilaku korup sudah me­raja­lela masuk ke semua as­pek, ter­masuk ke dalam ins­ti­tusi ke­ha­kiman.

“Masyarakat dan negara kita ini sakit. Korupsi sudah ma­suk ke semua aspek, ke­ha­ki­man, kepolisan, kejaksaan dan yang lain-lain,” ujarnya.

Karena itu, upaya tegas dan ker­­as dalam pengawasan perlu tetap dilakukan. Bagi para ha­kim, lanjut Laica, keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) itu perlu.

“Itu perlu, se­bagai penga­wa­san internal se­lain pengawasan eksternal oleh KY. Pengawasan internal itu kan ibarat MA lah yang paling mengetahui apa­kah di dapurnya ada tikus-ti­kus. Pe­ngawasan in­ternal yang lebih tahu, tanpa ha­rus me­nga­baikan pe­ngawasan eksternal,” ujarnya.

Salah satu upaya memberi­kan efek jera bagi hakim ber­ma­sa­lah, lanjut dia, bila ada ha­kim yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau suap, maka se­gera diproses me­lalui penga­di­lan.

“Itu harus seg­era diproses ka­lau memang terbukti ada pe­nyuapan atau pidana,” katanya.

Walau demikian, Laica setuju agar tingkat kesejahteraan ha­kim pun diperhatikan. Negara ber­tanggung jawab mem­beri­kan kesejahteraan kepada ha­kim. Meski dia sendiri tidak bisa menjamin bahwa tingkat ke­sejahteraan yang diberikan akan bisa menghilangkan pe­ri­laku menyimpang pada se­jum­lah hakim.

“Menurut saya, ke­se­jahteraan itu perlu juga diperhatikan, teta­pi jangan menyolong lagi. Ka­lau masih menyolong ya di­hu­kum berat saja,” ujarnya.

Biarkan Saja Publik Tahu

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi me­minta Makamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) membuka identitas hakim yang bermasalah ke publik. Upaya itu perlu dilakukan sebagai ben­tuk kontrol sosial kepada ha­kim-hakim lainnya.

“Harus diumumkan semua­nya. Jangan disimpan-simpan atau sengaja ditahan. Biarkan publik tahu. Sekarang ini sudah era demokrasi dan terbuka. Ang­gota DPR saja yang belum tentu terbukti bersalah dibuka ke publik kok,” ujarnya.

Kendati begitu, politisi Gol­kar ini menghargai upaya pe­ngawasan internal kehakiman melalui Majelis Kehormatan Ha­kim (MKH). Tapi, lanjut Andi, proses hukum juga harus diterapkan bagi hakim-hakim yang terbukti melakukan pe­lang­garan kode etik dan pelang­garan pedoman perilaku hakim. “Dipecat itu bagus-bagus saja. Tetapi bila terbukti ada tin­dak pidananya, harus diproses. Ja­ngan berhenti di MKH,” ujarnya.

Makin banyaknya pelang­ga­ran hakim yang terungkap, me­nurut Andi, menjadi parameter bahwa masih banyak yang be­lum tersentuh pengawasan. Ka­renanya, dia berharap upaya pe­ngawasan terhadap hakim di­la­kukan lebih progresif. “Negara ini akan runtuh bila perilaku pe­negak hukum, termasuk hakim-hakim kita terus menerus di­biar­kan bobrok,” ujarnya.

Persoalan kesejahteraan ha­kim, lanjut dia, bukanlah alasan utama yang harus ditonjolkan se­bagai pemakluman terjadinya penyelewengan oleh hakim. Jika memang berniat menjadi hakim, semestinya seseorang harus su­dah siap menanggung beban dan tanggung jawab yang besar.

“Jangan berlindung di balik persoalan kesejahteraan. Mau di­kasih gaji bermiliar-miliar pun bila watak hakimnya korup, misalnya, ya tetap saja akan ko­rup. Untuk itu pemberian sanksi yang tegas serta pengawasan yang efektif perlu terus dila­ku­kan,” ujar Andi. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA