RMOL. Saat dikonfirmasi, Kepala DiÂvisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution mengaku, kepolisian belum mengetahui rangÂkaian kasus itu. Makanya, dia meminta penjelasan mengeÂnai kasus ini, ditanyakan langÂsung kepada Nazaruddin. Sebab, NazaÂruddin dianggap orang yang memÂbongkar hal tersebut. “KeÂpoÂlisian tidak mengurusi kasus proyek SPN Mandalawangi,†ujarnya.
Apalagi, menurut Saud, duÂgaÂan penyimpangan dalam proyek itu masih sebatas pengakuan NaÂzaruddin kepada penyidik KPK. Kalau benar ada dugaan peÂnyeÂleÂwengan, lanjutnya, pasti akan ditindaklanjuti KPK. Sejauh ini kepolisian juga belum diminta berÂkoordinasi dengan KPK daÂlam penanganan kasus ini.
Saud pun mengaku tidak meÂngetahui total anggaran proyek Polda Banten yang diduga diÂkerÂjakan perusahaan Nazaruddin dan mitranya itu.
Menurut Kepala Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo, kasus itu belum ditindaklanjuti pihakÂnya. Sejauh ini, penyidik masih meÂmerlukan dokumen penÂduÂkung. Dengan dukungan bukti yang kongkret, maka pengakuan tersangka yang pernah buron sampai Cartagena, Kolombia itu bisa dijadikan sebagai fakta huÂkum. “Harus ada saksi-saksi dan bukti-bukti yang menguatkan pengakuannya,†ucap dia.
Johan menambahkan, KPK meÂmerlukan waktu untuk meÂnyeÂlidiki hal itu. Tapi, sampai saat ini KPK masih fokus menangani kaÂsus utama Nazaruddin, yakni duÂgaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. “Kami seÂleÂsaiÂkan yang ini dulu,†tandasnya.
Dia menyatakan, semua data yang disampaikan Nazaruddin teÂtap menjadi masukan bagi peÂnyiÂdik. Apalagi, kasus yang diduga melibatkan Nazaruddin tidak haÂnya menyangkut proyek WisÂma Atlet atau proyek SPN ManÂdaÂlaÂwangi. Terdapat kasus lain yang perlu diidentifikasi KPK secara cermat dan hati-hati.
Informasi seputar proyek SPN Mandalawangi tahun 2006 meÂnyebutkan, pengerjaan SPN ManÂdalawangi tertuang dalam perjanjian kerja nomor SPP/06/VI/2006/PBN/ROLOG. Proyek pembangunan SPN dikuasai PT Gunakarya Nusantara (GN).
Saat pengerjaan, PT GN mengÂganÂdeng mitranya PT AnuÂgerah NuÂsanÂtara (AN), peÂrusaÂhaan NaÂzaruddin. Proyek seÂnilai Rp 3,5 miliar itu selesai pada 9 Agustus 2007. Proyek tersebut diresmikan Kapolda Banten saat itu Timur Pradopo. Timur kini menjabat Kapolri.
Namun pasca Nazaruddin diÂtaÂngani KPK, dugaan penyimÂpaÂngan anggaran proyek ini diÂteÂmuÂkan. Pasalnya, file perusaÂhaan NaÂzaruddin, PT AN yang meÂmuat laporan harian 2006, memÂbuÂkuÂkan adanya aliran dana Rp 800 juta ke onum Polda BanÂten. DiÂduga, uang pelicin terseÂbut untuk keÂlancaran proyek SPN ManÂdalawangi.
Munculnya dugaan tentang aliÂran dana Nazaruddin ke kocek okÂnum petinggi Polda Banten, belakangan makin bertiup kenÂcang. Soalnya, selain proyek SPN Mandalawangi, diduga terdapat proyek lain di Polda Banten yang digarap perusahaan Nazaruddin.
Kuasa hukum Nazaruddin, Afrian Bondjol mengaku tidak tahu bahwa kliennya sempat menÂggelontorkan uang Rp 800 juta kepada onum petinggi Polda Banten. Ia juga tak tahu-menahu ikhwal proyek kliennya di lingÂkungan Polda Banten.
Persoalannya, lanjut dia, subsÂtansi persoalan yang ditangani KPK masih sebatas perkara WisÂma Atlet. Jadi konsentrasi tim kuasa hukum saat ini tertuju pada strategi membela kliennya di kÂaÂsus tersebut.
“Kasus-kasus yang lain, saya tidak tahu. Yang menjadi pokok persoalan adalah kasus Wisma Atlet. Itu yang tengah kami hadaÂpi dan diusut KPK,†tuturnya.
Dia menyatakan, tanpa penyeÂlidikan dan penyidikan, dugaan keterlibatan kliennya pada perÂkara suap lainnya, tidak bisa dijaÂdikan fakta hukum.
Tak Boleh Jeruk Makan Jeruk
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mendesak KPK tidak tebang pilih. Untuk menghindari pencemaran nama baik serta mendapat kepastian hukum, seyogyanya kasus lain terkait Nazaruddin diselesaikan secepat mungkin.
Menurutnya, penuntasan semua perkara yang melibatkan kroni-kroni bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu, perÂlu mendapat porsi besar. Jika penuntasan perkara yang meÂnyeret sederet nama top itu berÂlarut-larut, dikhawatirkan berÂdampak buruk bagi seseorang.
“Kalau benar namanya terÂsangkut perkara, tidak masalah. Tapi kalau ternyata tidak, bisa menimbulkan pencemaran nama baik,†ucapnya.
Didorong hal tersebut, Eva meÂminta KPK fokus menindakÂlanjuti perkara Nazaruddin yang melibatkan sejumlah toÂkoh. Salah satunya, menangani kasus pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) ManÂdaÂlaÂwaÂngi, Banten. Dia menyaÂtaÂkan, penanganan kasus ini tidak boleh diserahkan ke polisi. Hal tersebut untuk menghindari konÂflik kepentingan dan menÂjamin independensi penyeÂliÂdiÂkan dan penyidikan.
“Kalau ditangani kepolisian, sama saja seperti jeruk makan jeruk. Apakah penyidiknya beÂrani memeriksa yang pangÂkatÂnya lebih tinggi,†tandasnya.
Eva berharap, KPK berani meÂngambil terobosan dalam peÂnuntasan kasus ini. Masih adaÂnya penilaian atau kesan tebang piÂlih dalam menangani kasus NaÂzaruddin pun, hendaknya bisa dikesampingkan. Artinya, hal-hal yang seringkali mengÂganjal langkah KPK mengambil tindaÂkan hukum harus bisa diakhiri.
Dia meyakini, usaha KPK meÂÂngusut dugaan keterlibatan peÂtinggi Polri dalam kasus NaÂzaÂruddin, memberi dampak poÂsitif buat kepolisian. SetidakÂnya, KPK membantu kepolisian meÂlaksanakan pembenahan kultural seperti yang selama ini dideÂngang-dengungkan Polri.
Mesti Diusut Secara Transparan
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM IndoÂnesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, pengusutan duÂgaan aliran dana Rp 800 juta dari Nazaruddin ke kocek okÂnum petinggi Polda Banten semestinya dilakukan secara transparan.
Diharapkan, pengusutan kaÂsus ini di KPK tak berefek neÂgaÂtif terhadap kepemimpinan KaÂpolri Jenderal Timur PraÂdoÂpo. Dia mengingatkan, polemik di tubuh kepolisian seringkali membawa dampak sistematis.
Besarnya perhatian dan soroÂtan terhadap lembaga penegak huÂkum ini, membuat persoalan keÂcil kerap berubah menjadi besar. Hal itu terjadi akibat peÂnuntasan setiap perkara kerap luput dari patokan hukum.
“Ada berbagai muatan keÂpenÂtingan yang kemudian memÂpengaruhi penuntasan seÂbuah perkara,†ujarnya.
Hal-hal yang demikian, henÂdakÂnya bisa dihindari Polri yang profesional. Dia menamÂbahkan, jangan lagi ego-ego atau rasa sentimen antar angÂkaÂtan muncul ke permukaan. JusÂtru sebaliknya, bagaimana menÂciptakan soliditas di tubuh keÂpoÂlisian, sehingga pengusutan perkara terhadap siapa pun bisa berlangsung proporsional.
Ia menyangsikan jumlah aliran dana yang masuk ke koÂcek oknum petinggi Polda BanÂten kala itu. Menurut dia, jumÂlah tersebut terlampau kecil bila dibanding risiko jabatan. Untuk itu, Neta meminta KPK proaktif mengusut hal tersebut.
Karena yang paling penting saat ini, bukan lagi menyangkut jumlah. Melainkan bagaimana pola-pola setoran yang meÂnyaÂlaÂhi aturan bisa dicegah dan diÂhentikan. “Setor-menyetor ini suÂdah membudaya. Jika meÂlangÂgar aturan, apalagi terkait kepentingan kelancaran proyek, tentunya siapa pun yang berÂsaÂlah harus ditindak tanpa panÂdang bulu,†tuturnya.
Sebab, bagaimana bisa meneÂgakÂkan hukum secara objektif jika oknum penegak hukum jusÂtru kedapatan melanggar huÂkum. Neta berpandangan, selain pucuk pimpinan Polda, pejabat di bawah Kapolda, seperti KeÂpala Biro Perencanaan dan PeÂngemÂbangan Polda Banten saat itu juga mesti dimintai keteraÂngan.
“Klarifikasi itu diperlukan jika keterangan yang disamÂpaiÂkan NaÂzaruddin benar. Kalau keÂteÂraÂnÂgan itu bohong, ya tidak perlu klarifikasi-klarifikasian.†[Harian Rayat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: