Proyek Publikasi Kejagung Dituding Kemahalan 2,1 M

Gara-gara Persoalan Domisili Peserta Tender

Minggu, 13 November 2011, 08:14 WIB
Proyek Publikasi Kejagung Dituding Kemahalan 2,1 M
Kejaksaan Agung (Kejagung)
RMOL.Citra Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengemban misi penegakan hukum tercoreng ulah pegawainya. Kegiatan publikasi kinerja yang mestinya bisa memberikan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat dinilai tidak sesuai dengan ketentuan.

Penyebabnya, Panitia Pe­ng­a­­­daan lalai dan kurang cer­­­mat dalam melakukan kla­ri­fikasi dan konfirmasi atas ke­beradaan peru­sahaan tersebut dan penga­wasan dari PPK atas pe­laksa­naan kegiat­an belum op­timal. Akibat­nya, ber­potensi merugian negara senilai Rp 2,1 miliar.

Hal tersebut terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK semester I-2011 yang sudah diserahkan ke DPR 5 Oktober lalu.

Kejaksaan merasa perlu meng­komunikasikan kepada masya­rakat tentang berbagai kegiatan yang telah dilakukan, sehingga ada edukasi kepada masyarakat tentang apa, siapa dan apa saja yang dilakukan Kejaksaan, agar masyarakat menjadi lebih sadar dan taat hukum.

Beberapa alternatif yang efek­tif dalam rangka melakukan so­sialisasi dan edukasi yakni me­lalui periklanan, event dan media rela­tion, karena dianggap dapat men­jangkau berbagai lapisan mas­yarakat dan daerah yang secara teknis sulit untuk dijang­kau, se­kaligus dapat menye­bar­kan in­formasi secara masif dan cepat.

Selain itu, bisa menyampaikan pesan yang bisa membangkitkan pemahaman, sehingga tujuan dari program tersebut, yaitu untuk meningkatkan intensitas pembe­ritaan secara massif, membangun pencitraan dan meningkatkan kesadaran publik tentang Kejak­saan sebagai instansi penegak hukum dapat tercapai.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, telah tersedia anggaran dalam DIPA Kejagung 2010 nomor 0001/006-01.1/-/2010 pada 31 Desember 2009 sebesar Rp 14,5 miliar melalui Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan HAM.

Untuk merealisasikan kegiatan itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan HAM pada anggaran 2010 telah mene­tapkan panitia pelelangan umum pengadaan jasa dalam rangka publikasi pelaksanaan tugas-tugas Kejakgung 2010.

Sedangkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau owner esti­mate yang disusun panitia penga­daan barang/jasa untuk penga­daan publikasi ditetapkan sebesar Rp 14,4 miliar.

Berdasarkan perjanjian/kon­trak nomor 045/P/L.3/10/2010 tanggal 18 Oktober 2010, pelak­sana pekerjaan adalah PT Qualita Prima Pariwara dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 13,8 miliar, dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sampai dengan penye­rahan selama 60 hari yang di­mulai pada 18 Oktober 2010 sampai 16 Desember 2010.

Pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan sesuai dengan beri­ta acara serah terima barang no­mor BAST-054/PPK/L/12/2010 pada 16 Desember 2010.

Dengan demikian pengadaan publikasi pelaksanaan tugas–tugas Kejagung telah selesai sebelum batas waktu penyele­saian pekerjaan dan telah dibayar lunas sesuai dengan haknya.

Namun hasil pemeriksaan BPK atas proses pengadaan publikasi pelaksanaan tugas–tugas tersebut diketahui metode pengadaan dilaksanakan melalui pelelangan umum dengan pascakualifikasi dan metode pemasukan dokumen penawaran sistem dua sampul dengan evaluasi penawaran meng­gu­nakan sistem gugur.

Pada 14 September 2010 telah diadakan penjelasan (aanwijzing) yang dihadiri  enam perusahaan. Sedangkan pada 22 September 2010 telah diadakan pembukaan dokumen administrasi dan teknis terhadap terhadap sembilan peru­sahaan yang memasukkan doku­men penawaran dengan hasil yang memenuhi syarat adminis­trasi hanya tujuh perusahaan yai­tu, PT Satu Visi Perkasa, PT Sum­ber Karya Imaginasi, PT Cing­garindo Galba, PT Qualita Prima Pariwara, PT Sarana Cipta Karya, PT Sinergi Bintang Media Asia, dan PT Kalitza Mahakam Ber­lian.

Pada 28 September 2010 telah di­adakan pembukaan surat pe­nawaran harga yang diikuti tujuh perusahaan yang memenuhi sya­rat administrasi dan teknis, de­ngan hasil tiga penawar terendah yaitu, PT Satu Visi Perkasa, PT Sumber Karya Imaginasi, PT Cinggarindo Galba.

Pada 30 September - 1 Oktober 2010 telah diadakan kla­rifikasi terhadap kebenaran do­kumen penawaran dengan mendatangi kantor perusahaan pengaju pena­waran.

Hasilnya lima perusahaan dinyatakan gugur karena lokasi tempat usaha tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam doku­men penawaran.

Kelima perusahaan tersebut yaitu, PT Satu Visi Perkasa, PT Sumber Karya Imaginasi, PT. Sarana Cipta Karya, PT Sinergi Bintang Media Asia, PT Kalitza Mahakam Berlian. Dengan demi­kian hanya dua perusahaan yang memenuhi syarat yaitu, PT Cing­garindo Galba, dan PT Qualita Prima Pariwara.

Dari kedua perusahaan terse­but, yang ditunjuk sebagai peme­nang lelang pengadaan publikasi pe­laks­ana Kejagung adalah PT Qualita Prima Pariwara. Walau­pun harga penawarannya lebih tinggi dari PT Cinggarindo Galba.

Hanya saja panitia pengadaan barang dan jasa menjelaskan alasan tidak ditunjuknya Cing­garindo Galba sebagai pemenang lelang karena pada saat dilak­sanakan presentasi  Cinggarindo di hadapan Kapuspen, perusa­haan tersebut tidak mampu mela­kukan penyiaran di tiap-tiap dae­rah, sehingga Kapuspen mene­tap­kan Qualita Prima Pariwara sebagai pemenang lelang melak­sanakan pekerjaan pengadaan publikasi tugas–tugas Kejagung.

Namun, panitia lelang barang dan jasa tidak dapat menunjukkan berita acara atau notulen rapat/presentasi yang menyatakan ketidaksanggupan PT Cingga­rindo Galba tersebut.

Pemeriksaan lebih lanjut atas proses klarifikasi atas tujuh peru­sahaan penawar yang masuk dan telah memenuhi syarat admi­nistrasi, teknis dan dinyatakan lengkap, khususnya terhadap dua perusahaan yang mengajukan harga penawaran yang lebih rendah dari pemenang lelang.

BPK menemukan, salah satu perusahaan tersebut yaitu PT Satu Visi Perkasa (SVP) yang mengajukan penawaran dengan harga Rp 11,6 miliar atau lebih rendah sebesar Rp 2,1 miliar dari harga pemenang lelang PT Qualita Prima Pariwara (QPP) sebesar Rp 13,8 miliar.

Kantor Rekanan Ditemukan Kosong

Dalam LHP BPK terungkap, berdasarkan dokumen hasil kla­rifi­kasi terhadap kebenaran do­kumen penawaran, diketahui ala­san panitia pengadaan barang dan jasa menggugurkan PT SVP kare­na dari hasil pengecekan ke lokasi panitia pengadaan barang dan jasa sesuai alamat kantor PT SVP di Wijaya Grand Centre, Ke­ba­yoran Baru, Jakarta Se­la­tan. Pada tanggal 30 September 2010, di­jum­pai kantor tersebut dalam ke­adaan kosong dan ter­kunci dan ti­dak ada aktivitas.

Berdasarkan hal tersebut, pani­tia menyimpulkan bahwa domi­sili tempat usaha dari PT SVP tidak sesuai dengan yang tercan­tum di dalam dokumen penawa­ran yang diajukan dan penawa­ran PT SVP dinyatakan gugur.

Berdasarkan dokumentasi pro­ses pengadaan yang ada, pada awal Januari 2011 tim BPK me­lakukan konfirmasi baik via te­lepon maupun kunjungan ke kan­tor PT SVP. Hasilnya, diketahui hal-hal sebagai berikut, hasil konfirmasi via telepon ke nomor tersebut, bahwa perusahaan ter­sebut memang benar PT Satu Visi Perkasa.

Hasil pengecekan ke lokasi perusahaan tersebut yang dilaku­kan pada pertengahan Januari 2011, kantor tersebut masih aktif dan beroperasi seperti biasa se­bagai kantor produksi, pada lantai 2, sedangkan pada lantai 1 sedang dalam perbaikan/pema­sangan partisi/interior.

Terhadap hal-hal tersebut pa­nitia pengadaan barang dan jasa menjelaskan, pada 30 Sep­tem­ber 2010 telah dilakukan pengec­ekan ke lokasi perusahaan PT SVP, dan pada saat itu peru­sahaan tidak beroperasi/tutup, dan panitia telah berusaha men­cari informasi ke pengelola/ba­gian keamanan setempat untuk me­minta ke­terangan atau penje­lasan tertulis tetapi bukti tersebut tidak bisa diperoleh.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan panitia pengadaan untuk meng­gu­gurkan penawaran dari PT SVP dengan alasan yang ternyata tidak tepat telah mengakibatkan negara harus membayar penga­daan publikasi pelaksanaan tu­gas-tugas Kejagung tahun 2010 lebih tinggi sebesar Rp 2,1 miliar.

BPK menilai kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 42/2002 pasal 12 ayat 1 menyatakan, pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai kebutuhan teknis yang dipersyaratkan. Keppres Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana terakhir diubah dengan Perpres Nomor 8 Tahun 2006 perubahan keempat Tentang Pedoman Pe­lak­sanaan Pengadaan Barang/Ja­sa Pemerintah.

Pada pasal 3 dinyatakan penga­daan barang/jasa wajib mene­rapkan prinsip-prinsip terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang me­menuhi persyaratan dan dilaku­kan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasar­kan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.

BPK menyebutkan, hal terse­but disebabkan panitia pengadaan lalai dan kurang cermat dalam melakukan klarifikasi dan kon­firmasi atas keberadaan perusa­haan tersebut, pengawasan dari PPK atas pelaksanaan tugas ke­giatan belum optimal.

Atas permasalahan tersebut, Kejaksaan memberikan tangga­pan, panitia pengadaan barang dan jasa pada 30 September 2010 dan 1 Oktober 2010 telah mela­kukan pengecekan ke lokasi domisili PT SVP sesuai dokumen penawarannya, namun tidak menemukan aktivitas perusahaan dialamat tersebut.

Panitia telah meminta ketera­ngan secara tertulis kepada pe­nge­lola perkantoran mengenai sta­tus keberadaan PT SVP. Tapi pi­hak pengelola tidak mau mem­berikan tanpa alasan yang jelas dan hanya memberikan ketera­ngan lisan bahwa PT SVP sudah menghen­tikan kegiatan usahanya dialamat tersebut sejak dua bulan lalu.

Panitia telah melakukan pemo­tretan lokasi usaha yang menun­jukkan bahwa pada saat panitia melakukan pengecekan tidak ditemukan tanda-tanda kegiatan usaha di alamat tersebut; Pada saat PT SPV mencantumkan alamat tempat usahanya ada dokumen penawaran, maka di­saat itu juga seharusnya kegiatan usaha dilakukan dialamat ter­sebut.

Proses pengadaan Publikasi dilaksanakan dalam kurun waktu bulan September sampai De­sem­ber 2010, sehingga pa­ni­tia mela­kukan pengecekan pada tanggal 30 September dan 1 Oktober 2010. Sedangkan tim BPK mela­kukan pengecekan lokasi pada pertengahan Januari dan 15 April 2011.

Berdasarkan hasil klarifikasi terhadap panitia dan PPK, maka baik panitia maupun PPK tidak melakukan kelalaian dan telah melaksanakan tugasnya dengan optimal.

BPK menyimpulkan, hal terse­but mengakibatkan terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar dalam pelaksanaan pengadaan publikasi pelaksanaan tugas–tugas Kejaksaan 2010, yang berdampak terhadap kewa­ja­ran realisasi belanja modal untuk pelaksanaan publikasi pelaksanaan tugas-tugas Kejak­saan– 2010.

Karena itu, BPK mereko­men­dasikan Jaksa Agung supaya memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawas (JAM Was) melakukan pemeriksaan terhadap PPK dan panitia pengadaan untuk mengetahui adanya indikasi kerugian negara dalam proses pengadaan pekerjaan publikasi pelaksanaan tugas-tugas Keja­gung 2010 serta menginfor­masikan hasilnya kepada BPK.

Selanjutnya, JAM Was menge­nakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK dan panitia pengadaan apabila ter­buk­ti adanya kelalaian dalam pelak­sanaan proses pengadaan peker­jaan publikasi pelaksanaan tu­gas–tugas Kejagung 2010.

Belum Sepenuhnya Pulih

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap mendesak Jaksa Agung beserta anak buah­nya di pengawasan untuk ber­tin­dak cepat melaksanakan se­mua rekomendasi BPK, terkait pro­yek publikasi kerja Keja­gung yang dinilai berpotensi me­­ru­gikan negara Rp 2,1 miliar.

“Segera periksa pejabat yang terlibat dalam program terse­but. Apalagi BPK menyim­pul­kan adanya indikasi kerugian negara. Kalau dibiarkan, maka akan banyak lagi kerugian negara yang lainnya,” katanya, belum lama ini.

Menurutnya, program pe­ning­katan kesadaran hukum dan HAM yang dilakukan Ke­jagung, semestinya menjadi nilai positif bagi lembaga itu untuk mensosialisasikan tugas dan fungsi Kejagung kepada masyarakat.

Selama ini, di mata masya­rakat lembaga penegak hukum seperti Kejagung masih dinilai negatif dan tidak independen dalam menegakkan hukum.

“Lembaga penegak hukum kita itu masih menjadi fokus perhatian utama masyarakat. Nama baik institusi penegak hukum belum sepenuhnya pu­lih. Karena itulah Kejagung ha­rus bertindak hati-hati, adil, transparan dan proporsional dalam melakukan tugas dan fungsinya,” ujar Yadhil.

Tak hanya itu, BPK juga harus bisa menjelaskan kepada DPR, dan masyarakat tentang te­­mu­annya di Kejagung, me­nga­pa sampai dinilai berpotensi me­rugikan negara, agar se­muanya menjadi jelas.

Perlu Pemimpin yang Tegas

Fajri Nursyamsi, Peneliti PSHK

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PS­HK) Fajri Nursyamsi menga­­takan, pemberian sanksi tegas dari Jaksa Agung ter­hadap anak buahnya yang terlibat dalam proyek publikasi kerja akan membawa efek jera agar kasus itu tak terulang.

“Harus segera diselesaikan. Kita perlu pemimpin yang tegas dalam menindak pejabat yang terbukti melanggar,” ka­ta Fajri di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, tak hanya pe­nga­wasan Kejagung, BPK ju­ga harus berperan menindak­lanjuti hasil temuannya di Ke­jagung, sehingga hasil audit dan rekomendasi tersebut se­gera ditindaklanjuti.

“Tidak cu­kup mempub­li­kasikan audit­nya, BPK juga harus menga­wasi hasil pelak­sanaan reko­men­dasi dan tin­daklanjutnya,” pintanya.

Pasalnya, kalau indak lanjut te­muan itu tidak sece­patnya di­la­­ku­kan, dikhawatir­kan kasus itu akan menambah buruk citra Ke­jagung di mata masyarakat.

Hanya Kesalahan Persepsi Saja

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Noor Rachmat membantah jika te­lah terjadi kerugian ne­gara sebesar Rp 2,1 miliar da­lam proses pelaksanaan pe­nga­daan pekerjaan publikasi pe­lak­­sanaan tugas-tugas Ke­ja­gung 2010.

“Saya sudah cek dan minta keterangan ke anak buah saya tentang masalah itu. Ternyata tidak ada kerugian negara dalam pelaksanaannya. Tidak ada ke­rugian negara,” kata Noor ke­pada Rakyat Mer­deka, di Ja­karta, Kamis (10/11).

Menurut Noor, hal itu hanya kesalahan persepsi antara pe­ru­sahaan peserta lelang penga­daan pekerjaan publi­kasi pe­lak­sanaan tugas-tugas Keja­gung

“Tidak ada masalah kok. Hanya saja, memang ada ma­salah dan perbedaan persepsi antara perusahaan peserta le­lang antara yang kalah dan yang menang,” jelasnya.       

Anak buah Jaksa Agung Bas­rief Arief ini menegaskan, sudah menyele­saikan dan me­laporkan masa­lah itu kepada BPK, sete­lah hasil audit terse­but ditin­daklanjuti Kejagung langsung diserahkan BPK.

“Kejaksaan sudah melaksa­nakan klarifikasi dan dikoor­dinasikan dengan BPK, sudah tidak ada masalah, semuanya sudah clear,”  je­lasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA