Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pelajaran Semakin Dekat!

Rabu, 23 November 2011, 05:54 WIB
Pelajaran Semakin Dekat<i>!</i>
GM ARROYO
PERILAKU masyarakat di dunia berkembang terus berubah. Makin dinamis dan realistis. Budaya feodalistik yang mendewakan dan menghormati penguasa dan keturunannya secara berlebihan mendapat koreksi total.

Kini menjadi hal biasa melihat penguasa yang dijatuhkan rakyatnya, baik lewat cara-cara demokrasi (Pemilu) maupun demonstrasi, lalu diadili dan dihukum setimpal dengan kejahatan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan semasa berkuasa.

Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya Saddam Hussein, penguasa Irak yang sangat dominan dan dipuja-puji rakyatnya, berakhir di tiang gantungan sebagai hukuman atas kejahatannya semasa berkuasa.

Nasib Muammar Khaddafi lebih tragis lagi. Pemimpin Libya yang sohor dan ditakuti Barat karena keberaniannya, digelandang rakyatnya di tengah jalan, lalu ditembak hingga mati dan jenazahnya digeletakkan begitu saja di ruang pendingin daging di sebuah supermarket. Padahal di sisi lain dia berhasil memakmurkan rakyatnya.

Sebelumnya kita menyaksikan Presiden Mesir Hosni Mubarrak dituntut rakyatnya untuk lengser. Semula dia membangkang. Mencoba bertahan dengan menggunakan militer sebagai mesin pembunuh rakyatnya yang melakukan unjuk rasa. Tapi karena itulah, Mubarrak tergolek di ranjang milik rumah sakit, dan anaknya harus menjalani pengadilan rakyat.

Kawasan Timur Tengah belakangan ini memang seperti sedang memasuki era atau tren mengadili para pemimpin yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan keluarganya seraya melanggar HAM di mana-mana.

Hampir semua media massa di negara kita menyajikan berita-berita dari Timur Tengah itu dengan semangat "untuk dijadikan pelajaran", sekaligus berkaca bagi para pemimpin Indonesia yang sekarang sedang keranjingan korupsi. Seolah kalau sudah jadi penguasa, apalagi masuk jaringan Istana, "korupsi menjadi harga mati" yang tak bisa ditawar lagi.

Mungkin karena datangnya dari tempat yang jauh, tragedi penguasa di Timur Tengah yang ramai diberitakan di negeri kita itu, ternyata tak berpengaruh sama sekali. Para penguasa tetap asyik memainkan kebijakan yang melahirkan laba milyaran rupiah. Juga merasa tidak riskan menyelenggarakan pesta perkawinan mahal super mewah di tengah rakyat yang hidupnya semakin susah.

Akan tetapi media massa kita tak pernah jera untuk memberikan pelajaran bagi penguasa negeri ini dengan berita berubahnya nilai-nilai feodal di negara-negara Asia. Maka bila tragedi kekuasaan di Timur Tengah dianggap terlalu jauh, diangkatlah kisah bekas penguasa di negeri sebelah: Filipina.

Gloria Macapagal Arroyo, 64 tahun, yang ketika jadi presiden Filipina banyak tebar pesona, kini jadi tahanan kehakiman di sana. Sebab ketika berkuasa, ternyata dia korupsi. Lebih parah lagi, di balik senyum dan kesantunannya, ternyata dia juga terbukti curang dalam Pilpres 2004 yang membuatnya bertahan sebagai Presiden Filipina.

Rakyat Filipina, sebagaimana rakyat di negara Asia lainnya sekarang, tak peduli orang sedang berkuasa, apalagi kalau sudah tak berkuasa bila korupsi ya harus diadili dan dihukum. Hukuman menjadi berlipat ganda bila hasil korupsi itu digunakan untuk membeli suara atau melakukan kecurangan dalam Pilpres.

Era mikul dhuwur mendem jero (mengangkat kebaikan dan melupakan kesalahan) penguasa seperti yang dulu sering disosialisasikan penguasa Orde Baru, kini sudah tidak mungkin lagi dilaksanakan.

Proses suksesi lewat sistem demokrasi, yang bisa melahirkan penguasa baru tanpa harus menunpahkan darah perlu dibarengi dengan sistem hukum yang egalitarian.

Jadi kalau presiden kita terbukti korup, apalagi jika terbukti juga melakukan kecurangan dalam Pilpres, harus mendapat hukuman setimpal. Untuk pelajaran bagi penguasa selanjutnya, agar tidak main-main dalam menjalankan amanah rakyat! [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA