BPOM Temukan 99.869 Produk Makanan Dan Kosmetik Ilegal

Selama Ramadhan Tahun ini

Kamis, 16 Agustus 2012, 08:57 WIB
BPOM Temukan 99.869 Produk Makanan Dan Kosmetik Ilegal
ilustrasi/ist
rmol news logo Masyarakat harus lebih hati-hati memilih produk makanan olahan, obat dan kosmetik. Salah-salah mengkonsumsi bukan kepuasan dan sehat yang didapat, malah sakit yang diderita.

Pasalnya, selama Ramadhan Ba­dan Pengawasan Obat dan Ma­kanan (BPOM) menemukan ri­buan kemasan makanan ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.

Periode Juli- 8 Agustus 2012, BPOM  telah memeriksa 2.220 sa­­ra­na distribusi pangan. Hasil­nya, ditemukan 33.149 makanan kemasan ilegal,  kedaluwarsa,  dan  rusak.  Bila diuangkan nilai produk tidak layak konsumsi itu mencapai Rp 1,32 miliar.

Sedangkan  hasil  intensifikasi  pengawasan  di Jakarta selama  Juli  2012, ditemukan 586  item pro­­­­­duk pangan  ilegal, kadalu­warsa, dan  rusak. Total nilai ke­ekonomian dari temuan ini sebesar Rp 845 juta.

Di samping pengawasan, BPOM juga mengambil sampel dan menguji pangan jajanan buka pua­sa sebanyak 840 sampel. Dari jumlah itu 18 persen tidak me­me­nuhi syarat karena mengan­dung bahan berbahaya, yaitu for­malin, boraks, pewarna Rhoda­min-B, Me­thanyl Yellow dan penggunaan pe­manis buatan yang melebihi batas.

Kenapa BPOM gencar menga­wasi produk makanan menjelang Hari Raya Lebaran? Kepala BPOM Lucky S Slamet mengata­kan, selama hari raya biasanya pro­duk makanan yang beredar naik sekitar 20 persen.

Kegiatan intensifikasi penga­wasan juga dilakukan terhadap sarana distribusi dan penjual pa­ngan buka puasa di seluruh di In­donesia. BPOM telah meng­agen­dakan program tersebut se­tiap ta­hun karena momen tersebut di­sinyalir dimanfaatkan sejumlah ok­num untuk menyebarkan produk yang melanggar aturan.

“Sehingga BPOM mening­kat­kan intensitas pengawasan. Hasil temuan pun cenderung lebih ba­nyak ketimbang saat penga­wasan rutin,” katanya.

Sebagai tindaklanjutnya BPOM telah memberikan sanksi administratif peringatan, perintah pengamanan di tempat, perintah pemusnahan produk bermasalah, dan penyidikan terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan bermasalah.

“Jika masyarakat menemukan hal yang mencurigakan terkait produk obat dan makanan dapat menghubungi Unit Layanan Penga­duan Konsumen Badan POM,” pintanya.

Sedangkan selama Agustus 2012 BPOM menemukan 229 kasus pelanggaran tindak pidana di bidang obat dan makanan. Dari total kasus itu 48 di antaranya su­dah memasuki tahap pro-justitia. “BPOM telah melakukan tinda­kan pro-justitia tindakan penyi­dikan terhadap 48 pelaku usaha yang mengedarkan produk pa­ngan ilegal,” ujarnya.

Hasil temuan dan kajian BPOM menyebutkan yang biasa­nya dite­mukan pada intensifikasi penga­wasan adalah produk pangan tanpa izin edar atau ilegal yang memiliki nilai ekonomis terbesar.

Temuan 2009 didapatkan seba­nyak 43,23 persen produk pangan ilegal dari 24.113 temuan. Se­dang­kan 2010 ditemukan 68,64 persen pro­duk pangan ilegal dari 408.740 te­muan. Adapun pada 2011 dite­mu­kan 48,92 persen pro­­duk pa­ngan ilegal dari 164.435 temuan.

Berdasarkan pantauan BPOM pro­duk pangan ilegal biasanya produk  impor, dan banyak  dite­mu­­kan di daerah  perbatasan  dan pe­labuhan/pintu masuk seperti Ban­da Aceh, Batam, Pekanbaru, Pon­tianak, Makassar, dan  lain-lain.

Kemudian, negara mana saja yang sering mengimpor produk ilegal ke Indonesia? Diungkap­kan Lucky, kebanyakan berasal dari China, Malaysia, Thailand, dan Uni Eropa. Sedang­kan­ maka­nan kedaluwarsa banyak  ditemu­kan  di  daerah  yang  bukan  pro­dusen ma­kanan dan memiliki ak­ses transportasi yang sulit. “Ma­kanan kedaluwarasa banyak dite­mukan di Jayapura, Ambon, Pa­lang­karaya, Banjarmasin,” terangnya.

Makanan yang rusak, kata dia, biasanya sering terjadi dan dite­mu­kan pada makanan kemasan ka­leng seperti  susu,  buah,  ikan sarden. “Pa­ngan rusak ba­nyak ditemukan di Ambon, Ma­nado, Kendari, Makassar, Yogya­karta,” ungkap­nya.

Demikian halnya dengan te­muan produk kosmetik ilegal. Sampai  dengan  Agustus  2012 BPOM sudah melaku­kan penga­wasan yang hasilnya ditemukan 66.720 kemasan kosmetika  ile­gal senilai Rp 1 miliar. Di­akui­nya, kebanyakan kosmetik ilegal itu ditemukan di Makassar dan Ja­karta. “Di dua kota tersebut banyak ditemukan produk kos­metik ilegal,” ucapnya.

Bila dijumlahkan dengan pro­duk makanan ilegal, produk ile­gal yang ditemukan BPOM se­banyak 99.869 dengan nilai se­besar Rp 2,3 miliar.

Sama halnya dengan tindak­lanjut terhadap makanan ilegal, BPOM juga memberikan tinda­kan terhadap hasil temuan terse­but seperti pembinaan kepada pemilik sarana dan penegakan hu­kum berupa pemberian sanksi ad­ministratif, yaitu peringatan, perintah pengamanan di tempat serta perintah pemusnahan.

Sementara Kepala Pusat Penyi­dikan BPOM Pusat Hendri Sis­wandi mengatakan, BPOM tidak main-main terhadap siapa saja yang sengaja menyebarkan maka­nan, obat, kosmetik ilegal dan ti­dak layak konsumsi yang mem­bahayakan kesehatan kon­sumen.

Dijelaskan, hasil intensifikasi menjelang Ramadhan dan  leba­ran saat ini sudah ada yang dipro­ses secara hukum (pro justitia). Saat ini sudah ada tiga daerah yang ditindaklanjuti BPOM yai­tu, Jakarta, Makassar dan Serang.

Hendri menegaskan, hasil temuan BPOM yang terindikasi pi­d­ana sudah diproses dengan me­nerbitkan Surat Pemberita­hu­an Dimulainya Penyidikan (SPDP) melalui kepolisian se­ba­gai koordi­nasi dan pengawa­san (korwas) Pe­nyi­dik Pegawai Ne­­geri Sipil (PPNS).

“Di Jakarta untuk tindak pi­dana di bidang pangan ada 3 kasus. Saat ini sedang dimintakan penetapan sitanya ke Pengadilan Negeri. Di Ma­kassar terkait tin­dak pidana kos­metika ilegal dan di Serang terkait dengan pangan dan kosmetika ile­gal. Semuanya sudah diproses SPDP melalui korwas,” tegasnya.

Masuk Melalui Pelabuhan Tikus

Irgan Chairul Mahfiz , Wakil Ketua Komisi IX DPR

Komisi Kesehatan DPR men­du­kung langkah BPOM mela­kukan intensifikasi pengawasan dan razia terhadap produk obat, maka­nan dan kosmetik ilegal, dan me­nindaklanjuti temuannya produk ilegal tersebut ke jalur hukum.

Bukan hanya masyarakat yang dirugikan, dunia industri maka­nan dan kosmetik dan negara pun kena imbasnya. Selama ini pere­daran produk ilegal semakin me­rajalela, sementara langkah pe­merintah masih minim. Oleh ka­rena itu untuk melindungi masya­rakat, dunia industri dan negara tidak ada pilihan lain kecuali me­nindak tegas para penyalur ba­rang ilegal itu.

Impor pangan secara ilegal atau selundupan dipastikan naik menjelang puasa dan Lebaran, karena tingginya permintaan pa­ngan di dalam negeri. Masuknya saja secara ilegal, apalagi kuali­tas­nya, tidak ada yang bisa men­ja­min. Makanya konsumen di­minta lebih cermat dan teliti sebelum membeli.

Bila tidak dilakukan pengawa­san intensif, di pasaran banyak be­redar produk-produk asing yang tidak jelas asal-usulnya alias. Sedangkan kebutuhan ma­sya­ra­kat akan pangan semakin me­lonjak.

Maraknya produk ilegal yang masuk ke Indonesia juga disebab­kan pintu masuk daerah perba­tasan yang semakin longgar. Aki­batnya, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina bisa le­luasa menyuplai produk makanan.

BPOM harus bersinergi de­ngan aparat penegak hukum dan TNI, terutama yang berada di dae­rah perbatasan untuk memini­malisir masuknya produk ilegal luar negeri.

Temuan 99.869 produk ilegal sebesar Rp 2,3 miliar hanyalah sedi­kit dari sekian banyak produk ilegal yang beredar di pasar da­lam negeri. Saya yakin masih banyak lagi barang-barang ilegal dan berbahaya yang merugikan negara.  

Selama triwulan I tahun ini  im­por makanan dan minuman men­capai 1,2 miliar dolar AS. Seba­gian besar didominasi produk asal Malaysia, China, Thailand, dan Singapura. Dominasi terbe­sar dari Malaysia karena secara geo­grafis memang berdeka­tan. Yang men­capai 24 persen.

Banyak temuan di lapangan produk pangan yang masuk ilegal masuk melalui wilayah perbata­san darat dan pelabuhan tikus.

Masyarakat Harus Cermat Memilih

Husna Zahir, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

Produk makanan, obat dan kosmetik illegal di Indonesia se­makin marak. Pemerintah diha­rapkan memberikan sanksi tegas kepada importir maupun ritelnya.

Dalam menertibkan peredaran produk makanan ilegal BPOM mempunyai strategi terstruktur dalam mengatasinya.

Strategi terstruktur yaitu ketika sebuah toko diinspeksi ditemu­kan berkali-kali produk ilegal tan­­pa izin BPOM, harus diberi­kan sanksi tegas berupa penutu­pan sementara, jangan hanya me­nyita barangnya saja.

Selain itu, pemerintah harus mencegah masuknya produk ile­gal tanpa izin edar itu masuk ke In­­donesia. Untuk itu, penga­wa­san di tiap pintu masuk Indonesia seperti pelabuhan dan bandara harus diperketat.

Pihak Bea Cukai juga harus lebih ketat memeriksa dokumen ke­lengkapan barang impor ter­sebut. Salah satunya, barang ter­sebut harus sudah memiliki izin edar dari BPOM untuk memas­tikan keamanan konsumsinya.

Untuk produk ilegal memang agak susah menindak importir ka­re­na tidak diketahui. Namun hal ini bisa diantisipasi dengan pe­me­riksaan di toko tempat pen­jualan.

Masyarakat diharapkan cermat mem­perhatikan nomor registrasi pro­duk makanan ketika membeli. Hal ini penting untuk mengetahui ada atau tidaknya izin dari BPOM.

Konsumen harus tahu bahwa sebuah produk ilegal itu tidak ada pihak yang bertanggung jawab ketika terjadi sesuatu. Bila itu ter­jadi konsumen tidak bisa me­nuntut kepada siapapun terkait pro­duk yang dibelinya itu.

Padahal sesuai Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan me­nyatakan, hukuman pidana pen­jara maksimal 3 tahun dan den­da Rp 360 juta pada pihak yang memasukkan pangan kema­san impor tanpa disertai label yang ditetapkan pemerintah.

Dalam PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, dinyatakan pangan ola­han yang masuk ke Indonesia ha­rus mendapatkan izin dari BPOM. Sedangkan PP itu me­nye­­butkan sanksi administratif bagi pelang­gar, mulai dari pe­ringatan tertulis hingga denda maksimal Rp 50 juta. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA